Sebuah perjanjian penting menyangkut soal nuklir diteken pada tahun 1968. Sejumlah negara—termasuk Inggris, Amerika Serikat, dan Uni Soviet—membubuhkan paraf sebagai tanda setuju untuk menghentikan program pengembangan (non-proliferasi) senjata nuklir. Dan jauh sebelum ribut-ribut soal senjata pemusnah massal sekarang ini, Protokol Jenewa sudah melarang senjata kimia dan biologi pada tahun 1925. Sampai kini, sudah 186 negara yang meneken perjanjian itu—minus Korea Utara. Sebulan silam, negara itu menyatakan keluar dari "liga non-nuklir". Benar demikian?
Ternyata Korea Utara lebih berani terang-terangan dari banyak negara lain yang diam-diam melanggar perjanjian non-proliferasi. Sejak para ahli kimia Jerman menemukan berbagai gas berbahaya seperti sarin, lost, tabun, dan soman, pengembangannya tak pernah berhenti. Dalam Perang Dunia II, muncul gas VX, yang tergolong gas saraf, dan hidrogen sianida, atau yang membuat luka terbakar seperti gas mustard dan phosgene. Antraks adalah senjata biologi yang amat populer di masa itu. Saat Perang Vietnam meletus, Amerika Serikat memakai senjata kimia "Agent Orange" untuk menghanguskan hutan dan orang-orang yang bersembunyi di dalamnya.
Korea Utara harus bergerilya untuk mendapatkan bahan baku macam uranium dan plutonium, juga mesin-mesin pengolahnya. Toh tidak sulit, karena barang-barang itu praktis tersedia di pasar gelap. Juga, belasan hulu ledak nuklir taktis yang dicuri dari arsenal nuklir Rusia ketika Uni Soviet bubar pada awal 1990-an. Adapun Cina berhasil mencuri teknologi nuklir milik AS. Sedangkan plutonium dan uranium ia produksi sendiri. Irak mendapat bahan persenjataannya dari puluhan perusahaan Eropa dan Amerika yang dijual lewat negara ketiga, misalnya Yordania—ini terungkap dari dua pengusaha Yordania yang diadili di Jerman.
Memiliki nuklir, buat sebagian penguasa, dianggap pertahanan yang efektif terhadap gertakan dan ancaman musuh. Presiden Libia Muammar Qadhafi pernah berujar, seperti yang ditulis kolumnis Thomas L. Freidman, jika nuklir di tangan, negara macam Amerika tak akan berani mengancam Timur Tengah. Senjata kimia dan biologi lebih mudah lagi dikembangkan, asalkan ada laboratorium yang memadai.
Sekarang ini sedikitnya ada 18 negara yang dicurigai memiliki satu atau lebih senjata pemusnah massal. Pernah dilaporkan, para ahli rekayasa bioteknologi di Israel berhasil membiakkan senjata biologi yang direkayasa sedemikian rupa sehingga hanya berbahaya bagi ras tertentu. Berdasarkan pendataan kedokteran, terbukti ada perbedaan antar-ras dalam merespons penyakit.
Tahun 2007 merupakan tenggat pemusnahan semua senjata kimia yang ada di muka bumi ini. Rusia dikabarkan sudah memusnahkan 44 ribu ton senjata kimianya, sedangkan Amerika mengaku tak memilikinya sejak tahun 1969. Tapi, siapa yang bisa memastikan hal itu—kecuali "kotak pandora"-nya dibuka beramai-ramai?
I G.G. Maha Adi (National Geographic, IAEA.com)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini