Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Hadiah Nobel Perdamaian akan dibagikan di Oslo pada Minggu 10 Desember 2023, tetapi pemenangnya Narges Mohammadi, yang saat ini berada di penjara Iran, tidak bisa hadir dan akan diwakili oleh anak-anaknya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Aktivis Iran Mohammadi – yang sangat menentang aturan wajib mengenakan jilbab bagi perempuan Iran dan hukuman mati di negara asalnya – telah ditangkap dan dihukum berkali-kali dalam beberapa dekade terakhir.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia telah ditahan sejak 2021 di penjara Evin Teheran. Oleh karena itu, dia tidak akan hadir dalam upacara penghargaan di Balai Kota Oslo, di mana dia akan menerima Hadiah Nobel Perdamaian yang diumumkan pada Oktober "atas perjuangannya melawan penindasan terhadap perempuan di Iran".
Kedua anak kembarnya yang berusia 17 tahun, Ali dan Kiani, akan menerima penghargaan atas namanya dan membacakan pidato yang berhasil dia selundupkan keluar dari selnya.
Menurut keluarganya, Mohammadi akan melakukan mogok makan pada saat yang sama, sebagai bentuk solidaritas dengan komunitas Baha'i. Perwakilan dari agama minoritas terbesar di Iran mengatakan bahwa mereka menjadi sasaran diskriminasi di banyak bidang masyarakat.
Mohammadi, yang kondisi kesehatannya buruk, melakukan mogok makan selama beberapa hari pada awal November untuk mendapatkan hak dipindahkan ke rumah sakit tanpa mengenakan penutup kepala.
Dia adalah salah satu perempuan yang mempelopori pemberontakan "Perempuan, Kehidupan, Kebebasan", yang mencakup protes selama berbulan-bulan di seluruh Iran yang dipicu oleh kematian Mahsa Amini yang berusia 22 tahun.
Amini, seorang wanita Kurdi Iran, meninggal pada 16 September 2022, saat ditahan oleh polisi agama Iran karena diduga melanggar aturan berpakaian ketat bagi perempuan di republik Islam tersebut.
Kebebasan yang 'Tak Ternilai Harganya'
Anak kembar Mohammadi, yang tinggal di pengasingan di Prancis sejak 2015 dan sudah hampir sembilan tahun tidak bertemu ibu mereka, tidak tahu apakah mereka akan bertemu lagi dengan ibu mereka.
Ali mempunyai keyakinan. Kiana ragu.
“Perjuangan ‘Perempuan, Kehidupan, Kebebasan’, kebebasan secara umum dan demokrasi layak untuk dikorbankan dan diberikan nyawanya, karena pada akhirnya ketiga hal ini tidak ternilai harganya,” kata Kiana kepada wartawan dalam konferensi pers di Oslo, Sabtu.
“Apakah kami akan bisa bertemu dengannya lagi suatu hari nanti, secara pribadi saya agak pesimis,” tambahnya, seraya mencatat bahwa perhatian tambahan yang diterima ibunya karena dianugerahi hadiah Nobel kemungkinan akan membuat pihak berwenang Iran semakin membatasi kebebasannya.
"Mungkin saya akan bertemu dengannya dalam 30 atau 40 tahun, tapi jika tidak, saya rasa saya tidak akan pernah bertemu dengannya lagi. Tapi tidak apa-apa karena ibu saya akan selalu bersama saya di hati dan keluarga saya."
Sebaliknya, Ali mengatakan dia “sangat, sangat optimistis”, meskipun hal itu mungkin tidak akan terjadi “dalam dua, lima atau 10 tahun”.
“Saya percaya pada kemenangan kita”, katanya kepada wartawan sambil duduk di samping saudara perempuannya. “Kemenangan itu tidak mudah tapi pasti,” ujarnya mengutip ucapan ibunya.
Dilarang Meninggalkan Iran
Pada Oktober, Uni Eropa menganugerahkan penghargaan hak asasi manusia tertinggi, Sakharov Prize, kepada sesama perempuan asal Iran, Amini, dan gerakan global yang dipicu oleh kematiannya.
Gerakan "Perempuan, Kehidupan, Kebebasan" menuntut diakhirinya penerapan jilbab terhadap semua perempuan dan diakhirinya pemerintahan yang dipimpin ulama Muslim di Teheran.
Protes di Iran yang dipicu oleh kematian Amini telah ditindas dengan keras. Kelompok Hak Asasi Manusia Iran (IHR) mengatakan 551 demonstran, termasuk puluhan perempuan dan anak-anak, dibunuh oleh pasukan keamanan, dan ribuan lainnya ditangkap.
Pada Sabtu, pengacara keluarga Amini mengatakan orang tua dan saudara laki-lakinya – yang dijadwalkan menerima Hadiah Sakharov anumerta atas nama Amini pada upacara Parlemen Eropa pada 13 Desember – telah dilarang meninggalkan Iran.
Narges Mohammadi adalah penerima Hadiah Nobel Perdamaian kelima dalam lebih dari 120 tahun sejarah Hadiah Nobel Perdamaian yang menerima penghargaan tersebut saat ditahan.
Dia mengikuti jejak Carl von Ossietzky dari Jerman, Aung San Suu Kyi dari Myanmar, Liu Xiaobo dari Tiongkok, dan Ales Beliatski dari Belarusia.
Hadiah Nobel lainnya – di bidang sastra, kimia, kedokteran, fisika dan ekonomi – akan diberikan pada Minggu malam dalam sebuah upacara di Stockholm.
Pilihan Editor: Anak-anak Narges Mohammadi Siap Tak Bertemu Ibu Mereka Lagi
FRANCE24