Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Moskow - Partai Final Piala Dunia 2018 di Rusia menyisakan kisah unik ketika pada pertengahan laga antara Prancis dan Kroasia terhenti setelah beberapa orang dari kelompok Pussy Riot berlari ke lapangan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca:
Tiga orang wanita dan seorang pria anggota kelompok aksi punk feminis Rusia Pussy Riot, yang mengenakan seragam ala kadet militer, menerobos masuk ke dalam lapangan pertandingan tepat pada menit ke 52.
"Bek Kroasia Dejan Lovren terlihat menangkap salah satu pelaku dan menariknya keluar lapangan bersama seorang polisi," begitu dilansir ABC, Senin, 16 Juli 2018.
Tak lama setelah kejadian itu, Pussy Riot merilis sebuah pernyataan di Facebook menjelaskan invasi ke lapangan itu sebagai protes terhadap tindakan polisi Rusia. Ini seperti penangkapan ilegal atas pengunjuk rasa dan membuat tuduhan kriminal tanpa alasan.
Pernyataan grup band perempuan ini juga menyesalkan penegak hukum Rusia karena dianggap gagal hidup sesuai dengan citra normal petugas polisi.
Baca:
Pussy Riot, yang sering memakai balaclavas berwarna cerah dan beberapa anggotanya telah menjalani hukuman penjara karena menampilkan lagu-lagu yang mengecam Presiden Vladimir Putin, ditahan dan diinterogasi polisi Rusia akibat aksinya ini.
Presiden Rusia, Vladimir Putin, Presiden Prancis, Emmanuel Macron dan Presiden Kroasia, Kolinda Grabar-Kitarovic, saat penyerahan gelar Piala Dunia 2018 di stadion Luzhniki, Moskow, Rusia, 15 Juli 2018. REUTERS/Darren Staples
Kelompok itu memusuhi Putin selama bertahun-tahun dan para anggota telah menjalani hukuman di penjara karena melancarkan berbagai protes besar-besaran.
Saat itu, Putin sedang menonton pertandingan itu, yang dimenangkan Prancis 4-2 atas Kroasia bersama rekannya dari Prancis, Kroasia, serta Presiden FIFA, Gianni Infantino.
Akibat aksinya itu Pusy Riot didakwa dengan pelanggaran hak penonton dan penggunaan ilegal lambang penegakan hukum. Kejahatan ini dapat dihukum dengan denda atau 160 jam layanan masyarakat.
Sebuah video beredar di media sosial Rusia setelah pertandingan itu muncul untuk menunjukkan dua pengunjuk rasa, masih mengenakan seragam polisi, diinterogasi dengan kasar di sebuah kantor polisi.
Saluran TV Internet, Dozhd, mengidentifikasi salah satunya sebagai Pyotr Verzilov, salah satu anggota paling menonjol dari kelompok itu.
Lalu terdengar seorang polisi mengancanya dengan pernyataan keras. "Saya kadang-kadang berharap sekrang 1937," kata polisi itu mengacu pada tahun di mana pembersihan keji Stalinis, seperti dilansir CBS News pada 15 Juli 2018.
Aksi Pussy Riot ini menjadi satu-satunya aksi portes yang tertangkap kamera selama perhelatan akbar Piala Dunia 2018 Rusia.