Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Malaysia dapat kembali menghadapi polarisasi politik dan Perdana Menteri Anwar Ibrahim berisiko mendapat serangan balik karena pemerintahannya menyeret pendahulu sekaligus seteru politiknya Muhyiddin Yassin ke pengadilan, hanya tiga bulan setelah pemilihan yang berlangsung panas, kata para analis.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Muhyiddin, yang menjadi PM Malaysia selama 17 bulan antara 2020 dan 2021, pada Jumat, 10 Maret 2023, didakwa dengan penyalahgunaan kekuasaan dan pencucian uang atas proyek-proyek yang diluncurkan di bawah kepemimpinannya. Dia mengaku tidak bersalah dan mengatakan tuduhan itu bermotif politik.
Anwar telah menampik hal itu dan mengatakan masalah tersebut sepenuhnya berada di tangan lembaga penegak hukum.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tetapi kasus itu dapat membuat pemerintah Anwar semakin tidak populer di kalangan konservatif, mayoritas etnis Melayu di negara itu karena menargetkan oposisi bahkan ketika para pemimpin seniornya menghadapi tuduhan korupsi, kata para pengamat kepada Reuters.
Hal itu pada gilirannya dapat membawa lebih banyak ketidakpastian politik di negara yang telah memiliki lima perdana menteri dalam enam tahun. Aliansi Anwar diperkirakan akan menghadapi tantangan berat dari koalisi Muhyiddin pada pemilihan daerah di enam negara bagian, yang dijadwalkan pada Juni mendatang.
"Ini adalah ujian besar bagi Anwar, yang memiliki orang-orang di pemerintahannya yang menghadapi kasus korupsi," kata Bridget Welsh, analis politik di University of Nottingham Asia Research Institute.
"Pemerintahannya akan menghadapi krisis kredibilitas yang luas kecuali ada upaya untuk melakukan reformasi yang lebih berarti... Narasi penganiayaan ini masuk ke dalam dinamika politik Malaysia yang terpolarisasi," katanya.
Muhyiddin adalah perdana menteri kedua dalam sejarah Malaysia yang didakwa atas korupsi segera setelah kalah dalam pemilihan, dan kasusnya telah menyoroti berbagai celah dalam politik negara itu.
Di negara multi-etnis, multi-agama, etnis Melayu Muslim merupakan mayoritas, sedangkan etnis Tionghoa dan India sebagian besar beragama Hindu, Budha atau Kristen.
Anwar menjalankan blok multi-etnis yang progresif tetapi menghadapi kritik karena bergandengan tangan dengan partai Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO) yang tercemar korupsi untuk membentuk pemerintahan setelah ia gagal memenangkan mayoritas dalam pemilu tahun lalu.
Anwar menunjuk presiden UMNO Ahmad Zahid Hamidi sebagai wakilnya meskipun ada banyak tuduhan korupsi.
Muhyiddin memimpin aliansi etnis-Melayu, Muslim konservatif yang menggambarkan dirinya bersih dari korupsi, dan membuat terobosan besar di jantung Melayu dalam pemilu. Anwar tidak menikmati popularitas di pangkalan itu, menurut survei.
Dalam kemungkinan perselisihan politik lainnya, tuduhan terhadap Muhyiddin berpotensi melemahkan partainya dan memperkuat peran partai Islam PAS di dalam blok oposisi, kata Oh Ei Sun, seorang peneliti senior di Institut Urusan Internasional Singapura.
"Perikatan yang didominasi PAS akan sarat dengan sentimen agama. Hal itu dapat bergema dengan meningkatnya kelompok konservatif di pemilih Malaysia," kata Oh, mengacu pada blok oposisi.
Dendam politik?
Anwar menegaskan kasus Muhyiddin tidak bermotif politik. Demi stabilitas, penting bagi pemerintahannya untuk memberi sinyal bahwa mereka tidak menyasar oposisi, kata analis politik Wong Chin Huat.
"Selama Anwar dapat memegang dan memperluas jalan tengah dengan menunjukkan ketidakberpihakan negara, alih-alih politik balas dendam, pemerintahannya akan aman dan masyarakat internasional tidak perlu khawatir tentang ketidakstabilan politik," kata Wong.
Tidak seperti perdana menteri Malaysia baru-baru ini, Anwar tidak mengubah kepemimpinan lembaga penegak hukum negara setelah memenangkan kekuasaan.
Bahkan, Muhyiddin menunjuk pejabat tinggi sipil yang berperan penting dalam penyelidikan atas dugaan korupsinya: kepala Komisi Antikorupsi Malaysia (MACC) dan jaksa agung negara itu.
MACC pada hari Jumat membantah campur tangan dalam proses penyelidikannya.
Muhyiddin bukanlah pemimpin Malaysia pertama yang menyalahkan motivasi politik atas tuduhan terhadapnya.
Anwar sendiri menjalani hukuman penjara karena korupsi dan sodomi sebelum menjadi perdana menteri, tuduhan yang menurutnya dirancang untuk menjauhkannya dari kekuasaan. Dia diampuni pada tahun 2018.
Politik Malaysia berubah-ubah sejak Najib Razak kalah dalam pemilu pada 2018, mengakhiri kekuasaan UMNO yang telah memerintah selama lebih dari 60 tahun sejak kemerdekaan.
Najib, yang juga mengklaim penganiayaan politik, kini menjalani hukuman penjara karena korupsi terkait skandal miliaran dolar di 1MDB.
REUTERS