Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Nigeria hijau lagi

Kudeta yang dipimpin oleh mayor jenderal mohamed bohari, berhasil menggulingkan presiden shehu shagari. negara-negara opec menanti tindak lanjut rezim bohari. (ln)

7 Januari 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DUA hari sebelum tutup Tahun Babi 1983, Presiden Shehu Shagari minta rakyat Nigeria mengencangkan ikat pinggang. "Kita akan menghadapi tahun-tahun yang sulit," katanya. Shagari telah memutuskan memotong anggaran belanja negara sebesar 30% untuk menyelamatkan negeri dari lilitan utang. Selepas menyampaikan amanat, Shagari, 58, terbang ke Abuja, yang terletak di jantung Nigeria, untuk menyambut Tahun Baru. Selang beberapa jam kemudian, tentara telah menentukan nasib lain bagi Shagari. Iadigulingkan Mayor Jenderal Mohamed Bohari lewat kudeta tak berdarah. "Nigeria harus diselamatkan dari kebangkrutan total," ujar Bohari dalam pidato radionya, yang disiarkan tiap setengah jam, oleh Radio Lagos dan empat stasiun regional. Bohari, 41, yang diangkat menjadi ketua Pemerintahan Militer Jederal Baru, menuduh rezim Shagari telah mengabaikan nasihat bagi pembenahan manajemen dan pengontrolan keuangan negara. Korupsl konon merajalela. "Dengan melalaikan disiplin keuangan, mereka telah membenahi Nigeria dengan setumpuk utang," kata Bohari. Selama empat tahun pemerintahan sipil, dan ini diakui Shagari, hampir US$ 50 milyar uang negara disebut-scbut tak ketahuan ujung pangkalnya. Tak cuma korupsi yang membuat Nigeria nyaris bangkrut. Resesi dunia ikut memukul sumber devisa negeri penghasil minyak itu. Tahun 1980, negeri ini masih menerima US$ 26 milyar dari minyak. Tahun lalu diperkirakan hanya sekitar US$ 10 milyar. Belum lagi kegagalan "Revolusi Hijau", usaha untuk swasembada pangan dari Shagarl, yang menelan biaya US$ 13,5 milyar. "Dewan Militer belum mempunyai gambaran tepat mengenai situasi ekonomi. Tapi segala usaha akan dilakukan untuk memperbaiki keadaan," kata Bohari lagi. Kudeta yang dilakukan Bohari, bekas menteri perminyakan dalam Kabinet Letnan Jenderal Olusegun Obasanyo, tak hanya disambut waswas oleh sebagian rakyat Nigeria. Juga oleh anggota organisasi negeri penghasil minyak, OPEC. Mengingat Nigeria, yang produksi resmi minyaknya sekitar 1,3 juta barel per hari, sesuai dengan kuota OPEC, awal 1983, pernah mengguncang harga minyaknya dengan penurunan US$ 5 per barel. Siapa tahu rezim Bohari mengulang kebijaksanaan serupa untuk mengejar devisa ? Penggulingan Shagari, yang baru empat bulan memenangkan pemilihan umum untuk masa jabatan kedua, merupakan kudeta kelima sejak Nigeria merdeka, 1960. Kudeta sebelumnya terjadi pada Januari 1966, Juli 1966, Juli 1975, dan Pebruari 1976. Tapi Shagari, bekas guru, naik pentas politik pada 1979 bukan melalui kudeta. Ia menerima penyerahan kekuasaan secara baik-baik dari Obasanyo. Begitu dilantik menjadi presiden, Shagari segera meniru kepemimpinan model Amerika. Ia memagari dirinya dengan pembantu dan penasihat, sebagian besar didikan Amerika, yang memang ahli di bidangnya. Dan ia mengembalikan militer ke tangsi. Tak heran bila Nigeria ketika di bawah pemerintahan Shagari disebut-sebut sebagai "negeri demokrasi terbesar keempat" - setelah India, AS dan Jepang. Sebab, waktu itu di Nigeria, yang berpenduduk sekitar 90 juta, sudah tak ada lagi tahanan politik. Di bawah pemerintahan Bohari, keadaan berubah lagi. Shagari menjadi tahanan politik pertama. Selang beberapa jam setelah kudeta, penguasa baru mengamankan pula Wakil Presiden Alcx Ekwueme dan Ketua Parlemen Benyamin Chaha. "Ketentuan jam malam (dari pukul 19.00 sampai pukul 6.00) segera akan dicabut," kata Bohari. Bohari memulai kariernya di angkatan darat pada 1962. Pendidikan dasar militer ditempuhnya di Nigeria. Kemudian ia melanjutkan sekolah di Aldershoot, Inggris, lalu sekolah staf pertahanan di Wellington, India. Tahun 1975, Bohari ditunjuk sebagai gubernur militer di negara bagian Borno. Tak lama kemudian Obasanyo mengangkatnya menjadi menteri perminyakan. Jabatan ini dipegangnya sampai militer mcnyerahkan kekuasaan kembali kepada sipil. Bohari juga termasuk salah seorang pcmimpin Dewan Militer periode 1976-1977. Tak diketahui apakah Kabinet Mayor Jenderal Mohamad Bohari akan didominasi baju hijau, seperti sewaktu Kabinet Obasanyo. Tapi seorang diplomat Afrika di Jakarta awal pekan ini mengatakan kepada TEMPO Nigeria memang perlu belajar dari Indonesia." Maksudnya, "jumlah anggota militer dengan sipil teknokrat harus cukup berimbang dalam pemerintahan."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus