Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sebuah pertambangan batu permata hijau di Myanmar longsor dan menewaskan setidaknya 126 orang. Otoritas pada Kamis, 2 Juli 2020, mengatakan jumlah korban meninggal dikhawatirkan semakin bertambah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Longsor terjadi setelah tumpukan limbah pertambangan runtuh ke sebuah danau dan mengubur banyak pekerja di sana dengan lumpur dan air. Lokasi musibah terjadi di area Hpakant, negara bagian Kachin, wilayah tengah Myanmar yang memang terkenal sebagai industri giok di Myanmar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Musibah tanah longsor terjadi di area penambangan batu giok pada Kamis, 2 Juli 2020. Sumber: Reuters
Situs reuters.com mewartakan lumpur menimpa mereka setelah hujan lebat. Sampai Kamis siang, 2 Juli 2020, tim penyelamat sudah menemukan 126 jasad. Masih banyak korban yang dilaporkan hilang dalam musibah tersebut.
“Jasad yang kami temukan ada di dalam lumpur dan yang lainnya naik ke permukaan,” kata Tar Lin Maung, aparat dari Kementerian Informasi Myanmar.
Sebagian besar korban tewas adalah para pencari batu giok, yang menyisiri residu dari penambangan. Satu baru giok berharga ribuan dolar yang bisa mengubah hidup mereka.
Tanah longsor yang mematikan dan insiden lainnya sering terjadi di kawasan Hpakant yang minim aturan penambangan. Para penambang mencari batu berharga di area itu untuk diekspor ke Cina. Akan tetapi, musibah yang terjadi pada Kamis kemarin adalah yang terburuk dalam lima tahun. Pada Kamis sore, Panglima Militer Myanmar Min Aung Hlaing, mengatakan pencarian para korban hilang akan terus dilanjutkan.
Sebelumnya pada 2015, sekitar 100 orang tewas dalam sebuah musibah longsor, yang menjadi seruan agar pemerintah mengatur industri ini. Pada 2019, musibah di bidang industri pertambangan kembali terjadi yang menewaskan 50 orang.