Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Korea Utara Setelah <font color=#CC0000>Kim Jong-il</font>

Isu suksesi di Korea Utara mulai ramai. Karena pemimpin Korea Utara, Kim Jong-il, tidak hadir dalam acara pawai kenegaraan pekan lalu, ia dikabarkan gering. Ada tiga poros yang punya peluang kuat menggantikannya: putranya yang berorientasi Jepang, kalangan petinggi dari Partai Buruh, dan petinggi militer.

15 September 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

USIA Korea Utara yang sudah mencapai 60 tahun dirayakan dalam suasana penuh tanda tanya. Pawai kenegaraan seharusnya meriah. Tapi pemimpin Korea Utara, Kim Jong-il, tidak hadir di antara barisan petinggi.

Absennya Kim dalam acara sedemikian penting kemudian melahirkan api kontroversi. Ke mana gerangan sang pemimpin yang sudah 11 tahun berkuasa di negeri komunis satu-satunya di dunia itu?

Sebuah kabar datang dari badan intelijen Korea Selatan, sang tetangga. Pemimpin berusia 66 tahun itu dikabarkan menderita stroke, tapi masih mampu menjalankan roda pemerintahan. Namun kabar angin telanjur berembus. Bahkan ada kabar angin yang menyebut Kim telah wafat dan, kalaupun masih hidup, ahli waris takhta sang ayah, Kim Il-sung, itu sedang sekarat dan tidak mampu menjalankan fungsi sebagai pemimpin.

Sekretaris komite intelijen di parlemen Korea Selatan, Lee Chul-woo, menyebut Kim sedang sakit tapi bisa pulih dalam waktu cepat. Menurut Lee, pemerintah Korea Selatan telah mengetahui sakitnya Kim dan absennya di depan publik sejak bulan lalu. Media Korea Utara juga mengabarkan sang pemimpin tengah dirawat karena penyakitnya memburuk belakangan ini.

Vakumnya pemerintah di Pyongyang ini mengingatkan orang pada wafatnya Kim Il-sung pada 1994. Ketika itu, negara dilanda kecemasan karena sang pemimpin besar wafat. Namun saat itu Kim muda sudah disiapkan sang ayah untuk menggantikannya.

Sebaliknya, saat ini semua persoalan yang menyangkut Kim Jong-il masih diliputi misteri. Tidak ada seorang pun yang berani memastikan apa yang tengah terjadi di dalam tubuh pemerintah Pyongyang. Tak ada pula yang berani memastikan pergerakan suksesi.

Sepanjang masa pemerintahannya, hidup Kim Jong-il serba tertutup. Tidak ada yang tahu pasti sikap dan pikirannya. Bahkan kehidupan pribadinya pun tidak pernah tersingkap. Meski demikian, pers dan dunia Barat amat gemar mengolok-olok penampilan dan sikapnya.

Laki-laki yang memiliki tinggi badan 157 sentimeter ini konon gemar mengenakan sepatu dengan hak tinggi yang rata untuk mendongkrak tinggi tubuhnya. Ada juga yang menyebut ia gemar menonton film Amerika dan punya cukup banyak koleksi film Hollywood.

Selain itu, Kim Jong-il digosipkan gemar main perempuan. Sebagian besar perempuan yang namanya dikaitkan dengan pemimpin ini adalah mantan artis dan penari atau mereka yang berkecimpung di dunia hiburan.

Toh, terlepas dari gosip yang menimpa dirinya dan gaya kepemimpinannya, banyak pengamat Barat yang menganggap sejumlah kemajuan telah dicapai dalam beberapa tahun terakhir. Itu berhubungan dengan sikap Pyongyang dalam menghadapi negosiasi nuklir, yang bertahun-tahun menjadi ganjalan di dunia internasional.

Soal siapa yang akan menggantikan Kim, Lee Jung-min, pengajar hubungan internasional di Universitas Yonsei, Seoul, mengatakan tokoh mana pun sebenarnya berpeluang menjadi kepala negara. Namun, ia mengakui, peluang terbesar memang ada pada kalangan militer. ”Meski begitu, militer harus bersedia berbagi kekuasaan bersama keluarga Kim dan partai,” kata Lee. Tapi, masih menurut Lee, lazimnya kekuasaan dengan tiga kaki ini tidak akan bertahan lama.

Sesungguhnya, kepemimpinan kolektif itu dianggap paling memungkinkan, karena Kim tidak menyiapkan pengganti dirinya. Andrei Lankov, pakar masalah Semenanjung Korea di Universitas Kookmin, Seoul, mengatakan, meski langkah yang paling mungkin adalah meneruskan kepemimpinan di bawah kendali sejumlah orang, ada risiko pihak-pihak yang terlibat akan berseteru. Apalagi mereka memiliki banyak agenda kepentingan yang berbeda.

Sejak wafatnya Kim Il-sung, Korea Utara mengalami perubahan yang cukup signifikan. Kemiskinan dan kelaparan yang melingkupi rakyat Korea Utara telah membuat pemerintah melonggarkan cengkeramannya terhadap rakyat, terutama bagi mereka yang tinggal di perkotaan dan di wilayah perbatasan. Mereka yang tinggal di kawasan ini umumnya mulai mencari penghidupan dengan berdagang dan melepaskan diri dari pemerintah. Bantuan dari Korea Selatan dalam beberapa tahun terakhir juga dipandang sebagai bentuk baru sikap pemerintah yang lebih longgar.

Meski demikian, banyak yang melihat pihak militer masih enggan dengan proses reformasi ini. Pengamat menyebut ada elemen di dalam tubuh militer yang menginginkan perubahan dan lebih bersikap terbuka, dan ada pula elemen yang menginginkan negara berada dalam kekuasaan absolut.

Apa pun elemen yang ada di dalam tubuh militer, Kim dianggap telah berhasil merangkul mereka. Ini berbeda dengan sejarah diktator di dunia yang harus berseberangan dengan militer.

Hal lain yang menjadi perhatian para pengamat Barat adalah kemungkinan munculnya putra tengah, Kim Jong-chul, dalam daftar penerus. Kim muda ini tampaknya lebih disukai pihak negara Barat karena ia menempuh pendidikan di Swiss dan sangat terobsesi akan Jepang. Beberapa kali ia pernah kepergok berada di Jepang dengan menggunakan paspor palsu. Meski demikian, orang dalam istana menyebut Kim Jong-chul, 30 tahun, bukanlah calon yang diajukan ayahnya sebagai pengganti. Koki istana, seorang pria Jepang yang memiliki nama samaran Kenji Fujimoto, mengatakan Kim Jong-il pernah mengeluhkan putranya. ”Dia tidak berguna karena cengeng, tidak ubahnya anak kecil.”

Kemungkinan bergantinya tampuk pemerintah di tubuh Pyongyang ini tidak urung menerbitkan harapan bagi dunia Barat dan mereka yang peduli terhadap nasib perundingan nuklir Korea Utara. Mereka berharap pemimpin baru Korea Utara kelak akan lebih terbuka dalam menyelesaikan konflik nuklir. Apalagi masalah ini sudah mencengkeram dunia selama 10 tahun. Dialog nuklir yang melibatkan Korea Selatan, Amerika, dan Cina ini mengalami masa tarik-ulur karena sikap Pyongyang yang berubah-ubah.

Sebaliknya, kondisi yang tidak menentu di Pyongyang ini juga mengkhawatirkan Korea Selatan dan Cina, yang bertetangga dengan Korea Utara. Mereka khawatir kondisi yang tidak menentu ini akan memicu eksodus pengungsi yang berasal dari perbatasan Korea Utara.

Angela Dewi (AFP, AP, BBC, Reuters)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus