Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Mistik Kota Para Raja

15 November 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Jalan raya itu lempang, mulus, dan lebar. Perjalanan dari Yangoon ke Naypyidaw yang biasanya dicapai sekitar tujuh jam kini bisa ditempuh cuma sekitar empat jam. Pemerintah Burma menggenjot pembangunan jalan tol ke kota di hutan pegunungan itu sebelum pemilihan umum digelar pekan lalu.

Naypyidaw merupakan ibu kota baru Burma pengganti Yangoon. Pemimpin junta militer Jenderal Than Shwe mengumumkan perpindahan itu pada 6 November 2005 pada pukul 06.37 pagi waktu setempat. Lima hari berikutnya, 11 November pukul 11.00, ada 1.100 truk mengangkut 11 batalion dan 11 menteri konvoi dari Yangoon menuju Naypyidaw. Semua pegawai pemerintah rencananya sudah akan pindah pada April 2011.

Terletak sekitar 400 kilometer dari Yangoon, luas Naypyidaw hanya sekitar tujuh ribu kilometer persegi. Dalam bahasa Burma, Naypyidaw atau Nay Pyi Taw artinya Kota Para Raja. Naypyidaw yang berada di Kota Pyinmana merupakan simbol kemenangan prajurit Burma ketika zaman kekaisaran Jepang.

Sebelumnya, rezim junta militer merahasiakan pembangunan kota di tengah pegunungan Bago Yoma ini. Dua wartawan Burma yang memotret pembangunan kota dari bus yang mereka tumpangi ditahan dan dijebloskan ke penjara selama tiga tahun. Junta juga melarang turis masuk dan memotret Naypyidaw.

Pemindahan ibu kota yang terkesan ditutupi itu memunculkan banyak spekulasi. Ada yang menganalisis pemindahan itu karena ketakutan junta militer terhadap serangan dari luar negeri dan untuk menghindari ancaman spionase. "Ancaman invasi Amerika itu hanya lelucon," kata Aung Zaw, redaktur Irrawaddy. "Tapi militer sangat paranoid."

Keputusan pindah ibu kota itu disebut-sebut kental aroma mistik. Apalagi gelombang perpindahan cukup ganjil, mengikuti angka 11. Beredar kabar, Jenderal Than Shwe percaya bahwa pemindahan ibu kota akan melanggengkan pemerintahannya. Ia meyakini pemerintahannya akan jatuh kalau bertahan di Yangoon. Joseph Silverstein, peneliti tentang Burma dari Universitas Rutgers, Amerika, mengatakan pemindahan ibu kota itu sangat irasional.

Simpang-siur alasan pemindahan itu segera diluruskan pemerintah. Menteri Penerangan Kyaw Hsan mengatakan, "Ibu kota baru lebih strategis untuk pemerintah." Yangoon dianggap sumpek, hanya tersisa sedikit lahan untuk membangun gedung pemerintah.

Pembangunan ibu kota baru itu dipimpin U Soe Tha, Menteri Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi. Pemerintah membangun lima bagian kota baru, yakni Oathara Thiri, Dekkina Thiri, Poppha Thiri, Zapu Thiri, dan Zeyar Thiri. Wilayah ini dibagi berdasarkan zona, seperti pemerintahan, permukiman, area bisnis, militer, hotel, rekreasi, pagoda, dan zona internasional. Pemerintah juga menyediakan sekitar dua hektare tanah untuk gedung kedutaan dan organisasi internasional.

Namun Naypyidaw dianggap belum memadai sebagai ibu kota baru karena ketersediaan infrastruktur yang terbatas. Fasilitas dasar seperti listrik dan telepon belum sepenuhnya terpasang. Junta menepis semua keraguan itu dengan mendatangkan berbagai investor untuk membangun Naypyidaw.

Pembangunan ibu kota baru ini diperkirakan akan rampung pada 2012. Junta militer menggenjot pembangunan untuk menghadapi pemilihan umum, 7 November lalu. Mereka mengerahkan lebih dari 40 ribu pekerja. Kini sejumlah gedung pemerintahan berikut fasilitas pendukungnya sudah berdiri.

Tapi banyak perusahaan belum memindahkan kantor pusatnya ke sana karena menunggu hasil pemilihan umum. Sampai Oktober lalu, baru empat bank swasta nasional: Bank Asia Green, Bank Leader Burma, Bank Amera, dan Bank Ayeyarwaddy, yang sudah memindahkan markasnya ke sana. Burma memiliki 15 bank swasta dan 13 di antaranya berpusat di Yangoon.

Kedutaan dari berbagai negara belum juga pindah ke ibu kota baru ini. Tercatat baru Timor Leste yang sudah membangun kantor kedutaannya di Naypyidaw. Selain itu, dari 40 partai yang ikut dalam pemilu, hanya Partai Pembangunan dan Solidaritas Bersatu yang sudah bermarkas di Kota Para Raja itu.

Yandi M.R. (Irrawaddy, Mizzima, Aljazeera)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus