Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Badung, Bali - Ketua bersama Parlemen ASEAN untuk HAM atau ASEAN Parliamentarians for Human Rights (APHR) Charles Santiago mengingatkan agar krisis Myanmar harus menjadi isu utama yang diselesaikan negara-negara anggota ASEAN. Sebab ini adalah masalah besar yang harus ditangani bersama.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam konferensi pers APHR yang bertajuk demokrasi dan HAM di Kuta, Badung, Bali, pada Minggu, 8 Desember 2024, Santiago menilai salah satu usul yang dapat Indonesia ajukan kepada Malaysia sebagai ketua ASEAN 2025 ialah mengundang Dewan Konsultasi Persatuan Nasional (NUCC), Pemerintah Persatuan Nasional (NUG) Myanmar, dan kelompok etnis agar dapat berpartisipasi dalam dialog tahun depan. Pasalnya, sudah empat tahun pembahasan dengan junta militer tidak kunjung membuahkan hasil, sebaliknya malah membawa keadaan Myanmar semakin memburuk.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Politikus asal Malaysia itu juga berpendapat rezim penguasa Myanmar telah kehilangan legitimasi. Dengan begitu, tidak ada landasan untuk bernegosiasi dengan pemerintah tanpa legitimasi. Di sisi lain, NUG, kelompok etnis dan kelompok perlawanan lainnya semakin kuat.
“Saya pikir sudah waktunya setelah empat tahun untuk memikirkan kembali dialog politik dan itu perlu diperluas ke pihak lain di wilayah tersebut,” ujarnya.
Tak hanya itu, Santiago menilai jika ASEAN tidak mengambil alih kepemimpinan di Myanmar, maka Cina yang akan menggantikan. Kondisi ini akan menjadi hambatan bagi pengaruh ASEAN di masa depan.
“Cina kini bergerak sangat agresif di Myanmar dan mereka telah mendesak pemerintah Myanmar untuk menyelenggarakan pemilu pada Oktober 2025,” ucapnya.
Sebelumnya, para pemimpin negara-negara ASEAN menuntut penghentian pertempuran di Myanmar dan perundingan perdamaian yang inklusif untuk mengakhiri perang saudara di negara tersebut. Dilansir dari Reuters, Minggu, 13 Oktober 2024, pernyataan tersebut merupakan konsensus dari pertemuan KTT ASEAN di Laos pada hari Jumat, 11 Oktober lalu.
Mengenai naiknya pertempuran di Myanmar, ASEAN juga menyerukan agar kekerasan di sana dapat dihentikan. ASEAN mendorong penciptaan lingkungan yang kondusif untuk pengiriman bantuan kemanusiaan dan dialog nasional yang inklusif yang dimiliki dan dipimpin oleh Myanmar.
Perang antara pemerintah militer Myanmar, anggota ASEAN, dan perlawanan bersenjata yang meluas menjadi perhatian utama dan belum banyak membuat kemajuan. Reuters mencatat sekitar 18,6 juta orang, lebih dari sepertiga populasi Myanmar, diperkirakan membutuhkan bantuan kemanusiaan. ASEAN juga menyambut baik inisiatif Thailand untuk menyelenggarakan pembicaraan informal tentang Myanmar, yang mungkin akan diikuti oleh anggota ASEAN lainnya, akhir tahun ini.
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini