Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Rencana pemindahan ibu kota tidak hanya terjadi di Indonesia. Beberapa negara telah berhasil melakukannya. Namun ada juga yang dianggap tidak berjalan mulus. Salah satunya terjadi di Myanmar, yaitu ibu kota Naypyidaw yang kini dijuluki "kota hantu".
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mulanya ibu kota Myanmar berada di Kota Yangon. Pada 5 Februari 2005, para jenderal yang berkuasa di Myanmar mengumumkan untuk memindah pusat ibu kota ke Naypyidaw. Dikutip dari The Globalist, ibu kota baru Myanmar ini luasnya lebih dari 2.700 mil persegi dan semula hanya berupa padang rumput kosong.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Terkait dengan alasan pemindahan ibu kota, hingga saat ini belum ada keterangan pasti yang menjelaskannya. Namun, berdasarkan catatan Nikkei Asia, diduga pemindahan dilakukan untuk mewaspadai gerakan pro-demokrasi yang saat itu sedang berkembang. Ada juga yang mengatakan bahwa langkah itu sebagai bentuk strategi militer setempat.
Proyek pembangunan ibu kota dimulai sejak 2001 dan selesai pada 2005. Pada tahun berikutnya, seluruh perangkat pemerintahan dengan cepat dipindahkan dari Yangon ke Naypyidaw. Dilansir dari Independent, total biaya yang dikeluarkan sebesar 4 miliar dolar AS guna membangun fasilitas kota dan 20 jalur jalan raya.
Meskipun menelan biaya yang cukup besar, saat ini media internasional banyak memberitakan bahwa ibu kota baru Myanmar ini telah menjadi “kota hantu”. Berdasarkan keterangan jurnalis The Guardian, Taylor Weidman, yang mengunjungi kota itu pada Maret 2005, sebagian besar fasilitas di sana sangat terlihat sepi. “Jalan raya yang luas benar-benar kosong, gelap, dan sangat hening. Tidak ada lalu lintas yang bergerak,” tulis Widman.
Selain itu, melansir dari Scand Asia, sejumlah fasilitas pusat perbelanjaan hingga kantor-kantor pemerintahan terlihat sangat kosong. Beberapa hotel kelas atas yang mengakomodasi pemerintah dan pebisnis tampak sepi karena bandara di sana juga minim digunakan setelah dibuka pada 2011.
Beberapa pejabat pemerintah yang tinggal di sana cenderung lebih memilih meninggalkan ibu kota Naypyidaw karena kurangnya fasilitas komersial dan pendidikan. Sebagian besar diplomat dan pebisnis asing juga tetap terikat dengan Yangon, meskipun pemerintah Aung San Suu Kyi mendorong kedutaan menempati kantornya di Naypyidaw.
HARIS SETYAWAN