MASA depan Kamboja tampaknya tergantung Khmer Merah. Bila di akhir tahun 1992 sanksi ekonomi Dewan Keamanan PBB mulai diberlakukan, dua kemungkinan diduga menjadi pilihan Khmer Merah. Pertama, mereka menyatakan bersedia mematuhi Perjanjian Paris, termasuk ikut ambil bagian dalam pemilu. Melihat sikap para pemimpin Khmer Merah, ini tampaknya mustahil terjadi. Maka pilihan kedua akan meledak: agresi Khmer Merah akan semakin serius. Belakangan ini saja di Provinsi Kompong Thom, Khmer Merah dikabarkan makin sering meluncurkan mortir. Maka keluhan penduduk Kompong Thom mulai terdengar, perang katanya sudah selesai, kok mortir berseliweran lagi. Tampaknya jawaban ada di kepala Norodom Sihanouk. Kepada TEMPO di Bangkok, Pangeran yang habis berobat dari Cina itu bilang, di Kamboja sudah ''ada damai, tapi belum ada kerukunan''. Tapi sulit menilai apa yang sebenarnya terjadi di Kamboja. Di kalangan UNTAC, pemerintahan peralihan Kamboja, sendiri ada dua pihak yang pendapatnya bertentangan. Pihak pertama bilang, Khmer Merah sudah habis kekuatannya. ''Di kalangan generasi mudanya, ideologi mereka sudah luntur,'' kata sumber di UNTAC tersebut. Pihak kedua menduga, kekuatan Khmer Merah sebenarnya masih penuh. ''Menurut info dari Khmer Merah yang membelot, ada gerakan memperkuat persenjataan dan pasukan di lokasi-lokasi tertentu.'' Bila tak ada serangan besar dari Khmer Merah, itu karena mereka tahu bahwa aksi semacam itu akan dikecam dunia internasional. Tapi serangan besar atau kecil, Khmer Merah yang tetap menguasai sejumlah wilayah adalah ancaman terhadap perdamaian. Yang lebih merisaukan, bila dokumen yang ditemukan beberapa waktu lalu benar adanya. Dokumen itu diduga ditulis oleh Pol Pot, pemimpin Khmer Merah yang sudah lima tahun terakhir tak pernah muncul. Isinya: strategi Khmer Merah utuk menguasai kembali Kamboja. Antara lain dengan melakukan pengepungan beberapa kota, termasuk Phnom Penh. Ada kabar baru, Jenderal Men Ron, komandan Divisi 616 Khmer Merah di Kompong Thom, belakangan ini ikut menyumbang pembangunan pagoda. Ini aneh, karena Khmer Merah terkenal sangat antiagama. Juga Men Ron diberitakan membagi-bagikan selimut kepada rakyat. Tidakkah itu upaya Khmer Merah mencari dukungan untuk persiapan pemilu Mei nanti? Analisa ini dikuatkan dengan dibentuknya partai baru: Partai Persatuan Nasional Kamboja, yang pimpinannya itu-itu juga: Khieu Samphan. Masalahnya memang menjadi lain bila sanksi yang diterapkan mulai akhir tahun 1992 itu dianggap Khmer merah sebagai tantangan. Bila demikian, Kamboja bakal kembali dirundung perang saudara. Yuli Ismartono (Bangkok)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini