Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pajak
Target Penerimaan Pajak Naik
PENERIMAAN pajak tahun ini dipatok meningkat Rp 1,7 triliun dari target yang sebelumnya dipatok dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2010 yang diajukan pemerintah.
Menurut Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Anggito Abimanyu, target penerimaan pajak naik menjadi Rp 599,1 triliun dari sebelumnya Rp 597,4 triliun. Target dinaikkan lantaran beberapa asumsi makroekonomi diubah sesuai dengan kesepakatan pemerintah dengan anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
Beberapa asumsi makroekonomi adalah target pertumbuhan ekonomi dinaikkan dari 5,5 persen menjadi 5,8 persen. Inflasi diturunkan menjadi 5,3 persen dari semula 5,7 persen. Asumsi nilai tukar rupiah Rp 9.300 per dolar Amerika Serikat dari semula Rp 9.500 per dolar. Harga minyak mentah juga dikoreksi menjadi US$ 80 per barel dari usulan awal US$ 77.
Anggito mengatakan tambahan terbesar berasal dari pajak penghasilan (PPh), terutama PPh pribadi Rp 700 miliar. Adapun tambahan PPh badan dipatok sekitar Rp 1,2 triliun. "Meski penerimaan PPh naik, pemasukan dari pajak pertambahan nilai akan berkurang Rp 200 miliar," ujarnya.
Perbankan
Mandiri Tambah Modal Syariah
BANK Mandiri berencana menambah modal Bank Syariah Mandiri hingga Rp 100 miliar tahun ini. Suntikan dana segar itu akan membuat unit usaha syariah bank beraset terbesar di Indonesia ini semakin leluasa berekspansi.
Menurut Chief Financial Officer Bank Mandiri Pahala N. Mansyuri pekan lalu, dengan tambahan dana itu, rasio kecukupan modal Bank Syariah Mandiri bisa mencapai 12 persen. "Ekspansi menjadi lebih mudah," katanya. Dua tahun lalu, Bank Mandiri juga menambah modal anak perusahaannya itu Rp 200 miliar.
Pahala menjelaskan, tambahan modal itu juga dilakukan untuk melindungi risiko operasi Bank Syariah Mandiri. Hingga 2011, Bank Mandiri ingin menambah suntikan dana hingga Rp 300 miliar.
Sengketa Utang-Piutang
Aset Timor Akan Disita
MASALAH utang-piutang antara pemerintah dan PT Timor Putra Nasional terus berlanjut. Pemerintah kembali menagih sisa utang Rp 2,4 triliun hasil fasilitas kredit Bank Bumi Daya-kini Bank Mandiri-kepada perusahaan otomotif tersebut.
Nilai utang itu merupakan sisa dari total kredit Rp 4,05 triliun. Tapi kredit Timor menjadi macet karena perusahaan milik Tommy Soeharto tersebut kesulitan melunasi utang. Pada 31 Maret 1999, utang macet Timor dialihkan ke Badan Penyehatan Perbankan Nasional. Lembaga penyehatan perbankan itu menjual aset kredit tersebut kepada PT Vista Bella Pratama pada April 2003.
Menurut juru bicara Kementerian Keuangan, Harry Z. Soeratin, Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Jakarta V telah menagih piutang tersebut kepada Timor. Lembaga itu juga sudah mengeluarkan penetapan jumlah piutang negara dan menerbitkan surat paksa. "Proses penyitaan aset juga telah disiapkan," katanya di Jakarta pekan lalu. Aset yang terancam disita antara lain empat bidang tanah seluas 125 hektare di Kecamatan Cikampek, Kabupaten Karawang, Jawa Barat.
Pengacara Hutomo Mandala Putra, Otto Cornelis Kaligis, heran pemerintah mengutak-atik masalah piutang Timor. Utang-piutang tersebut, kata dia, sudah lama tuntas. "Kami tidak pernah menerima pemberitahuan sisa utang itu."
Otomotif
General Motors Bayar Talangan
SETELAH nyaris kolaps, pabrikan mobil terbesar di Amerika Serikat, General Motors, mulai bangkit. Selasa pekan lalu, perusahaan yang berbasis di Detroit itu melunasi dana talangan (bailout) pemerintah Amerika dan Kanada US$ 5,8 miliar. Menurut Ed Whitacre, Chief Executive Officer GM, upaya ini menunjukkan perbaikan yang dicapai perusahaannya. "Kemampuan kami untuk membayar pinjaman kurang dari setahun, berarti perbaikan telah berjalan," katanya, seperti dikutip kantor berita Reuters.
Dana US$ 4,7 miliar dikembalikan ke pemerintah Abang Sam dan US$ 1,1 miliar kepada pemerintah Kanada. Dengan pembayaran ini, General Motors sudah melunasi US$ 8,4 miliar dari total dana bailout US$ 52 miliar dari pemerintah Amerika dan US$ 9,5 miliar dari pemerintah Kanada. Pembayaran ini juga tercatat lebih cepat lima tahun dari jangka waktu yang ditentukan.
Pada Juni tahun lalu General Motors mendapat suntikan dana US$ 61 miliar atau sekitar Rp 579,5 triliun untuk mencegah kebangkrutan dan belitan utang. Hingga saat ini, produsen otomotif terbesar di Amerika ini masih memiliki utang US$ 45,3 miliar kepada pemerintahnya dan US$ 8,1 miliar kepada pemerintah Kanada.
Kehutanan
Produk Raja Garuda Terancam
SETELAH minyak sawit produksi Grup Sinar Mas, kini giliran produk pulp dan kertas yang dihasilkan Grup Raja Garuda Mas terancam ditolak konsumen di luar negeri. Ancaman itu muncul gara-gara PT Riau Andalan Pulp & Paper, unit usaha Raja Garuda Mas, belum bisa mendapatkan sertifikat pengelolaan hutan yang memenuhi standar internasional.
SmartWood, lembaga independen internasional yang menangani sertifikasi pengelolaan hutan Riau Andalan, menyebutkan perusahaan milik Sukanto Tanoto itu gagal memenuhi standar minimum sertifikasi dari Forest Stewardship Council. Bahkan Riau Andalan dituding melanggar larangan membuka hutan untuk bahan baku kertas, merusak hutan dan rawa gambut, serta bermasalah dengan masyarakat adat. "Permohonan sertifikasi ditunda berdasarkan hasil audit lapangan Desember 2009 dan informasi para pemangku kepentingan," papar SmartWood dalam rilisnya pekan lalu.
Presiden Direktur Riau Andalan Kusnan Rahmin akan meminta klarifikasi dari SmartWood. "Kami senantiasa memegang komitmen mengelola hutan, termasuk melindungi hutan dan kawasan konservasinya," katanya. Sebenarnya, pada Desember 2008, SmartWood telah menyampaikan hasil audit yang menyatakan Riau Andalan lulus dengan beberapa syarat. Tapi syarat itu tak terpenuhi. SmartWood masih memberikan kesempatan Riau Andalan mengajukan sertifikasi kembali.
Perdagangan
Impor Barang Elektronik Cina Melonjak
IMPOR produk elektronik asal Cina melonjak pada Maret tahun ini. Data Sucofindo menyatakan nilai impor produk elektronik dari Negeri Tirai Bambu pada Maret lalu mencapai US$ 93,39 juta atau naik 88,7 persen dibanding periode yang sama tahun lalu, US$ 49,49 juta. Sebaliknya, nilai impor produk elektronik dari negara-negara ASEAN selama Maret justru turun drastis menjadi US$ 58,8 juta dibanding Maret tahun lalu, US$ 99,7 juta.
Direktur Utama PT Sucofindo (Persero) Arief Safari mengatakan terlalu dini bila disebutkan kenaikan impor barang elektronik Cina akibat realisasi perdagangan bebas. Angka dari triwulan keempat tahun lalu hingga triwulan pertama tahun ini belum bisa dibandingkan. Alasannya, impor-ekspor memiliki musimnya. Pada triwulan keempat, impor biasanya tinggi. "Kenaikan impor terjadi karena pada tahun lalu ada tekanan akibat dampak krisis keuangan global, sedangkan pada tahun ini perekonomian mulai pulih," kata Arief di Jakarta pekan lalu.
Secara total, selama Maret, nilai lima produk tertentu asal Cina naik 67,3 persen menjadi US$ 100,56 juta dibanding pada Maret 2009 US$ 60,11 juta. Lima produk tertentu itu antara lain mainan anak-anak, garmen, alas kaki, elektronik, serta makanan dan minuman. Lonjakan impor terbesar pada produk elektronik.
Industri Penerbangan
Tarif Baru Maskapai
PEMERINTAH memberlakukan tarif batas atas baru untuk pesawat kelas ekonomi mulai akhir Mei. Direktur Jenderal Perhubungan Udara Herry Bakti S. Gumay mengatakan Menteri Perhubungan telah menandatangani revisi keputusan menteri. "Tinggal penyempurnaan di Biro Hukum Kementerian," kata Herry di Jakarta pekan lalu.
Revisi Keputusan Menteri Nomor 9 Tahun 2002 tentang tarif batas atas mulai dibahas sejak akhir tahun lalu. Pemicunya permintaan Komisi Pengawas Persaingan Usaha untuk memasukkan biaya pengganti bahan bakar (fuel surcharge) ke dalam komponen tarif. Komisi menilai maskapai melakukan kartel dalam penetapan fuel surcharge.
Herry menjelaskan, sosialisasi peraturan baru akan berlangsung selama sebulan. Ini agar maskapai mempunyai waktu untuk menyesuaikan diri dengan peraturan baru, misalnya menyiapkan perangkat lunak sistem komputerisasi penjualan tiket. Maskapai juga diminta mengajukan kategori pelayanan kepada pelanggan.
Investasi Global
Goldman Sachs Bersaksi di Senat
SENAT Amerika Serikat memanggil manajemen Goldman Sachs Group Inc. Institusi keuangan terbesar di Negeri Abang Sam itu akan dimintai keterangan soal tuduhan menipu investor. Kantor berita Bloomberg melansir Chief Executive Officer Goldman Sachs Lloyd Blankfein dan Fabrice Tourre-bankir lembaga itu-dijadwalkan hadir dalam rapat dengar pendapat, Selasa pekan ini, sebelum pertemuan Senate Permanent Subcommittee on Investigations.
Tourre, menurut sumber Bloomberg, bersedia memberikan kesaksian. Ada kemungkinan ia akan bertahan bahwa tindakannya benar. Pemanggilan Senat tersebut merupakan buntut gugatan badan pengawas pasar modal Amerika-Securities and Exchange Commission (SEC)-terhadap Goldman Sachs ke pengadilan New York, dua pekan lalu. Lembaga ini dituduh berbohong, pada awal 2007, saat menawarkan produk surat utang berjaminan surat utang lain.
Produk collateralized debt obligation Goldman bernama Abacus. Akibatnya, investor merugi hingga US$ 1 miliar. "Tourre satu-satunya nama di kasus SEC yang bertanggung jawab dalam penerbitan dan pemasaran Abacus 2007-AC1," demikian laporan keberatan SEC.
Alasannya, pria 31 tahun itu tidak menjelaskan adanya Paulson & Co., hedge fund milik miliarder John Paulson, sebagai konsultan yang membantu memilih aset untuk portofolio Abacus. Padahal posisi Paulson berlawanan. Ia memperkirakan harga aset berbasis aset subprime akan anjlok.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo