Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Korsel: Buku John Bolton Tak Akurat Soal Kim Jong Un dan Trump

Korea Selatan ikut berkomentar soal isi buku memoir mantan penasehat keamanan nasional Amerika, John Bolton. Menurut mereka, buku Bolton tak akurat.

22 Juni 2020 | 17.00 WIB

Penasihat Keamanan Nasional AS John Bolton ketika melakukan konferensi pers saat pemerintahan Trump mengumumkan sanksi ekonomi terhadap perusahaan minyak negara Venezuela, Petroleos de Venezuela (PDVSA), selama rapat di Gedung Putih, Washington DC, AS, 28 Januari 2019.[REUTERS/Jim Young]
Perbesar
Penasihat Keamanan Nasional AS John Bolton ketika melakukan konferensi pers saat pemerintahan Trump mengumumkan sanksi ekonomi terhadap perusahaan minyak negara Venezuela, Petroleos de Venezuela (PDVSA), selama rapat di Gedung Putih, Washington DC, AS, 28 Januari 2019.[REUTERS/Jim Young]

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Korea Selatan ikut berkomentar soal isi buku memoir mantan penasehat keamanan nasional Amerika, John Bolton. Menurut mereka, ada bagian yang tak akurat dari buku tersebut. Salah satunya adalah tiga pertemuan Presiden Donald Trump dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un.

Dikutip dari Reuters, Korea Selatan mempermasalahkan deskripsi Bolton soal peran Presiden Korea Selatan, Moon Jae-in, di pertemuan tersebut. Menurut deskripsi Bolton, Moon Jae-in menginginkan pertemuan Trump dan Kim Jon Un berlangsung lancara untuk agenda unifikasinya.

"Deskripsi tersebut tidak menampilkan fakta sesungguhnya, bahkan malah merusak," ujar penasehat keamanan Korea Selatan, Chung Eui-yong, Senin, 22 Juni 2020.

Chung Eui-yong tidak menjelaskan secara spesifik apa yang bermasalah dari deskripsi John Bolton soal peran Moon Jae-in. Namun, ia mengatakan bahwa buku John Bolton memberikan preseden buruk terhadap hubungan diplomatik Amerika, Korea Selatan, dan Korea Utara.

"Secara sepihak menerbitkan buku tanpa konsultasi dahulu saja sudah jelas melanggar kepercayaan satu sama lain. Padahal, itu dasar diplomasi yang berdampak ke proses negosiasi ke depannya," ujar Chung Eui-yong.

Trump dan Kim Jong Un bertemu pertama kali di Singapura pada Juni 2018. Agenda pertemuan saat itu, untuk membujuk Korea Utara melakukan denuklirisasi. Jika Korea Utara mau melakukannya, Trump menjanjikan pengangkatan sanksi dagang.

Pertemuan kedua berlanjut pada 2019, di Vietnam. Hasilnya tak sesuai harapan. Trump dan Kim Jong Un tak mencapai kata sepakat. Kim menawarkan penghentian operasional fasilitas nuklir utamanya untuk pengangkatan sanksi dagang. Trump menginginkan Korea Utara menghentikan program nuklir sepenuhnya.

Bolton menyebut Moon Jae-in dalam posisi sulit saat itu, Di satu sisi, Trump sudah benar menolak permintaan Kim Jong Un. Namun, di sisi lain, Moon Jae-in menganggap tawaran Kim Jong Un juga tidak buruk sebagai langkah awal denuklirisasi. Dikutip dari Reuters, John Bolton menyebut Moon Jae-in 'menderita Schizophrenia' kala itu.

ISTMAN MP | REUTERS

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus