Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pameran kartun politik Human Rights in ASEAN The Cartoonist Perspective diluncurkan pada Sabtu kemarin untuk menekankan betapa pentingnya menyuarakan isu-isu penting seperti Hak Asasi Manusia melalui karya seni kartun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pameran akan menampilkan 81 kartun oleh 38 kartunis dari kawasan ASEAN. Ada 13 kartunis dari Malaysia (termasuk Zunar), 13 kartunis dari Indonesia, Empat kartunis Thailand, enam kartunis Filipina, dan dua kartunis Myanmar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pameran ini diselenggarakan oleh kartunis politik Malaysia Zunar dan FNF (Fredrich Naumann Foundation), yang menampilkan perspektif para kartunis ASEAN menggambarkan hak asasi manusia di sekitar kita lewat kartun. Pameran ditampilkan dalam situs craftora.com, yang merupakan seni galeri digital.
Kartun politik sendiri telah menjadi alat satire untuk menyentil kekuasaan selama puluhan tahun di negara-negara Asia Tenggara, sebagai pernyataan politik baik mencerminkan pandangan kartunis atau membantu menyuarakan keresahan masyarakat.
"Kartun politik telah menjadi alat yang tangguh untuk menyatakan pernyataan politik," kata Eddin Khoo, Pendiri sekaligus Direktur dan Editor Eksekutif PUSAKA Malaysia, dalam acara peluncuran virtual Human Rights in ASEAN: The Cartoonist Perspective, pada 3 Juli kemarin.
Moritz Kleine-Brockhoff, Kepala Regional Fredrich Naumann Foundation (FNF) Asia Tenggara & Asia Timur, mengatakan FNF bekerja sama dengan kartunis politik Malaysia Zunar untuk membuat pameran kartun politik. Tujuannya sejalan dengan prinsip kebebasan berekspresi yang dianut FNF.
Fredrich Naumann Foundation (FNF) adalah yayasan Jerman yang berdiri untuk menyebarkan prinsip demokrasi dan hak asasi manusia. FNF membuka kantor Asia pertama di Jakarta pada 1969.
"Kita bicara kebebasan ekspresi secara umum...kebebasan untuk menerbitkan kartun. 81 kartun yang dipamerkan dalam eksibisi ini membicarakan isu yang sangat penting bukan hanya di ASEAN, tetapi juga untuk dunia," ujar Moritz Kleine-Brockhoff.
Penggagas pameran ini, Zunar, seorang kartunis politik Malaysia, menceritakan pengalamannya menjadi kartunis politik dan bagaimana dia mendapat intimidasi dan persekusi. Zunar enam kali ditahan dan menghadapi sembilan dakwaan penghasutan dengan ancaman 43 tahun penjara karena aktivismenya melalui kartun politik.
"Banyak orang bertanya apakah kamu tidak takut? Saya bertanya sendiri 'kenapa saya melanjutkan misi ini setelah sembilan dakwaan?'" cerita Zunar, penerima Courage in Editorial Cartooning Award dan Cartooning for Peace Award.
Zunar mengatakan ia ingin mencontohkan kepada kartunis politik muda risiko persekusi diterimanya ketika menyuarakan kebebasan berekspresi.
Mantan Menteri Pendidikan Malaysia, Dr. Maszlee Abdul Malik, mengatakan seni kartun dan karya seni lainnya berperan sangat penting menunjang edukasi. "Saya sangat percaya kartun bisa dan akan menjadi alat esensial untuk membangkitkan semangat demokrasi. Saya ingat bagaimana saya mendapat gagasan politik melalui kartun atau komik di masa lalu," katanya.
Dr. Maszlee Abdul Malik mengatakan anak-anak sekarang lebih beruntung dibanding generasi sebelumnya karena banyak karya seni, komik, atau kartun edukasi politik dengan mudah ditemukan di internet.
Dalam acara ini, Dr. Maszlee Abdul Malik meresmikan langsung peluncuran pameran Human Rights in ASEAN: The Cartoonist Perspective.
Pameran kartun politik Human Rights in ASEAN: The Cartoonist Perspective bisa dilihat di galeri digital situs craftora.com mulai 1 Juli sampai 31 Juli 2021.