Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
YANGON - Otoritas Myanmar meminta militer melancarkan operasi untuk menumpas pemberontak etnis Rakhine di balik serangan mematikan di empat kantor polisi pada pekan lalu. Juru bicara pemerintah Myanmar, Zaw Htay, mengatakan bahwa pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi, Presiden Win Myint, dan anggota kabinet lainnya bertemu dengan para pemimpin militer, termasuk kepala militer, Jenderal Min Aung Hlaing, untuk membahas urusan luar negeri dan keamanan nasional. "Kantor Presiden telah menginstruksikan militer melancarkan operasi untuk menumpas para teroris," ujar Zaw Htay dalam keterangan pers di Naypyitaw, ibu kota Myanmar, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seruan untuk penyerangan ini bermula dari insiden yang terjadi pada Jumat pekan lalu. Kelompok gerilyawan, yang dikenal sebagai Arakan Army, menewaskan 13 polisi dan melukai sembilan orang dalam serangan di empat pos polisi. Menurut media pemerintah, peristiwa itu terjadi ketika Myanmar merayakan Hari Kemerdekaan. Kondisi keamanan di Negara Bagian Rakhine bermasalah sejak militer menyerang kelompok milisi Rohingya pada pertengahan Agustus 2017. Serangan itu menyebabkan sekitar 700 ribu warga minoritas etnis Rohingya melarikan diri ke Bangladesh.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Zaw Htay menggambarkan Arakan Army sebagai "organisasi teroris" yang dapat mengguncang Rakhine hingga bertahun-tahun mendatang. Dia memperingatkan warga Myanmar agar tidak memberikan dukungan. "Apakah mereka ingin melihat siklus kekerasan yang berlangsung puluhan tahun? Saya ingin memberi tahu orang-orang Rakhine yang mendukung (Arakan Army): Jangan berpikir tentang dirimu sendiri, tapi pikirkan generasi selanjutnya," ujar dia.
Juru bicara Arakan Army mengatakan, kelompok mereka menyerang pasukan keamanan sebagai tanggapan atas serangan luas militer di Negara Bagian Rakhine utara yang juga menargetkan warga sipil.
Pemerintah Myanmar telah memerangi berbagai kelompok pemberontak etnis minoritas setelah kemerdekaan dari Inggris pada 1948, meskipun beberapa telah mencapai kesepakatan gencatan senjata. Zaw Htay juga menuduh Arakan Army bertemu dengan Tentara Keselamatan Arakan Rohingya, kelompok pemberontak Rohingya yang juga dianggap teroris. Myanmar menyatakan tidak dapat menghilangkan kelompok-kelompok itu karena mereka memiliki markas di seberang perbatasan di Bangladesh.
Seorang pejabat Kementerian Luar Negeri Bangladesh dan dua perwira penjaga perbatasan Bangladesh membantah tuduhan tersebut. Seorang petugas perbatasan meminta Myanmar memberikan bukti adanya kamp-kamp milisi Rakhine di Bangladesh. "Semua aksi terorisme terjadi di sisi lain perbatasan," ujar Letnan Kolonel Manzural Hasan Khan, komandan perbatasan di Cox's Bazar, distrik pengungsi terbesar bagi warga Rohingya. REUTERS | AL JAZEERA | SUKMA LOPPIES
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo