Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Perserikatan Bangsa-bangsa di Myanmar menyatakan negara ini sedang dilanda krisis ekonomi yang parah dalam 20 tahun terkahir. Menurut pejabat PBB untuk Myanmar, Andrew Kirkwood, jutaan orang terancam kelaparan dan setengah penduduk Myanmar atau 20 juta orang hidup dalam kemiskinan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jumlah orang yang membutuhkan bantuan telah naik tiga kali lipat menjadi 3 juta orang sejak negara itu diambil alih oleh militer pada 1 Februari 2021. Krisis ekonomi terjadi akibat dari meningkatnya perselisihan komunal, penggulingan militer dari pemerintah yang dipilih secara demokratis dan pandemi virus corona.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Jadi apa yang terjadi di sini adalah krisis di atas krisis,” katanya pada Kamis pekan lalu.
Ketika tentara Myanmar merebut kekuasaan dari pemerintah Aung San Suu Kyi pada 1 Februari, gelombang protes terjadi. Akibatnya lebih dari 1.100 orang tewas.
Mata uang Myanmar Kyat merosot hingga 60 persen sejak awal September lalu. Akibatnya harga pangan dan bahan bakar meroket.
Banyak toko emas dan tempat penukaran uang tutup. Sedangkan mata uang Myanmar, Kyat, merosot drastis. Bank Dunia memperkirakan ekonomi Myanmar akan turun hingga 18 persen tahun ini.
Juru bicara junta militer Zaw Min Tun mengatakan bank sentral tidak dapat memenuhi permintaan yang tinggi terhadap dolar. "Pemerintah sedang melakukan yang terbaik untuk menyelesaikan situasi ini sebaik mungkin," kata Zaw Min Tun pada konferensi pers reguler. "Seperti yang terjadi di bawah pemerintahan ini, pemerintah saat ini harus bertanggung jawab."
Menurut militer, krisis ekonomi terjadi karena faktor eksternal dan pandemi virus corona. Namun ia tak merincinya. "Kami bertanggung jawab untuk membangun ekonomi kembali," katanya.
Baca: Menlu ASEAN Pertimbangkan untuk Tidak Mengundang Junta Myanmar ke KTT ASEAN
INDIAN EXPRESS | REUTERS