Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Gani : dicky mengaku salah

Bekas direktur utama bak duta abdulgani menjadi saksi korupsi valas rp 780 milyar. di pengadilan negeri jakpus. ia sama sekali tak mengetahui kasus itu, karena dicky,39, tak pernah melapor.

20 April 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bekas Direktur Utama Bank Duta, Abdulgani, membenarkan kesaksian dalam kasus valas Rp 780 milyar. Ia, katanya, baru tahu setelah bank itu gawat. APA sebenarnya yang terjadi di Bank Duta? Sejak kasus valas (valuta asing) bank itu meledak di masyarakat, 4 September 1990, bekas Direktur Utama Abdulgani -- - juga direksi lainnya -- tutup mulut. Sebab itu, banyak yang menggunjingkan Gani -- begitu panggilan akrabnya -- juga terlibat, atau tahu permainan yang bikin ambrol bank itu. Barulah Rabu pekan ini, pejabat itu buka suara di muka umum sebagai saksi kasus korupsi valas senilai US$ 419,6 juta (Rp 780 milyar) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Mengenakan setelan safari hijau dan bersepatu cokelat mengkilap, Gani, 48 tahun, tampil dengan senyum simpatik di sidang yang dipenuhi pengunjung. Di persidangan yang memakan waktu enam jam lebih, dengan istirahat salat lohor selama 45 menit, Gani mengaku secara resmi baru tahu banknya sekarat akibat permainan valas oleh wakilnya, Dicky Iskandar Di Nata, 39 tahun, 15 Mei 1990. Hari itu, katanya, Direktur Kredit, Syamsi Pohan, tergopoh-gopoh melaporkan bank sudah rugi akibat permainan valas sebesar Rp 540 milyar -- - jauh melampaui modal dasar Bank Duta. Esoknya, menurut Gani, direksi pun mengadakan rapat darurat untuk mencari upaya menyelamatkan nasib Bank Duta, yang terancam collapse. Sebab, "Jika Bank Duta bangkrut, bank lainnya di Indonesia juga kena getahnya, tidak mendapat kepercayaan," kata bankir yang memulai kariernya di Bank Exim pada 1970 ini. Untuk menutup kerugian, alumnus FE-UI ini mengatakan sudah tak mungkin. Sebab, sudah terlalu besar. Kecuali, jika ada mukjizat berupa dana gratis sekitar US$ 311 juta. Caranya, mencari pinjaman dari bank lain guna menutupi pinjaman jangka pendek yang harus segera dilunasi. Kepada Dicky, yang waktu itu mengakui kesalahannya, Gani memperingatkan agar tak menambah kerugian lagi. Kepada peserta rapat lainnya, Gani meminta agar "guncangan" itu tak "dibocorkan" ke luar. Pinjaman dari bank lain itu memperoleh tanggapan dari Group Sumitomo Bank. Tapi persetujuan memberi pinjaman US$ 50 juta baru pada 9 Agustus 1990. Ternyata, pada tanggal itu Sumitomo belum bisa memenuhi. Begitu pula setelah realisasi pinjaman itu ditangguhkan Sumitomo pada 15 Agustus 1990. Menurut Gani, hal itu karena keadaan perbankan yang sedang dilanda kebijaksanaan uang ketat. Akhirnya, pada 15 Agustus 1990, tanpa kehadiran Dicky, direksi sepakat untuk melaporkan saja "musibah'' itu ke Komisaris Utama Bustanil Arifin. Tapi Dicky tak menyetujui keputusan itu: Dicky, kata Gani, menganggap persoalan itu bisa segera diatasi jika dana Sumitomo cair. Bahkan Dicky, yang mengaku salah dan bertanggung jawab atas kasus itu, menyatakan akan melapor sendiri ke Bustanil. Benar saja. Beberapa jam sebelum Gani menghadap ke Bustanil, pada malam hari itu juga Dicky sudah lebih dulu "mengadu" ke Menteri Koperasi dan Kepala Bulog itu. Esok malamnya, keadaan gawat itu disampaikan Gani dan Bustanil ke Presiden Soeharto, yang mengetuai tiga yayasan pemilik 77% saham Bank Duta. Setelah itu, kasus itu pun menjadi urusan Mensesneg Moerdiono. Ternyata, kerugian akibat permainan valas Dicky sudah mencapai Rp 780 milyar. Menjawab pertanyaan tim pengacara Dicky, Gani mengaku sebelum 15 Mei itu sama sekali tak mengetahui kasus valas tersebut. Karena Dicky, yang bertanggung jawab di bidang operasional dan koordinator direksi, tak pernah melapor. Juga Direktur Pengawasan, Effendi Ishak. Laporan rutin Bank Duta tampak mulus saja. Tentang hubungan antara pemecatan para direksi lama dan keterlibatan mereka dengan kasus itu, Gani mengaku belum mengetahui persisnya alasan pemberhentian itu. "Hingga kini saya belum menerima keputusan pemberhentian itu," ujarnya. Ia menambahkan bahwa hibah tadi hanya sekadar menghindarkan Bank Duta dari kemungkinan collapse. ''Tapi kerugian Bank Duta sendiri tetap ada, dan akta itu tak dapat dihindari,'' tambahnya. Dicky, yang kini tampak semakin sehat dan cerah, membantah bahwa Gani baru tahu kerugian valas itu pada 15 Mei 1990. Menurut Dicky, pada November 1989, ia sudah melaporkan keadaan tersebut. Waktu itu kerugian masih sekitar U$ 70 juta. Selain itu, Dicky menyangkal keterangan Gani yang menyatakan bahwa apa yang terjadi di treasury itu di luar jangkauan audit. Sebab, katanya, ada empat copy deal slip, salah satu di antaranya harus diambil oleh bagian audit. Bahkan ada print out reuter, yang diperiksa auditor dan inspektor. Masalahnya, "Inspektor dan auditor tak berfungsi, lantas mengatakan laporan tak terjangkau," kata Dicky. Puncaknya, Dicky tak menerima jika "tragedi" itu dianggap hanya kesalahannya belaka. "Kerugian itu semata-mata karena turunnya dolar terhadap mark dan poundsterling," tuturnya tandas. Kecuali itu, kata Dicky, National Bank of Kuwait Singapore secara sepihak melanggar perjanjian transaksi valas, dengan cara men-square-kan posisi Bank Duta. Salah seorang pengacara Dicky, Moh. Assegaf, heran kenapa direksi sampai tidak mengetahui kerugian itu. Padahal, audit, yang berada di bawah direktur kredit, ibarat jantung bank. Sebab itu, Assegaf tetap berpegang pada hasil keputusan RUPS Bank Duta 4 Oktober 1990, yang menyatakan kasus itu tanggung jawab manajemen Bank Duta. "Masa, pembukaan posisi dan potential loss yang begitu besar bisa tak diketahui," kata Assegaf. Happy S., dan Iwan Q. Himawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus