Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Menembus Babad Babilon

Masjid al-aqsha menurut al-quran dan yang ada di yerusalem. kenyataan masjid aqsha baru didirikan sekitar 710 masehi oleh khalifah abdul malik bin marwan.

19 Juli 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HANYA beberapa saat sebelum masuk bulan Ramadhan, ayat di atas masih acap terdengar dalam peringatan Isra Mi'raj sebuah perjalanan ilahiat Nabi Muhammad dari masjid di Mekah ke masjid lain di Yerusalem. Tapi di manakah persisnya Masjid Aqsha itu bahkan, bannan apa, di aman Nabi itu ? Kenyataannya Masjid Aqsha baru didirikan sekitar 710 Masehi -- oleh Khalifah Abdul Malik bin Marwan. Itu berarti sekitar 80 tahun sesudah wafat nabi. Dan karena ia bangunan baru, tak heran bila para ulama penafsir Quran maupun penulis sirah (riwayat) nabi seperti Sirab Ibnu Hisyam, mengartikan Masjidil Aqsha dalam ayat 1 Surah Bani Israil di atas sebagai Baitul Madis--alias Yerusalem keseluruhan. Nabi ber-isra dari Mekah ke "sesuatu tempat di Yerusalem". Tidak berarti ancar-ancarnya tak didapali-Ketika Khalifah umar bin Khathab masuk gerbang Yerusalem di tahun 17 Hijrah itu, oleh Patriarch Sophronius -- pembesar Gereja Orthodox yang menyerahkan kunci kota kepadanya--juga diantar jalan-jalan di Yerusalem. Yang ingin dilihat sang khalifah ialah batu karang (shskhrah) yang dahulu ada disebut Nabi ketika menuturkan peristiwa Isra beliau. Oleh imam agung itu sang penguasa baru dibawa ke Gereja Sion, juga ke Makam Keramat di Bukit Kuil (Temple Mount). Berdasar beberapa isyarat dari Nabi, Umar diriwayatkan menemukan batu itu di halaman Kuil Sulaiman--di tengah reruntuhan, sedikit terbenam dalam tanah. Sang khalifah sendiri bersama para pengikutnya lantas membersihkan batu yang berukuran sekitar 56 x 42 kaki itu. Sebagai penghormatan kepada tempat suci Sulaiman, Umar menyuruh bangunkan sebuah masjid sederhana di situ -- dengan catatan batu karang itu jangan dijadikan sasaran sujud jangan diletakkan di muka orang sembahyang. Dan di situ pulalah lebih 70 tahun kemudian Abdul Malik membangun Qubbatush Shakhrah/Kubah Karang) dan memunculkan sebuah masjid megah yang sama sekali baru bersegi delapan, bergaris menengah 152 kaki, sedang garis menengah kubah 66 kaki, konon dengan memanfaatkan pula model bangunan Yahudi dan Kristen. Tapi di mana Masjidil Aqsha? Di sebelah selatannya--jadi di arah kiblat -- sedang Masjid Aqsha sendiri juga menghadap ke selatan. Tapi masjid suci yang ketiga ini (sesudah yang di Mekah dan Madinah) rupanya tetap sebuah bangunan kuno yang tampak sangat tua, kukuh, dan bersahaja. Juga didirikan oleh Abdul Malik sesudah mendirikan masjid kubah tadil Masjid Aqsha memang lebih besar, tapi tampaknya tidak diberi perhatian pertama baik oleh Khalifah Umar maupun pembangunnya. Mungkin karena batu karang, yang dipercayai sebagai "pangkalan" mi'raj Nabi, lebih "menentukan". Tapi yang menarik, seperti dituturkan Al-Muqaddasi, batu itu juga penting bagi orang Yahudi di situ menurut mereka Ibrahim "menyembelih" putranya (Ishaq!) -- selain, entah bagaimana batu itu mereka angap punya hubungan dengan kapal Nuh, selain dengan Musa. Dan memang, lingkungan Masjid Aqsha maupun Nlasjid Umar (plus batu) itu sendiri merupakan lingkungan suci baik bagi Islam maupun Yahudi. Syahdan Nabi Daud, Raja Yudea itu sekitar tahun 1.000 s.M. menguasai Yerusalem dan membeli sebidang tanah -- untuk mendirikan sebuah kuil (masjid, menurut itilah Islam) seperti dipesankan oleh Jibrail. Pembangunannya kemudian diteruskan dengan sangat hebat oleh putranya, Sulaiman. Kira-kira 400 tahun kemudian, ketika Nabukhtanashshar (Nebukadnezar) dari Babilon menjarah seluruh kota, ia pun menghabiskan sama sekali bangunn suci itu. Dan seudah berulang kali mengalami kehancuran dan perbaikan, Abdul Malik di masa Islam masih memperkira-kirakan letaknya untuk "meneruskan" rumah ibadah Sulaimau yang besar itu. Tetapi bahwa ia terletak di tempat suci, memang, Di lingkungan yang setelah zaman Islam bernama Haram Asy-Syarif (Tempat Suci yang Mulia) itu, ada peninggalan lain yang disebut 'Singgasana Sulaiman'. Juga menurut satu sumber Islam di situ pernah berdiri Cereja Yustinian dan Gereja nashthanthin (Konstantin). Dan jangan lupa: antara gedung Museum Islam dan Kubah Karang, di pinggir barat, di situlah terdapat Ha-ithul Mabka alias Dinding Tangis -- yang dahulu didirikan untuk memperingati pemboyongan orang Yahudi dalam "nabad Babilon". Ayat Quran yang dikutip tadi punya kelanjutan, . . dari Masjid Al Haram ke Masjid Al Aqsha, yang telah Kami berkati sekelilingnya. Umat Nabi Muhammad di kala itu memang baru tahu, bahwa ternyata ada juga peninggalan yang harus dimuliakan di luar tanah mereka dan bahwa mereka sebenarnya tidak sendirian.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus