Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Untuk pertama kalinya setelah dua tahun lebih Pemerintah Yaman dan Pemberontak Houthi berperang dan membahas negosiasi damai yang gagal, keduanya kembali memulai membahas langkah perdamaian di Swedia setelah krisis kemanusiaan merenggut setengah populasi Yaman akibat perang dan blokade ekonomi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kedua pihak yang berselisih menggelar pembicaraan damai di sebuah kastil di Swedia, Kastil Johannesberg di Rimbo, pada Kamis 6 Desember, menurut laporan National Public Radio (NPR) pada 7 Desember 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Utusan Khusus PBB yang mensponsori pertemuan memilih kastil di Rimbo, sekitar 50 kilometer dari ibu kota Stockholm.
"Masa depan Yaman ada di ruangan ini," kata Martin Griffiths, Utusan PBB untuk Yaman pada pembukaan pertemuan, dikutip dari Aljazeera.
Krisis kemanusiaan terburuk dalam sejarah manusia modern telah menarik mata dunia ke Yaman.
Pihak yang terlibat dalam perang Yaman telah membuat 22 juta orang Yaman membutuhkan bantuan kemanusiaan belum lagi infrastruktur yang hancur akibat bombardir pesawat tempur atau senjata lain. Kedua kubu yang terlibat negosiasi Swedia, Pemerintah Yaman dan Houthi, bukan hanya yang terlibat dalam perang Yaman, namun pihak lain juga bertempur dengan agenda masing-masing dan berikut faksi yang bertempur di Yaman, dilansir dari Reuters.
KELOMPOK HOUTHI
Pada akhir 1990-an, keluarga Houthi di utara Yaman membentuk gerakan kebangkitan agama yang melibatkan sekte Islam Zaydi Syiah, yang pernah memerintah Yaman tetapi wilayah utaranya terpinggirkan.
Ketika gesekan dengan pemerintah tumbuh, mereka bertempur dalam serangkaian perang gerilya dengan tentara nasional dan konflik perbatasan singkat dengan Arab Saudi. Mereka membangun hubungan dengan Iran, tetapi tidak jelas seberapa dalam hubungan berlangsung.
Ratusan pendukung gerakan Houthi dan mantan Presiden Ali Abdullah Saleh berkumpul saat memperingatai dua tahun intervensi militer koalisi Saudi di Sanaa, Yaman, 26 Maret 2017. Perang telah menewaskan sedikitnya 4.773 warga sipil dan melukai lebih dari 8.000. REUTERS/Khaled Abdullah
Sejak merebut ibu kota, Sanaa, pada 2014, Houthi telah mengandalkan bagian dari birokrasi yang ada untuk memerintah. Strategi jangka panjang mereka tidak jelas.
PASUKAN PENDUKUNG PRESIDEN SALEH
Ali Abdullah Saleh mengambil alih kekuasaan di Yaman utara pada 1978 dan setelah bersatu dengan selatan pada 1990, ia tetap menjabat presiden. Dia bergabung dengan tokoh penting suku untuk mendominasi negara, menempatkan klannya di posisi kunci di militer dan ekonomi, yang kemudian mendorong tuduhan korupsi dan kronisme.
Ketika mantan sekutu mulai mengabaikannya selama peristiwa Arab Spring, memaksanya turun dari jabatan. Kemudian Saleh bergabung dengan mantan musuhnya, Houthi, dan membantu mereka merebut Sanaa.
Foto yang diambil dari video (kiri) itu menunjukkan jasad yang menyerupai mantan Presiden Yaman, Ali Abdullah Saleh yang dibalut selimut, di Sanaa, Yaman, 4 Desember 2017. Saleh dilaporkan tewas dalam pertempuran dengan mantan sekutunya, pemberontak Houthi. REUTERS
Terlepas dari perbedaan mereka, mereka memerintah Yaman hingga tahun lalu. Kemudian Saleh melihat kesempatan untuk mendapatkan kembali kekuasaan dengan melawan Houthi tetapi terbunuh saat mencoba melarikan diri.
Ketika Saleh berganti sisi, begitu pula beberapa komandan dan pasukan yang setia kepadanya. Mereka sekarang berperang melawan bekas sekutu Houthi di bawah pimpinan keponakan presiden, Tarek, seorang jenderal angkatan darat yang memiliki hubungan dengan Uni Emirat Arab.
PASUKAN PEMERINTAH PRESIDEN HADI
Seorang jenderal di Yaman selatan sebelum unifikasi, Abdurabuh Mansour Hadi mendukung Saleh selama perang sipil 1994. Setelah mengalahkan separatis, Saleh menunjuk Hadi sebagai wakil presiden.
Ketika Saleh dijatuhkan, Hadi terpilih untuk masa jabatan dua tahun pada 2012 untuk mengawasi transisi menuju demokrasi dengan konstitusi baru dan pemilihan baru yang dijadwalkan pada 2014.
Putra Mahkota, Mohammed Bin Salman bertemu dengan Presiden Yaman Abdrabbo Mansour Hadi. dailymail.co.uk
Hadi telah berselisih dengan sekutu penting Arab Saudi dan Uni Emirat Arab, karena aliansinya dengan partai Islah yang Islami. Hal ini dilihat sebagai cabang Ikhwanul Muslimin, yang telah dicap oleh Riyadh dan Abu Dhabi sebagai organisasi teroris.
Pasukan Hadi berupaya untuk menguasai pelabuhan selatan Aden, tempat sementara pemerintah, di mana pengaruh separatis selatan yang didukung UEA telah tumbuh.
SEPARATIST SELATAN
Setelah kemerdekaan dari Inggris, Yaman Selatan menjadi satu-satunya negara Komunis di Timur Tengah, tetapi mengalami pertikaian terus-menerus. Diperkuat runtuhnya Uni Soviet, ia bersatu dengan Pro Saleh di Yaman Selatan pada tahun 1990.
Ketika semakin jelas sebagian besar kekuatan berada di tangan kelompok utara, pemimpin selatan yang lama mencoba melepaskan diri pada 1994, tetapi dengan cepat dipadamkan oleh tentara Saleh, yang merebut kota Aden. Banyak orang selatan telah mengeluh meningkatnya marjinalisasi ekonomi dan politik.
Dipimpin oleh jenderal yang berbasis di Abu Dhabi, Aidaro al-Zubaidi, separatis merebut pelabuhan selatan Mukalla dari Al Qaeda dan Aden dari Houthi pada 2015. Mereka memiliki lebih dari 50.000 pejuang, bersenjata dan dilatih oleh UEA.
AL QAEDA DI SEMENANJUNG ARAB
Dibentuk oleh anggota kelompok jihadis global yang telah melarikan diri dari penjara di Yaman dan rekan-rekan mereka yang melarikan diri dari Arab Saudi, Al Qaeda di Semenanjung Arab menjadi salah satu cabangnya yang paling kuat.
Al Qaeda mengambil keuntungan dari kekacauan Arab Spring untuk menciptakan negara-negara kecil di wilayah timur jauh dan meluncurkan banyak serangan berdarah yang melemahkan pemerintahan transisi Hadi.
Selama perang saudara, Al Qaeda telah melakukan serangan terhadap kedua belah pihak. Kekacauan berkepanjangan di Yaman akan memberikan lebih banyak ruang untuk mengkonsolidasikan dan merencanakan serangan di luar negeri.
KOALISI ARAB
Arab Saudi menganggap Houthi sebagai kaki tangan Iran, saingan regional terbesarnya, dan ingin menghentikan Teheran mendapatkan keuntungan dari konflik di Yaman.
Pasukan kerajaan Saudi telah dikerahkan di sepanjang perbatasan dan di beberapa provinsi Yaman tetapi sebagian besar mengandalkan serangan udara terhadap daerah-daerah yang dikuasai Houthi. Arab Saudi juga menyediakan basis di pengasingan untuk Hadi dan dukungan logistik untuk pertempuran darat di Yaman utara.
Gambar dari rekaman video yang diperoleh dari Arab 24 memperilhatkan pasukan yang dipimpin koalisi Arab berkumpul untuk merebut kembali bandara internasional kota pelabuhan Hodeida, Yaman, dari pemberontak Syiah Houthi pada Sabtu, 16 Juni 2018.[Arab 24 via AP]
Uni Emirat Arab, yang juga mendukung rencana transisi 2012, adalah anggota utama lain dalam koalisi pimpinan Saudi. UEA ingin mencegah militansi Islam yang tumbuh di Yaman dan menganggap pelabuhan negara itu penting secara strategis. Sebelumnya UEA telah mengerahkan beberapa pasukan darat namun menderita kekalahan.
Akhirnya UEA lebih fokus pada mempersenjatai dan melatih puluhan ribu warga Yaman, sebagian besar dari provinsi selatan, untuk mendapatkan pengaruh.
Negara-negara lain dalam koalisi tidak terlalu terlibat, meskipun Sudan telah menempatkan sejumlah pasukan di darat.
IRAN
Iran mendukung Houthi sebagai bagian dari poros perlawanan regionalnya, dan gerakan tersebut telah mengadopsi elemen-elemen ideologi revolusioner Teheran.
Arab Saudi dan sekutunya menuduh Iran mempersenjatai dan melatih Houthi, namun sejauh mana hubungan itu masih diperdebatkan dan Iran membantah menyalurkan senjata ke Yaman untuk Houthi.