PEMERINTAH rasialis Afrika Selatan akhirnya harus melihat tuntutan zaman. Di Soweto, kota yang mayoritasnya berkulit hitam, penduduk berkumpul di jalan raya dan bersukaria Minggu pekan lalu. Mereka menyanyi dan menari menyambut Walter Sisulu, yang dibebaskan dari penjara setelah meringkuk di sel sejak 1964. Turut dibebaskan Minggu dini hari itu, 7 orang aktivis lain. Beberapa hari sebelumnya, Rabu pekan lalu, Frederik W. de Klerk, yang baru tiga bulan memangku jabatan Presiden Afrika Selatan, mengundang tiga tokoh agama berkulit hitam yang punya pengaruh besar di masyarakat antipolitik apartheid ke istana kepresidenan di Pretoria. Mereka adalah Desmond Tutu, Uskup Gereja Anglikan Pendeta Allan Boesak, Presiden Serikat Dunia Gereja-Gereja Pembaruan dan Pendeta Frank Chikane, Sekretaris Gereja-Gereja Dewan Afrika Selatan. De Klerk mengajak mereka mendiskusikan hak pilih bagi warga kulit berwarna. Tapi yang diajukan ketiga tokoh ini lebih jauh lagi. Mereka mengajukan daftar yang berisi 6 persyaratan yang harus dipenuhi pemerintahan De Klerk sebelum meningkat dalam negosiasi untuk mencapai reformasi dalam pemerintahan Afrika Selatan. Di antara keenam syarat itu yakni: UU Darurat yang sudah berjalan tiga tahun di negeri itu supaya dicabut. Begitu juga larangan terhadap organisasi Kongres Nasional Afrika beserta semua organisasi lainnya. Kemudian mereka juga menuntut agar semua tahanan politik dibebaskan. Juga pengampunan bagi narapidana yang dijatuhi hukuman mati. Pertemuan di Istana Pretoria selama tiga jam itu rupanya tak membawa hasil yang memuaskan. Adakah De Klerk akan mengubah citra apartheid di negeri ujung selatan Benua Afrika itu? Setidaknya ada kesangsian dari para pemimpin negeri Persemakmuran yang sedang bersidang di Kuala Lumpur terhadap De Klerk. De Klerk dituduh berubah lunak karena memang kepepet. Afrika Selatan sudah cukup kewalahan menghadapi sanksi ekonomi yang dilakukan negara-negara Persemakmuran. Kini utang negeri yang membedakan warna kulit itu mencapai US$ 20 milyar. Sementara itu, tahun depan negeri ini sudah harus menyediakan US$ 3,6 milyar untuk membayar cicilannya. Angka pengangguran warga kulit hitam sudah hampir mencapai 12%. Padahal, empat tahun lalu angka itu cuma 8%. Sementara itu, pendapatan kotor nasional terus menurun. Dibandingkan 1984, pendapatan nasional kini kurang dari separuhnya. Harga emas, logam mulia yang jadi andalan ekspor Afrika Selatan, harganya pun terus merosot. Dari 1980 ke 1985 harga merosot hampir setengahnya. Kemudian sedikit naik, tapi tahun ini sudah hampir sama dengan harga empat tahun yang lalu. Dan akibat sanksi ekonomi. PBB mencatat, pada 1980 masuk lebih dari 1.120 investor asing, kini tinggal sekitar setengahnya. De Klerk mungkin memang tak berniat mengubah politik rasialis Afrika Selatan. Ia sekadar mencari bantuan ekonomi. Buktinya, ia belum berani melepaskan Nelson Mandela, bapak perjuangan Afrika Selatan yang punya pengaruh besar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini