Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Paul Keating:"John Howard Tidak Bermoral"

19 Maret 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SOSOKNYA masih tampak muda dan bugar. Kendati berada di luar pemerintahan, popularitasnya tak juga redup. Malah, di mata sebagian masyarakat Australia, sosoknya lebih populer ketimbang John Howard, sang perdana menteri. Gagasan pengubahan status negara benua itu menjadi republik tampaknya punya nilai lebih buat warga Australia—meskipun, dalam referendum, mayoritas rakyat Australia ternyata menginginkan mereka berada di bawah perlindungan sang Ratu Inggris.

Kesibukannya pun tidak juga reda. Kini, pria 56 tahun ini sibuk dalam Keating Associates, lembaga yang memberikan nasihat dalam banyak hal yang berkaitan dengan Asia. Ini memang wilayah yang tak asing buat Keating. Saat menjadi perdana menteri, ia terkenal dekat dengan kawasan ini, khususnya Indonesia. Namun, kebijakan luar negerinya itulah yang kerap dituding sebagai biang kekalahannya dari Howard dalam pemilihan umum 1996. "Itu analisis yang biasa digunakan untuk menjustifikasi kekalahan saya," ujarnya.

Dalam acara Adelaide Fringe Festival pekan silam, yang dihadiri para penulis, di Torrens Parade Ground, Adelaide, ia mendapat sambutan luar biasa. Keating memperkenalkan ide-idenya dalam buku Engagement Australia Faces the Asia Pacific, yang sebentar lagi bakal beredar. Di sela-sela acara itu, Purwani Diyah Prabandari dari TEMPO menemuinya untuk sebuah wawancara. Petikannya:

Apa pendapat Anda tentang kebijakan luar negeri Howard, terutama ke Asia?

Sejak berkuasa, dia selalu menyalahkan saya karena terlalu banyak investasi ke Asia. Menurut saya, Asia harus dipertimbangkan sebagai aliansi dan teman tradisional. Adapun Howard, keseluruhan kehidupan politiknya dikondisikan untuk memiliki komitmen dengan Inggris dan Amerika Serikat. Padahal, ide terbesar dalam politik Australia adalah kerja sama dengan Asia. Pengalaman pada Perang Dunia II membuktikan bahwa Australia harus menemukan keamanan di Asia, bukan dari Asia. Sebelumnya, kami bergantung pada angkatan laut Inggris dan aliansi negara lain.


Saat mulai terlibat di Asia, Australia sudah menampakkan keinginan untuk menjadi negara yang berpengaruh di kawasan ini. Pemerintahan sekarang ingin menjadi deputy sheriff atau pahlawan hak asasi manusia. Komentar Anda?

Australia harus menjadi pahlawan hak asasi manusia di negerinya dulu. Apa yang dilakukan pemerintahan Howard terhadap masyarakat Aborigin tidak bermoral. Howard mencoba menyangkal hak-hak mereka. Ia tidak minta maaf kepada anak-anak Aborigin yang diambil paksa dari orang tuanya di masa lalu. Itu indikasi bahwa dia tidak memahami pentingnya basis rekonsiliasi dengan pribumi secara penuh integritas. Sangat sulit untuk memiliki hubungan dengan warga asli tanpa (mempunyai) hubungan yang baik dengan mereka.

Howard menyerang semua kebijakan saya. Ia tidak setuju saat pemerintahan Buruh menerapkan sanksi ekonomi ke Afrika Selatan. Sekarang ia menjadi pendukung Mandela, tapi tahun-tahun sebelumnya ia menolak kebijakan yang mendukung Mandela menuju kekuasaan.

Kebijakan Howard dalam kasus Timor Timur apakah menggambarkan opini rakyat Australia atau sekadar komoditi politik?

Mencoba mengadakan referendum saat terjadi kevakumam politik di Indonesia merupakan hal terburu-buru dan berbahaya. Hasilnya akan berbeda kalau diberlakukan otonomi di sana selama beberapa tahun sebelum membuat keputusan untuk merdeka. Timor Timur telah bersama Indonesia selama 25 tahun. Kenapa harus diselesaikan dengan terburu-buru?

Kebijakan itu hanya untuk meningkatkan popularitasnya?

Sama sekali tidak. Sebab, banyak orang Australia yang sangat mengkhawatirkan hubungan Australia dengan Asia, terutama dengan Indonesia.

Kita beralih topik. Anda sangat dekat dengan pemerintahan Soeharto. Komentar Anda tentang krisis di Indonesia kemudian yang memaksanya turun?

Saya mengunjungi Soeharto, dengan kemauan dan biaya sendiri, pada Januari 1998. Saya bertemu dengan Soeharto pagi hari sebelum letter of intent dengan IMF ditandatangani. Dalam pertemuan itu, hadir Moerdiono dan Widodo (penerjemah—Red.). Saya katakan bahwa sebaiknya dia mundur saat masih berkuasa. Tapi dia menolak. Katanya, dia akan tetap berkuasa sampai urusan dengan IMF dapat berjalan dan setelah ada orang yang bisa menggantikannya. Saya katakan, "Keluarlah dari sini sebelum terlambat, sebelum negeri ini menggilas Anda." Tak satu pun orang Indonesia atau orang dari negara tetangga yang melakukan seperti yang saya perbuat.

Mengapa Anda melakukan hal itu?

Karena saya peduli kepada Indonesia dan Soeharto. Nyatanya, biaya yang dikeluarkan karena dia menolak saran itu sangat mahal buat dia dan Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus