Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pada Kamis, 16 Januari 2025, pemimpin milisi Houthi akan memantau pelaksanaan kesepakatan gencatan senjata Gaza antara Israel dan Palestina yang bertujuan untuk mengakhiri perang di Gaza. Houthi akan melanjutkan serangan terhadap kapal atau Israel jika kesepakatan itu dilanggar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dikutip dari Jerusalem Post, Houthi telah lama menyatakan akan menghentikan operasi ini jika konflik yang berlangsung selama 15 bulan berakhir. Sejak perang meletus pada 7 Oktober 2023, Houthi telah menargetkan kapal-kapal menggunakan rudal balistik dan drone di perairan dekat pantai Yaman untuk menunjukkan solidaritas mereka dengan Palestina. Gencatan senjata ini diharapkan mulai berlaku pada hari Minggu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kami akan terus memantau perkembangan di Palestina selama tiga hari sebelum berlakunya kesepakatan Gaza. Jika pembantaian Israel berlanjut, kami akan melanjutkan operasi kami," kata Abdul Malik al-Houthi dalam pidato yang disiarkan televisi.
Houthi telah melakukan lebih dari 100 serangan terhadap kapal sejak November 2023, menenggelamkan dua kapal, menyita satu lagi, dan menewaskan sedikitnya empat pelaut. Intensitas serangan ini telah mengganggu pengiriman global dan mendorong perubahan rute.
"Pada tahap mana pun di mana agresi menyimpang dari kesepakatan, kami akan siap memberikan dukungan militer kepada saudara-saudara kami di Palestina," kata Abdul Malik al-Houthi.
Houthi, yang menguasai sebagian besar wilayah Yaman, termasuk ibu kota Sanaa sejak merebut kekuasaan pada akhir 2014, juga telah meluncurkan rudal dan drone ke arah Israel, yang berjarak ratusan kilometer di utara. Israel telah merespons dengan menyerang wilayah-wilayah Houthi dalam beberapa kesempatan, termasuk pekan lalu ketika pesawat tempurnya membom dua pelabuhan dan sebuah stasiun pembangkit listrik.
Gencatan Senjata Gaza Antara Israel-Palestina
Kabinet keamanan Israel telah merekomendasikan untuk menyetujui gencatan senjata Gaza dan kesepakatan pengembalian sandera yang dimulai pada Minggu, 19 Januari 2025. Jika berhasil, gencatan senjata akan menghentikan pertempuran antara Hamas dan pasukan Israel yang telah menghancurkan sebagian besar wilayah Gaza yang sangat padat.
Perang ini telah menewaskan lebih dari 46.000 orang, dan membuat sebagian besar penduduk daerah kantong yang berpenduduk 2,3 juta jiwa sebelum perang itu mengungsi beberapa kali lipat, menurut otoritas setempat.
Kesepakatan ini juga dapat meredakan permusuhan di Timur Tengah, di mana perang Gaza menyebar ke Iran dan proksi-proksi mereka - Hizbullah Lebanon, Houthi Yaman, dan kelompok-kelompok bersenjata di Irak, serta Tepi Barat yang diduduki Israel.
Pada tahap pertama enam minggu dari kesepakatan tiga tahap, Hamas akan membebaskan 33 sandera Israel, termasuk semua wanita (tentara dan warga sipil), anak-anak, dan pria berusia di atas 50 tahun.
Israel akan membebaskan semua perempuan dan anak-anak Palestina di bawah usia 19 tahun yang ditahan di penjara-penjara Israel pada akhir tahap pertama. Jumlah total warga Palestina yang dibebaskan akan bergantung pada jumlah sandera yang dibebaskan, dan bisa jadi antara 990 hingga 1.650 warga Palestina, termasuk pria, wanita, dan anak-anak.
Kesepakatan gencatan senjata muncul pada Rabu setelah dimediasi oleh Qatar, Mesir dan Amerika Serikat, pendukung utama Israel. Selain pembebasan para sandera dan tahanan Palestina, kesepakatan tersebut juga mencakup penarikan pasukan Israel secara bertahap dari Gaza.
Ida Rosdalina berkontribusi dalam penulisan artikel ini.