Kemakmuran yang diharapkan ternyata tak keburu datang. Demonstrasi marak di Jerman (Timur). Kohl terancam jatuh. MENYATUKAN Jerman memang tak seperti mencampur teh manis dan pahit. Yang diperoleh bukannya teh yang enak diminum, tapi sebuah Jerman yang turun nilai mata uangnya, meninggi persentase penganggurannya, meningkat angka kriminalitasnya, dan munculnya ketidakpuasan di mana-mana, terutama di bekas Jerman Timur. Dengarlah keluhan Manfred, buruh di sebuah pabrik petrokimia di Leipzig, yang belum lama ini kehilangan pekerjaannya. "Sebenarnya, tak ada perubahan apa pun di sini," katanya kepada wartawan The Guardian Weekly, dua pekan lalu. "Orang-orang turun ke jalan, membuat Stasi (polisi rahasia Jerman Timur) dibubarkan, tapi orang-orang itu tak mendapatkan keuntungan apa pun selain kehilangan pekerjaan." Pabrik itu, pada Januari lalu, tercatat memiliki 10.000 buruh dan akan dikurangi tinggal 2.200 pekerja di akhir tahun ini. Maka, Kanselir Jerman, Helmut Kohl -- kanselir pertama Jerman bersatu -- - mendapat lemparan telur busuk di Erfurt, kota di bekas Jerman Timur, Senin pekan lalu. Dalam kunjungan itu, Kohl juga harus menyaksikan bendera (bekas) Jerman Timur -- yang resmi tak dipakai lagi sejak 3 Oktober 1990 -- kembali dikibar-kibarkan orang. Ini senada dengan semangat di Leipzig pekan lalu. Sebuah spanduk dipasang di jalan, dengan pesan: "Lebih baik kehilangan Kohl daripada kehilangan pekerjaan." Harapan besar datangnya kemakmuran di seluruh Jerman, di awal-awal menuju ke persatuan, kini runtuh. Pastor Christian Fuhrer dari Leipzig Nikolaikirsche, pusat perlawanan di masa rezim komunis, punya data-data menarik. Setahun terakhir, angka bunuh diri meningkat. Pihak kepolisian pun mencatat hal yang suram: angka kriminalitas (kekerasan, perampokan, pemerasan, pencurian, dan pembakaran rumah) di bekas Jerman Timur naik 30-%, dan menurut sebuah survei, 90% Ossies (rakyat Jerman Timur) merasa bakal jadi korbar kejahatan. Dua institut Jerman ternama membeberkan hasil riset dan analisa. Paruh terakhir tahun lalu, hasil industri Jerman Timur menurun 50%. Menurut analisa, tahun ini akan tetap menurun sampai 20%. Tahun lalu, Jerman Timur yang berpenduduk lebih dari 16,5 juta, memiliki hampir 9 juta tenaga kerja. Tahun ini, karena banyaknya pabrik yang bangkrut, diperhitungkan lebih dari dua juta akan jadi penganggur. Namun, Helmut Kohl, yang tetap optimistis, melihat " tanda-tanda kehidupan yang lebih baik". Di samping data-data negatif, ia mengajukan data positif: tahun lalu, sejuta Ossies memperoleh pekerjaan toko-toko kini penuh barang dan daya beli masyarakat meningkat. Memang, "Kami menghadapi banyak kesulitan dalam tahap peralihan ini," kata Kohl pula. Namun, dibandingkan dengan perubahan di sejumlah negara komunis yang juga mulai mengganti ekonomi terpimpin ke ekonomi pasar bebas, menurut kanselir ini, masa depan Jerman (Timur) lebih baik. Benar atau tidak kata Kohl itu, kesabaran rupanya tak dimiliki Ossies yang selama 50 tahun ditekan rezim komunis. Kenyataan hidup sehari-hari lebih langsung mempengaruhi mereka daripada rencana dan analisa para ahli ekonomi. Mungkin benar kata para psikolog Jerman (Barat), bahwa Ossies terlalu tergesa berharap. Mereka pikir, begitu resmi Jerman bersatu, otomatis kemakmuran di Barat lalu merata ke segenap warganya. Ternyata, keajaiban itu tak muncul. Maka, kata Lothar Beuermann, pimpinan sebuah kantor tenaga kerja di Leipzig, banyak Ossies mengalami depresi mental. Sejalan dengan pengangguran dan depresi, peristiwa kriminal pun meningkat. Terbesar, terjadi Senin malam dua pekan lalu. Tentara Merah Jerman menembak mati Detlev Rohwedder, kepala Treuhandanstalt, badan yang bertanggung jawab untuk menswastakan sekitar 8.000 industri di Timur yang dulunya dimiliki pemerintah. Sejauh ini, Rohwedder cuma menemukan 1.000 investor untuk mengambil alih industri itu. Sisanya, banyak yang ditutup begitu saja karena dianggap tak ekonomis. Bagi Ossies, pekerjaan Rohwedder ini sama saja merampok pekerjaan mereka. Apakah industri itu akhirnya diswastakan atau ditutup, akibatnya sama saja. Kalau ditutup, mereka jelas akan kehilangan pekerjaan. Bila diswastakan, pemodal baru biasanya menjalankan efisien tenaga kerja. Lalu, apa salah persatuan ini? Bukankah perkembangan sejarah menggiring suasana sedemikian rupa hingga mau tak mau Jerman memang harus bersatu? Jawaban datang dari Presiden Bundesbank, Bank Sentral Jerman. Otto Pohl, sang presiden, menyatakan, "Penyatuan sistem moneter adalah malapetaka buat Jerman." Persoalannya adalah, penyatuan mata uang itu dilakukan tanpa persiapan. Pemerintah Jerman begitu saja menyatakan memberlakukan mata uang yang sama. Kesalahan fatal berikutnya, kursnya ditentukan sama. Satu Oost Marks dari Timur begitu saja disamakan dengan satu Deutsche Marks, salah satu mata uang terkuat dunia. Maka, menurut Pohl, industri di Timur yang masih terhitung baru berangkat menjadi sangat tidak kompetitif dengan penggunaan mata uang kuat Deutsche Mark. Sebenarnya, di Barat pun ketidaksenangan juga marak. Bagi Wessies, hidup juga menjadi semakin berat. Mereka ikut pula menanggung beban penyatuan kembali negeri itu. Bulan lalu, pemerintah mengumumkan kenaikan pajak yang terbesar sejak Perang Dunia II. Mereka sekarang dikenai pajak pendapatan tambahan dan pajak khusus untuk penggunaan bensin. Akibat semua itu adalah popularitas "sang pahlawan persatuan", Helmut Kohl, turun. Bagaimanapun dia membela diri, sebuah pol menyebutkan bahwa dua pertiga Ossies tak menyukainya lagi, sedangkan separuh Wessies berpendapat sama. Itu sebabnya, belakangan, Kohl menemui Ketua Partai Sosial Demokrat Hans Jochen Vogel, yang selama ini mengecam gaya lone ranger Kohl. "Tak ada waktu lagi untuk mencari kemenangan politis. Yang terpenting sekarang adalah kebersamaan," kata Kohl. Yang lebih penting lagi tentunya mencoba meyakinkan Ossies bahwa perbaikan ekonomi tak datang dalam setahun, apalagi semalam. YH
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini