Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PESWAT jet tempur India MiG-21 Bison memasuki wilayah udara Jaba, Distrik Mansehra, wilayah Kashmir yang dikelola Pakistan, Selasa dua pekan lalu. Pesawat buatan Rusia itu menye-rang markas latihan Jaish-e-Muhammad, organisasi yang dituding New Delhi sebagai otak di balik bom bunuh diri pada 14 Februari lalu. “Tindakan pre-emptive nonmiliter ini secara khusus menargetkan kamp Jaish-e-Muhammad,” kata Menteri Luar Negeri India Vijay Gokhale.
Pakistan menggelar rapat darurat yang dihadiri menteri luar negeri, menteri pertahanan, menteri keuangan, dan pejabat militer untuk merespons pelanggaran terhadap kedaulatan udaranya. Islamabad menolak klaim India, yang menyatakan serangan itu menyasar kamp teroris dan berhasil memusnahkan kelompok radikal tersebut. “Sekali lagi, pemerintah India telah menggunakan klaim yang mementingkan diri sendiri, sembrono, dan fiktif,” demikian pernyataan Kantor Perdana Menteri Pakistan.
Pakistan menerbangkan pesawat tempur F-16 untuk menghadapi MiG-21 itu. Wakil Panglima Angkatan Udara India R.G.K. Kapoor mengungkapkan, MiG-21 yang diterbangkan Abhinandan Varthaman menembak jatuh pesawat tempur Pakistan dalam duel udara pagi itu. Pakistan membantah klaim ini karena belum ada bukti berupa bangkai jet buatan Amerika Serikat tersebut. Namun India mengakui kehilangan satu MiG dan bangkainya jatuh di wilayah Kashmir yang dikuasai India. Yang pasti, pilot Varthaman selamat dengan kursi pelontar dan ditangkap karena jatuh di Kashmir wilayah Pakistan.
Duel udara ini memicu ketegangan selama beberapa hari di dua negara Asia pemilik nuklir yang sudah lama berseteru soal Kashmir tersebut. Perdana Menteri Pakistan Imran Khan mengaku berusaha menghubungi Perdana Menteri India Narendra Modi esok harinya, tapi tidak berhasil. Khan ingin menyampaikan pesan bahwa Islamabad tak menginginkan peningkatan ketegangan. “Sebagai isyarat perdamaian, kami akan membebaskannya (Varthaman) besok,” kata Khan dalam sidang bersama parlemen di Islamabad, Kamis dua pekan lalu.
Pakistan memenuhi janjinya. Menurut Al Jazeera, Varthaman diserahkan kepada India melalui persimpangan perbatasan Wagah-Attari, dengan berjalan kaki, pada pukul 9 malam waktu setempat. Ia didampingi diplomat India dan dikawal tentara Pakistan. Pengembalian pilot yang diniatkan sebagai isyarat perdamaian itu tak menghentikan ketegangan. Setelah itu, kedua pihak sama-sama melaporkan adanya korban yang meninggal di wilayah perbatasan Kashmir yang memisahkan kedua negara.
Masalah Kashmir telah menyebabkan ketegangan dan konflik di anak benua India sejak 1947, ketika kemerdekaannya dari Inggris pada 15 Agustus menjadikan India dan Pakistan berdiri sebagai dua negara berdaulat. Kashmir memilih tetap independen. Penguasa Kashmir meminta bergabung ke India setelah ada serbuan suku bersenjata dari perbatasan Pakistan, Oktober tahun itu. India-Pakistan pun terlibat dalam perang pertamanya.
Setelah perang pertama itu, Kashmir, daerah seluas 86 ribu mil persegi, terbelah tiga: India menguasai 45 persen , Pakistan 35 persen, dan Cina 20 persen. Perang berikutnya terjadi pada 1965 dan 1999.
Menurut profesor sejarah Chitralekha Zutshi, dalam tulisannya di Public Radio International, masalah Kashmir bukan hanya perselisihan bilateral antara India dan Pakistan. Kashmir adalah wilayah multietnis yang penduduknya memiliki tujuan politik berbeda.
Kashmir yang dikuasai Pakistan terdiri atas Azad Kashmir, Gilgit, dan Baltistan, yang ingin menjadi provinsi sendiri agar mendapat lebih banyak otonomi politik dari Islamabad. Adapun Kashmir di wilayah India mencakup Jammu, Ladakh, dan Lembah Kashmir. Dua wilayah pertama ingin tetap menjadi bagian dari India, sementara Lembah Kashmir, yang mayoritas penduduknya muslim, menginginkan kemerdekaan.
Keinginan berotonomi di berbagai daerah di Kashmir ini telah memicu sejumlah pemberontakan. Yang paling menonjol adalah pemberontakan dengan kekerasan terhadap pemerintah India di Lembah Kashmir pada 1989, yang berlanjut selama tiga dekade dan menewaskan ribuan orang.
Lembah Kashmir, kata Zutshi, telah menjadi zona militerisasi yang secara efektif ditempati pasukan keamanan India. Menurut PBB, tentara India telah melakukan banyak pelanggaran hak asasi manusia di sana, termasuk menembaki pengunjuk rasa. Namun laporan PBB juga mengutip peran Pakistan dalam kekerasan di Kashmir melalui dukungan moral dan material kepada kelompok militan Kashmir. Pakistan juga dituding secara diam-diam mendukung pemberontak yang ingin merdeka dari India, termasuk kelompok garis keras seperti Jaish-e-Muhammad. Pakistan membantah tudingan ini.
Menurut Zutshi, seluruh generasi pemuda Kashmir kini dibesarkan dalam iklim pemberontakan. Mereka terasing dari India dan melihat pemerintah New Delhi sebagai penjajah. Kelompok-kelompok militan di wilayah tersebut memanfaatkan ketidakpuasan ini untuk perekrutan.
Salah satu yang dipengaruhi Jaish-e-Muhammad adalah Adil Ahmed Dar, pemuda 19 tahun asal Gundibagh, Distrik Pulwama, Kashmir selatan. Ghulam Hassan, sang ayah, mengenal Adil sebagai anak yang baik dan bertanggung jawab. Anak kedua dari tiga bersaudara itu bersekolah sampai kelas XII dan kemudian mengambil kursus pelajaran agama. “Dia ingin menjadi ulama dan sudah hafal delapan juz Al-Quran-,” ujar sang ayah. Ketika ada waktu luang, Adil bekerja sambilan membuat kotak kayu di pabrik penggergajian terdekat.
Ayahnya mengingat sebuah insiden pada 2016 yang tampaknya menjadi pemicu utama sang anak bergabung dengan kelompok militan. Suatu hari, saat Adil pulang dari sekolah, tentara India menyetopnya dan menyuruhnya menggosokkan hidung ke tanah. “Dia menyebutkan kejadian ini berulang-ulang,” kata Hassan kepada wartawan.
Paman Adil, Abdul Rashid Dar, mengatakan keponakannya itu sangat bersemangat dalam hal politik pro-kebebasan di Kashmir. “Dia aktif berpartisipasi dalam aksi protes,” tutur Abdul, merujuk pada protes atas kematian Burhan Wani, komandan Hizbul Mujahidin, pada 8 Juli 2016. Hizbul Mujahidin salah satu organisasi yang memperjuangkan kemerdekaan Lembah Kashmir dari India. Protes massa atas kematian komandan itu berkobar selama berbulan-bulan di Lembah Kashmir.
Sang ayah merasa ada yang tak biasa dengan Adil pada Maret 2018. Saat itu, Adil bersama teman dan tetangga terdekatnya, Samir Ahmad, pergi dan kemudian tak bisa dihubungi lagi. Keluarga mencarinya selama tiga hari, tapi tanpa hasil. Mereka pun melapor ke polisi. “Polisi lantas memberi tahu kami bahwa dia telah menjadi milisi,” ucap Abdul. Menurut polisi, Adil di-rekrut ke regu fidayeen (pasukan berani mati) Jaish-e-Muhammad.
Pada 14 Februari lalu, Adil mengendarai mobil penuh bom ke arah konvoi lebih dari 70 kendaraan Pasukan Polisi Cadangan Pusat India di jalan raya Srinagar-Jammu, tepatnya di Awantipora, Distrik Pulwama. Menurut saksi mata, aksi bunuh diri itu menciptakan ledakan sangat besar hingga memicu gelombang kejut “seperti gempa bumi”, meninggalkan gunungan puing dan kendaraan yang hancur serta potongan daging manusia, juga genangan darah. Sebanyak 40 anggota pasukan paramiliter India tewas.
Peristiwa ini disebut sebagai serangan paling mematikan oleh gerilyawan terhadap pasukan keamanan India di Kashmir selama tiga dekade.
Malam harinya, Jaish-e-Muhammad merilis video berdurasi 10 menit yang menampilkan Adil Ahmed Dar. Ia berbicara tentang nasib warga muslim India serta Kashmir di negara bagian India dan menyatakan bahwa “penindasan Anda memicu jihad kami”. Adil lalu berucap, “Pada saat video ini mencapai Anda, mungkin saya sudah berada di surga.”
India menuding Jaish-e-Muhammad sebagai pelaku pengeboman ini dan meminta Pakistan berhenti mendukung kelompok yang mereka juluki teroris tersebut. “India berkomitmen mengambil semua langkah untuk melindungi keamanan nasional,” kata Kementerian Luar Negeri India. Pakistan mengutuk serangan itu dan menampik tudingan berada di balik serangan bom bunuh diri tersebut.
ABDUL MANAN (AL JAZEERA, PUBLIC RADIO INTERNATIONAL, SCROLL.IN, NEW YORK TIMES, CNN)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo