Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Kitab Kuning Usamah

CIA merilis puluhan ribu dokumen milik Usamah bin Ladin. Sebagian mengungkap pandangan Usamah tentang jihad, Shakespeare, dan Iran.

12 November 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Kitab Kuning Usamah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ketika Usamah bin Ladin bersembunyi di sebuah kompleks perumahan di Abbottabad, Provinsi Khyber Pakhtunkhwa, Pakistan, pada 2005, dia memakai topi koboi agar tak bisa dikenali oleh pengintai dari langit. Belakangan, Badan Intelijen Pusat Amerika Serikat (CIA) mengaku bahwa kamp itu diawasi melalui satelit.

Pemimpin Al-Qaidah, kelompok teroris terbesar sebelum lahirnya Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS), itu juga khawatir terhadap pohon poplar yang tumbuh tak jauh dari rumahnya. Pohon itu bisa jadi tempat persembunyian para pengintai. Lelaki kelahiran Riyadh, Arab Saudi, 10 Maret 1957, itu sebenarnya berniat membeli dan menebang pohon tersebut sebelum ajal menjemputnya.

Kamp Usamah terletak sekitar 1 kilometer dari Akademi Militer Pakistan. Ia juga berada hanya 15 menit perjalanan dengan helikopter dari Tarbela Ghazi, markas penting badan intelijen Pakistan (ISI). Usamah mukim selama enam tahun di sana. Konon tak satu pun intelijen tahu soal dia, meski Seymour M. Hersh, wartawan investigatif Amerika, menunjukkan dalam bukunya, The Killing of Osama Bin Laden, bahwa intelijen negeri itu sebenarnya "menyandera" Usamah sejak 2006.

Yang jelas, pada Agustus 2010, seorang mantan intelijen senior Pakistan membocorkan posisi Usamah kepada CIA. Maka, pada dinihari 2 Mei 2011, pasukan khusus Angkatan Laut Amerika (Navy SEAL) menyerbu kamp. Saat itu kamp tersebut dihuni Usamah bersama istri kedua, Khairiah Sabar; istri ketiga, Siham Sabar; istri keempat, Amal al-Sadah; dan putranya, Khalid. Tentara menembak Usamah dan orang yang paling dicari oleh Amerika itu meninggal pada usia 54 tahun. Di rumah itu, tentara menemukan puluhan ribu buku, surat-surat, kaset video, rekaman suara, dan materi lain.

Rabu dua pekan lalu, enam tahun setelah penyerbuan bersandi Operasi Tombak Neptunus itu, CIA merilis hampir 470 ribu dokumen digital yang selama ini dirahasiakan. Itu termasuk 6.681 file audio, 10.256 video, 72.195 gambar, dan 18.367 dokumen. Para peneliti akan butuh waktu bertahun-tahun untuk menyisir segunung informasi ini.

Direktur CIA Mike Pompeo mengatakan publikasi dokumen ini demi kepentingan transparansi dan pemahaman publik soal Al-Qaidah. Dokumen ini diumumkan oleh Kantor Direktur Intelijen Nasional (ODNI), yang bertugas meninjau dokumen intelijen yang boleh dibuka ke publik berdasarkan Undang-Undang Otorisasi Intelijen 2014. "Pembukaan surat-surat, video, audio, dan materi Al-Qaidah lainnya ini memberi kesempatan bagi rakyat Amerika untuk mendapat pandangan yang lebih dalam tentang rencana dan kerja organisasi teroris ini," ucap Pompeo.

Besar file yang diunggah CIA itu sekitar 321 gigabita. Ini materi terbesar yang berhubungan dengan penyerbuan kamp Usamah yang pernah dirilis. CIA menahan sejumlah materi dengan alasan keamanan dan lainnya, termasuk video porno dan barang-barang berhak cipta, seperti film Final Fantasy VII dan Resident Evil. Tapi, baru saja diunggah, file itu kemudian menghilang dari situs CIA. Badan itu mengumumkan bahwa file tersebut "untuk sementara tak tersedia karena masalah teknis".

Di antara dokumen itu adalah catatan harian Usamah dan rekaman pidatonya; video tentang Hamzah bin Ladin, putra Usamah; dan video propaganda jihad. Usamah menulis catatan hariannya di sebuah buku tulis kuning setebal 228 halaman bermerek Lucky Exclusive Note Book. Dari stiker di buku itu diketahui bahwa ia dibeli di Idris Book Bank, toko buku besar di Rawalpindi, sekitar 60 kilometer dari Abbottabad. Harganya murah, hanya 125 rupee atau sekitar Rp 16 ribu.

Jurnal itu diberi tajuk "Buku Harian Khusus untuk Abu Abdullah: Pandangan Syekh Abdullah- Perbincangan dengan Keluarga". Abdullah adalah panggilan untuk Usamah dalam tradisi Arab. Catatan itu kebanyakan ditulis antara Februari dan April 2011. Halaman terakhir ditulis pada fajar dan malam 1 Mei, beberapa jam sebelum penyerbuan di Abbottabad. Buku itu tampaknya merangkum perbincangan Usamah dengan putrinya, Miriam dan Somiya, serta putranya, Khaled dan Hamza. Isinya sebagian besar adalah refleksi terhadap peristiwa dan masalah aktual, terutama Al-Qaidah dan Timur Tengah.

Di halaman-halaman awal, Usamah menjelaskan bahwa dia pertama kali memikirkan soal jihad ketika duduk di bangku sekolah menengah pertama. Ini, kata dia, adalah hasil dari pengaruh rumah dan lingkungan. Dia juga menggambarkan ayahnya, Mohammad bin Awad bin Ladin, jutawan Yaman yang dekat dengan keluarga Kerajaan Saudi, sebagai orang yang alim. "Tak ada kelompok tertentu yang memanduku, seperti Al-Ikhwan al-Muslimun," tulisnya.

Usamah menyatakan dia memang tumbuh di tengah Al-Ikhwan al-Muslimun, tapi ia tak banyak mengikuti pengajian organisasi ini. Dia menyebut Necmettin Erbakan, bekas Perdana Menteri Turki dan bapak Islamisme Turki modern, sebagai sumber inspirasinya. Di halaman lain, dia menyebut sejumlah ulama berpengaruh dalam mempromosikan ideologi Al-Qaidah. Ulama-ulama ini kebanyakan dari Al-Sahwa al-Islamiyah, faksi dari gerakan Salafisme Saudi pada 1970-an.

Usamah pertama kali bermuka-muka dengan Barat adalah ketika berkunjung ke Inggris. Dia mengenang suatu liburan musim panas di London. Kala itu dia baru 14 tahun dan berkunjung ke rumah William Shakespeare di Stratford-upon-Avon. Dia merasa tak betah dengan negeri "dekaden" itu dan memutuskan tak akan kembali ke sana pada musim panas berikutnya.

"Setiap Ahad, kami pergi rumah Shakespeare. Aku tak terkesan. Aku lihat mereka adalah masyarakat yang berbeda dari kita. Moral mereka sudah rusak," tulisnya. "Aku mendapat kesan bahwa mereka adalah orang-orang gagal, tapi usiaku tak memungkinkan aku membuat gambaran lengkap tentang kehidupan di sana."

Namun salah satu dokumen yang paling penting saat ini adalah catatan sepanjang 19 halaman oleh seorang mata-mata senior Al-Qaidah. Dia menyatakan bahwa Iran telah memasok "saudara-saudara Saudi" di Al-Qaidah dengan segala yang dibutuhkan untuk memerangi Amerika Serikat: visa, uang, senjata, dan bahkan "pelatihan di kamp-kamp Hizbullah di Libanon". Negeri Mullah itu juga menyediakan tempat yang aman bagi milisi Al-Qaidah "dengan balasan serangan ke pusat-pusat kepentingan Amerika di Arab Saudi dan Teluk". Tak jelas apakah tawaran itu diterima Al-Qaidah atau tidak.

Foundation for Defense of Democracies (FDD), lembaga penelitian pertahanan berbasis di Washington, DC, juga menyoroti peran Iran ini dalam paparan di medianya, The Long War Journal. Dua peneliti FDD, Thomas Joscelyn dan Bill Roggio, menulis bahwa Abu Hafs al-Mauritani, ideolog berpengaruh sebelum 11 September 2001, turut merundingkan tempat berlindung bagi para milisi Al-Qaidah di Iran. Tapi mereka melanggar perjanjian tersebut- yang tak jelas macam perjanjian apa- dan Teheran akhirnya mengambil tindakan keras terhadap para milisi, bahkan menangkap sebagian di antaranya. Tapi dokumen itu menyatakan bahwa Al-Qaidah tidaklah memerangi Iran.

Dokumen Usamah itu juga menggambarkan sengketa panas di antara kedua pihak. Al-Qaidah bahkan pernah mengirim surat kepada Ayatullah Khamenei, pemimpin spiritual Iran, yang menuntut pembebasan anggota keluarga mereka yang ditahan di Iran. Dokumen lain menunjukkan Al-Qaidah menculik seorang diplomat Iran untuk ditukar dengan orang-orangnya.

Usamah sendiri menimbang untuk melawan pengaruh buruk Iran di Timur Tengah. Tapi dia meminta agar berhati-hati ketika hendak mengancam Iran. Di memo terpisah, ia memperjelas bahwa sekitar 2007 Iran telah menjadi "saluran utama untuk dana, personel, dan komunikasi" Al-Qaidah.

Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif membantah keterlibatan negaranya dengan Al-Qaidah. "Sebuah catatan rendah untuk menjangkau petrodolar: berita palsu CIA & FDD dengan dokumen Al-Qaidah yang dipilih. Balas: Iran tidak akan menutupi kesalahan peran sekutu Amerika Serikat dalam 11 September," tulis Zarif di akun Twitter-nya, Kamis dua pekan lalu.

Hossein Amir-Abdollahian, Pembantu Khusus Urusan Luar Negeri Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Iran, juga membantah lewat Twitter. "Al-Qaidah punya akar di Wahabisme Saudi dan aksi teror di dunia sekarang berakar di segitiga Tel Aviv-Riyadh-Washington," katanya.

Beberapa peneliti dan media mencurigai kepentingan di balik pembukaan dokumen Usamah ini. The Guardian mencatat bahwa Mike Pompeo, Direktur CIA yang ditunjuk Presiden Donald Trump, bersikap agresif terhadap Iran. Dokumen itu, menurut dia, melahirkan kecurigaan bahwa salah satu motif untuk merilisnya adalah buat menyodorkan bahan yang menggambarkan sisi buruk Iran ke wilayah publik. Bagaimanapun, dokumen yang dirilis sekarang baru sebagian dari temuan di kamp Usamah dan yang dirilis adalah dokumen yang sudah dipilih CIA dan ODNI.

Iwan Kurniawan (washington Post, The Weekly Times, The Washington Times)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus