Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Tiada Kompromi Buat Jerusalem

Bagi begin, wilayah jerusalem timur, bagaikan judea dan samaria yang tak boleh lepas dari israel. status jerusalem akan ditentukannya secara sepihak & tak peduli pendapat dunia.

19 Juli 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Kami telah '.. mbali ke tanah suci ini, dan kami tidak akan pernah dipisahkan lagi dengannya." --Moshe Dayan. MENTERI Pertahanan Israel itu mengucapkan kata-kata ini beberapa saat setelah tentara Israel merebut Kota Tua Jerusalem dari tangan Jordania, 7 Juni 1967. Sekarang, ucapan Moshe Dayan ini semakin terasa gemanya. Terutama sejak Knesset (parlemen) memperdebatkan usul untuk memperluas ibukota negara itu. Hingga meliputi wilayah Jerusalem Timur dan Kota Tua yang diduduki Israel sejak perang '67 itu. Tapi maksud Israel untuk memperluas ibukotanya itu sempat menimbulkan protes. Dewan Keamanan PBB dalam resolusinya akhir Juni lalu mengutuk tindakan Israel itu. Selama ini walaupun tidak pernah diakui PBB, Israel mengklaim bahwa Jerusalem Timur merupakan satu kesatuan dengan Jerusalem Barat--wilayah yang menjadi ibukotanya sebelum 'Perang 6 Hari', Juni 1967. Namun status Jerusalem Barat sebagai ibukota tak sepenuhnya diakui oleh negara-negara yang punya hubungan diplomatik dengan Israel. Dari 45 negara hanya 21 negara yang menempatkan kedutaan besarnya di Jerusalem, termasuk Negeri Belanda dan negara Amerika Latin. Sedang AS tetap menempatkan kedutaan besarnya di Tel Aviv. Mungkin sebab itu pula, DK-PBB agak lebih mudah mencapai kata sepakat dalam mengeluarkan resolusinya yaitu dengan perbandingan suara 14 lawan 0. Sedang AS menyatakan blanko, meskipun Israel sangat mengharapkan AS memvetonya. "Kami menyayangkan keputusan Dewan Keamanan itu," kata Yigael Yadin, yang menjabat Perdana Menteri sejak Menachem Begin kena serangan jantung ringan akhir Juni. Ia menyesalkan sikap AS yang tidak memveto resolusi itu. "Bagaimana pun Jerusalem adalah ibu kota Israel, tidak akan ada yang bisa mengubahnya," ujar Yadin. Memang sejak sebelum terbentuknya negara Israel 14 Mei 1948, bangsa Yahudi ingin menguasai kembali seluruh Jerusalem Di situ terletak Bukit Kuil (Temple Mount) dan Dinding Tangis, tempat suci Judaisme (agama bangsa Yahudi) Namun keputusan PBB tahun 1947--yang menjadi dasar pembentukan Israel, menyatakan bagian tempat suci di Kota Tua itu sebagai zone internasional di bawah pengawasan Jordania. Sejak dahulu kala, Kota Tua itu terbagi 4 bagian yang disebut wilayah Muslim, wilayah Kristen, wilayah Armenian dan wilayahlhudi (lihat peta). Tahun 1948, Israel pernah mencoba merebut bagian wilayah Yahudi di Kota Tua itu. Namun berkat perlawanan yang keras dari tentara Jordania, pasukan Israel gagal untuk merebutnya. Dan kenyataan ini sempat membuat trauma para perwira Israel yang 19 tahun kemudian berhasil merebut seluruh bagian kota itu. Ketika tentara Jordania mulai menembaki Jerusalem Barat pada suatu pagi Juni '67, Israel melihatnya sebagai pertanda bahwa mimpi lama akan segera menjadi kenyataan. Dan pada hari kedua dari 'Perang 6 Hari' itu, Menachem Begin baru saja diangkat sebagai menteri dalam Kabinet Levi Eshkol, Ia merasa cemas mendengar siaran berita radio bahwa sedang diusahakan gencatan senjata antara Mesir, Jordania dan Israel. Khawatir kalau momentum untuk merebut Jerusalem hilang begitu saja, Begin pagi itu juga menelepon PM Levi Eshkol. Dan Eshkol segera memanggil Menteri Pertahanan Moshe Dayan untuk mengadakan pertemuan bertiga di Tel Aviv. Keluarlah keputusan yang berupa perintah, "jangan hanya mengepung, tapi serbu." Beberapa jam kemudian seluruh bagian Jerusalem jatuh ke tangan Israel. Buat bangsa Yahudi, Jerusalem bukan sekedar sebuah kota, atau ibukota. sejak terusirnya bangsa ini 2500 tahun lalu, generasi demi generasi memimpikan kembalinya Jerusalem. Bahkan dalam doa mereka sering diulang-ulang kalimat yang dikutip dari Perjanjian lama pada bagian pembuangan di Babilon "Jika saya melupakan-Mu, Oh Jerusalem, biarlah tangan kananku lupa akan kelihatannya". Sesuatu yang bernada sumpah. laka itu sejak awal perundingan Camp David yang disponsori AS, September '78, masalah Jerusalem adalah satu di antara materi sengketa Mesir-Israel. Mesir menghendaki Israel mundur dari wilayah Jerusalem Timur. Sementara Israel berpendipat Kota itu tetap menyatu di bawah Israel, dengan memberikan jaminan kepada setiap pemeluk agama bebas menggunakan tempat-tempat sucinya. Namun pada lanjutan perundingan soal otonomi Palestina, masalah yang menyangkut kota suci 3 agarna itu--Islam, Kristen dan Judaisme--tampaknya dihindari untuk dibicarakan secara eksplisit. Dan ketika Israel mengumumkan rencana perluasan ibukotanya, pertengahan Mei lalu, Presiden Anwar Sadat langsung memerintahkan supaya perundingan dihentikan. Ia rupanya begitu kecewa dengan sikap Israel yang di luar dugaannya. Tapi PM Menachem Begin sudah berulangkali mengaitkan nama wilayah Tepi Barat Jordania dan Jalur Gaza dengan nama Judea dan Samarria, seperti yang termuat dalam Perjanjian lama. Dengan menyebut Judea dan Samaria, Begin yang dikenal sebagai tokoh fanatik agama Yahudi itu, bermaksud untuk memberi arti historis sebagai 'tanah yang dijanjikan' kepada bangsa Yahudi. Terlepas dari perbedaan pengertian mengenai apa yang disebut otonomi, Israel tampaknya tidak akan pernah mernberi kesempatan pada bangsa Palestina untuk berpemerintahan sendiri, sebagaimana yang menjadi tuntutan Mesir. Dalam suatu pidatonya pada pertemuan Partai Likud beberapa bulan yang lalu, Begin mengemukakan bahwa keamanan di Judea dan Samaria mesti berada di tangan Israel, bukan di tangan siapa pun."Siapa saja yang menginginkan persetujuan dengan kita harus menerima prinsip im," ujarnya. Menyangkut Tepi Barat dan Jalur Gaza yang jadi kontroversi, bahkan pemerintah Begin mengumumkan dibukanya lagi pemukiman baru bagi orang Yahudi di kedua wilayah itu. Menurut rencana, sampai tahun 1983 akan dibangun 29 pemukiman baru di Tepi Barat. Artinya Israel bersengaja untuk tetap mempertahankan wilayah itu dalam kekuasaannya. Tapi tidak semua kekuatan politik di Israel mendukung tindakan Begin ini. Suatu gerakan yang menamakan dirinya 'Damai Sekarang' sejak 2 tahun lalu menghimb au pemerintah Israel untuk mengakhiri pendudukannya di Tepi Barat dan Jalur Gaza. Dan pada tahun '75, 350 perwira di Komando Cadangan mengirimkan surat terbuka kepada PM Begin yang meminta agar dihentikannya pemukiman orang Yahudi di wilayah Arab yang diduduki Israel. Bahkan bulan lalu gerakan 'Damai Sekarang' semakin menjuruskan aksinya ke arah pemerintahan Begin. Setelah berdemonstrasi selama seminggu gerakan itu berhasil mengumpulkan 40 ribu orang simpatisannya untuk suatu rapat umum di Tel Aviv. Mereka menuntur agar pemerintahan Begin segera mundur dan-mengadakan pemilihan umum secepatnya. Partai Buruh yang beroposisi juga jelas berbeda-sikap dengan Begin dalam menghadapi masalah Tepi Barat Sungai Jordan dan Jalur Gaza. Suatu kontak antara Partai Buruh dengan pemerintah Jordania ternyata sudah berlangsung. Hal ini diungkapkan oleh Shimon Peres, Ketua Partai Buruh yang akan menjadi saingan Begin dalam pemilu tahun depan. "Kami bakal siap untuk memberikan kesempatan kepada Jordania dan bangsa Palestina membentuk pemerintahan sendiri di Tepi Barat dan wilayah yang padat dengan penduduk Arab," kata God Yaacobi, seorang arsitek dari usul Partai Buruh ini. Sikap ini tentu saja bertentangan dengan pendapat kaum agama yang mengangap Tepi Barat adalah 'tanah pemberin Tuhan', milik bangsa Yahudi sejak zaman Ibrahim. Bahkan partai ini berpendapat bahwa masalah Palestina haruslah dipecahkan melalui jalan komprmi dengan Jordania. Namun mengenai status ibukota Jerusalem, termasuk rencana untuk meluaskannya, semua partai sependapat dengan Begin. Dan akhir Juni lalu, suatu komite di Knesset yang membicarakan usul perluasan itu memberikan persetujuannya. Artinya usul tersebut sedang dalam proses untuk diumumkan sebagai undang-undang. Bila itu terjadi, resmilah Kota Tua itu menjadi wilayah Israel. MENLU Inggris Lord Carrington pekan lalu mengecam rencana pemindahan kantor PM Israel ke Jerusalem Timur. Mendengar kecaman itu PM Bagin langsung menjawab bahwa Carrington tidak mempunyai hak untuk mencampuri urusan Israel. Bagaimana tentang alternatif untuk menjadikan Jerusalem sebagai zone internasional sebagaimana yang diusulkan Paus John Paul II? Itu tampaknya tidak digubris Israel. Dalam pernyataannya akhir Juni, Menteri Luar Negeri Vatikan memperingatkan bahwa setiap usaha sepihak untuk mengubah status kota Jerusalem adalah sesuatu yang berbahaya. Ia menghimbau agar dalam menentukan masa depan Jerusalem hendaklah mengikut sertakan kalangan Kristen, Yahudi dan Islam. Vatikan cemas akan nasib Jerusalem terutama sejak adanya rencana perluasan ibukota Israel itu. Pernyataan Menlu Vatikan itu sangat erat hubungannya dengan resolusi DK-PBB. Tapi jauh sebelum itu Konperensi Menlu Negara Islam di Islamabad Mei lalu, juga telah menyampaikan resolusinya yang menguuk maksud Israel itu. Sikap negara Islam ini tampaknya semakin dipertegas dalam Konperensi Menlu Negara Islam yang diadakan di Amman, Jordania, pekan lalu. Mereka mendesak negara-negara yang mempunyai hubungan diplomatik dengan Israel untuk memindahkan kedutaan besarnya dari Jerusalem. Bila hal ini tidak digubris, negara-negara Islam akan mengenakan sanksi. Yaitu berupa pemutusan hubungan diplomatik. Konperensi ini diadakan atas usul organisasi Pembebasan Palestina (PLO) untuk menyatukan pendapat dunia Islam dalam sidang MU-PBB yang akan membicarakan lagi masalah Palestina pada 22 Juli Dalam membuka konperensi itu, Raja Husein dari Jordania mencela aksi Israel yang menduduki wilayah Palestina. "Pengembalian kedaulatan Jerusalem adalah kunci penyelesaian yang adil," katanya. Dalam konferensi yang di hadiri 2 negara Islam itu, termasuk Indonesia, suara Pakistan cukup keras menghantam Israel. Menlu Agha Shahi dari Pakistan menuduh Israel mengabaikan sepenuhnya resolusi yang dikeluarkan masyarakat internasional. Ia juga mengatakan bahwa rencana perluasan ibukota Israel itu bertujuan untuk menjadikan mimpi Zionis yaitu terbentuknya Israel Raya menjadi kenyataan, dengan mengorbankan bangsa Arab. Memang, dengan munculnya masalah Jerusalem ini perjanjian Camp David menjadi semakin kelabu. Apalagi dengan adanya resolusi DK-PBB. Karena bagaimana pun Israel jelas menganggap bahwa perundingan adalah semacam sasaran untuk pada akhirnya tetap mempertahankan wilayah yang didudukinya. Sesuatu yang ironi, paling tidak buat Mesir yang selama ini percaya bahwa penyelesaian damai di Timur Tengah hanya bisa dicapai dengan jalan perundingan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus