Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Momen

18 April 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

AFGANISTAN
Genderang Perang Taliban

Milisi pemberontak Taliban di Afganistan mengumumkan rencana serangan besar-besaran bertajuk Operasi Omari. Nama ini dipilih untuk menghormati Mullah Mohammad Omar, pendiri Taliban yang tewas pada 2013 tapi baru diumumkan belum lama ini.

Menurut Reuters, dalam pengumuman itu disebutkan sasaran serangan adalah kubu-kubu pertahanan pemerintah dan pasukan NATO yang masih berada di Afganistan. Metodenya berupa serangan bunuh diri.

Pengumuman itu disampaikan hanya beberapa hari setelah kunjungan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat John Kerry ke Kabul. Kunjungan ini menegaskan dukungan Amerika kepada pemerintahan Presiden Ashraf Ghani.

Operasi itu sebenarnya merupakan "ritual" tahunan Taliban. Bersamaan dengan musim semi, saat salju mencair dan jalan-jalan pegunungan terbuka, anggota milisi bebas bergerak ke bagian lain di Afganistan.

Menghadapi ancaman itu, Kementerian Pertahanan Afganistan menyatakan telah siaga. Mereka menyiapkan operasi tandingan bertajuk Operasi Shafaq. "Mereka tidak akan berhasil, kami akan membawa perdamaian bagi rakyat," kata juru bicara Kementerian Pertahanan, Mohammad Radmanish, seperti dilaporkan Associated Press.

MESIR-ARAB SAUDI
Dua Pulau untuk Raja Salman

Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi memberi "hadiah" bagi Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz al-Saud. Seusai kunjungan Raja Salman ke Kairo, pemerintah Mesir mengumumkan telah menyerahkan Pulau Tiran dan Sanafir kepada Kerajaan Saudi.

Dua pulau itu terletak di mulut Teluk Aqaba di kawasan Laut Merah, perairan yang memisahkan Mesir dan Saudi. Penyerahannya kepada Saudi menuai protes warga Mesir, yang merasa kedua pulau itu sebagai bagian dari kedaulatan negaranya. Tapi, melalui pernyataan pada Sabtu dua pekan lalu, pemerintah Mesir yakin, "Masing-masing negara bisa menangguk keuntungan dari zona ekonomi eksklusif, termasuk segala sumber daya dan harta di dalamnya."

Kedua pulau itu semula milik Saudi. Pada 1950, Saudi memberikannya kepada Mesir karena khawatir Israel, yang terletak di utara kedua pulau, akan menguasainya. Pulau-pulau itu merupakan pintu masuk dari selatan ke Teluk Aqaba, kawasan penting bagi Israel dan Yordania. KOREA SELATAN
Saenuri Gagal Raih Mayoritas

Partai Saenuri, yang berafiliasi dengan Presiden Park Geun-hye, gagal meraih posisi mayoritas dalam pemilihan umum legislatif pada Rabu pekan lalu. Penghitungan awal memperkirakan Saenuri hanya mendapat 121-143 dari 300 kursi Majelis Nasional.

Menurut laporan stasiun televisi KBS, Partai Minjoo yang beroposisi meraup 101-123 kursi. Adapun Partai Rakyat, yang merupakan sempalan oposisi, diharapkan mendapat 41 kursi. Penghitungan awal yang dilakukan KBS, juga sejumlah stasiun televisi lain, hanya memberikan proyeksi, bukan angka sebenarnya.

Park sebenarnya berharap mendapat suara mayoritas. Dia memerlukannya untuk mendorong program reformasi ekonomi dan tenaga kerja sebelum masa jabatannya berakhir 20 bulan lagi.

Antusiasme pemilih kali ini sangat tinggi. Angka partisipasi melampaui dua pemilu sebelumnya.

SURIAH
Perundingan Damai Vs Pemilu

Perundingan untuk mewujudkan perdamaian di Suriah digelar kembali di Jenewa, Rabu pekan lalu. Tapi, pada saat bersamaan, pemerintah Presiden Bashar al-Assad justru menggelar pemilihan umum, dan di sebelah timur, di Provinsi Aleppo, perang kembali berkecamuk.

Negara-negara Barat mengecam pemilu yang bakal mengekalkan kekuasaan Assad itu. Hanya Rusia dan Iran yang mendukung. Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov menyatakan pemilu akan mencegah kevakuman hukum sebelum transisi.

Jerman dan Prancis menyatakan penolakannya. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Jerman, Martin Schaefer, menyatakan menggelar pemilu yang bebas dan adil tak mungkin terjadi di situasi sekarang ini, "dengan situasi perang sipil dan seluruh warga mengungsi".

Namun pemerintah Assad menyatakan pemilu sesuai dengan konstitusi dan terpisah dari perundingan di Jenewa, yang bertujuan mengakhiri perang sipil. Oposisi Suriah menolak pemilu, yang dikhawatirkan bisa mempengaruhi suasana negosiasi.

Utusan khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Suriah, Staffan de Mistura, menegaskan fokus pertemuan di Jenewa adalah pemerintahan transisi, konstitusi baru, dan akhirnya pemilihan umum. Namun Assad berkeras untuk tetap memerintah. Dia menyatakan negosiasi seharusnya membicarakan soal persatuan nasional dan pemberantasan terorisme.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus