ADA "Tiananmen mini" di kampus Universitas Beijing. Tanpa mempedulikan pengawasan ketat pemerintah, sekitar pukul 11.00 malam Ahad 3 Juni kemarin, sekitar 3.000 mahasiswa berkumpul mengenang demonstrasi prodemokrasi, yang berakhir dengan pembantaian para demonstran, setahun lalu. Menurut berita yang dimonitor di Tokyo, aksi protes itu dimulai puluhan mahasiswa pascasarjana yang memukul-mukul panci makan. Langsung hal itu disambut oleh mahasiswa yang lain dengan lemparan botol dan koran-koran yang dibakar ke luar jendela. Teriakan untuk berkumpul di luar asrama. Segera berkumpul sekitar 1.000 orang, yang sambil berjalan terus-menerus melemparkan botol kecil, dan setiap botol pecah, mereka bersorak-sorak. Botol kecil dalam bahasa Cina adalah xiao ping, yang bunyinya sangat mirip dengan nama kecil Deng Xiaoping, orang yang paling berkuasa di Cina sekarang ini, meski secara formal ia sudah mundur dari birokrasi. Setelah itu, sambil bernyanyi-nyanyi mereka berkeliling kampus. Dalam gerakan keliling itu barisan tambah menggembung karena banyak yang bergabung. Para pejabat kampus yang takut akan ulah mereka mencoba memperingatkan agar mereka "menggunakan akal sehat". Tapi tak digubris. Sementara itu, di luar kampus puluhan mobil polisi bersiaga, sejumlah polisi siap dengan senjata otomatis di tangan. Di luar dugaan, peringatan ramai-ramai ini berakhir damai -- setidaknya sampai Senin dini hari, ketika mahasiswa membubarkan diri. Aksi demo tak merembet ke luar kampus, polisi tak mencoba mengintervensi mereka. Menurut harian Yomiuri, seorang mahasiswa berpidato dan menyerukan yel-yel, "Adakan pemilihan anggota-anggota Kongres Rakyat Nasional, swastakan perusahaan-perusahaan negara, berikan pabrik kepada kaum buruh dan tanah kepada petani!" Menurut kantor berita Kyodo, polisi memukuli beberapa wartawan asing yang berusaha meliput peristiwa itu. Sementara itu, Senin, 4 Juni, bertepatan dengan tanggal satu tahunnya pembantaian Tiananmen, Kota Praja Beijing membuat kesibukan yang menurut rakyat "menggelikan". Dengan alasan melatih para sopir yang akan bertugas di Asian Games bulan September nanti, Lapangan Tiananmen ditutup untuk umum. Lebih dari 2.000 bis dan sedan sudah berada di sana sejak pagi sekali, sehingga tak memungkinkan orang bergerak bebas. Lapangan raksasa itu sehari sebelumnya juga ditutup untuk memperingati HUT ke-150 pecahnya Perang Candu (Yapian Zhanzheng), tahun dimulainya agresi Barat di Cina. Agaknya, peringatan yang baru pertama kalinya diadakan ini, selain untuk mengalihkan perhatian, juga untuk mengingatkan rakyat agar tetap siaga terhadap "subversi" asing. Para pemimpin Cina berkali-kali menyampaikan sinyalemen keterlibatan "anasir asing" dalam gerakan mahasiswa prodemokrasi. Singkat kata, semua saluran yang dapat dipakai untuk melepaskan kesebalan telah disumbat dengan ketat. Toh ada saja yang mencoba-coba. Minggu pagi kemarin, seorang laki-laki berusia 40-an tahun ditangkap polisi. Ia berkeliaran di sekitar Tiananmen sambil membawa plakat berwarna kuning yang tak sempat terbaca. Sebelum itu, lima orang lelaki juga kena ciduk lantaran dicurigai akan mengadakan aksi protes. Peringatan Pembantaian Tiananmen yang tanpa halangan, tentu saja, yang berjalan di luar Cina. Di Hong Kong sekitar 250 ribu orang mengadakan pawai protes. "Keramaian" yang sama juga berlangsung di Selandia Baru. Di Washington, Cai Ling, pemimpin mahasiswa yang lolos ke luar negeri, mengucapkan pidato singkat di muka kerumunan sekitar 2.000 orang, untuk kemudian menghilang. Seiichi Okawa (Tokyo) dan ADN
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini