Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pengadilan Korea Selatan telah mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Presiden Yoon Suk Yeol yang dimakzulkan dan diberhentikan sementara, kata penyelidik pada Selasa 31 Desember 2024. Seperti dilansir Reuters, perintah penangkapan ini dikeluarkan atas upaya singkatnya untuk memberlakukan darurat militer di negara tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kantor Investigasi Korupsi untuk Pejabat Tinggi mengonfirmasi bahwa Pengadilan Distrik Seoul Barat menyetujui surat perintah tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ini adalah surat perintah penangkapan pertama yang dikeluarkan terhadap presiden petahana di Korea Selatan, menurut media lokal.
"Surat perintah penangkapan dan penggeledahan terhadap Presiden Yoon Suk Yeol, yang diminta oleh Markas Besar Investigasi Gabungan, dikeluarkan pagi ini," kata Markas Besar Investigasi Gabungan dalam sebuah pernyataan.
Pada Senin 30 Desember 2024, penyelidik Korea Selatan meminta surat perintah penangkapan terhadap Yoon. Pria berusia 64 tahun itu menghadapi penyelidikan kriminal atas kemungkinan tuduhan pemberontakan.
Dia gagal memenuhi beberapa panggilan untuk diperiksa oleh polisi dan Kantor Investigasi Korupsi Pejabat Tinggi, yang bersama-sama menyelidiki apakah deklarasi darurat militer pada 3 Desember lalu merupakan pemberontakan.
Polisi telah mencoba tetapi gagal untuk menggerebek kantor kepresidenan sebagai bagian dari penyelidikan.
Menurut laporan jaksa pada Sabtu seperti dilansir ABS-CBN, Yoon Suk Yeol memberi wewenang kepada militer untuk menembakkan senjata mereka jika diperlukan untuk memasuki parlemen selama upayanya yang gagal untuk menerapkan darurat militer.
Ringkasan 10 halaman dari laporan dakwaan penuntutan mantan menteri pertahanan Kim Yong-hyun, yang diberikan kepada media, juga mengatakan Yoon berjanji pada 3 Desember untuk mengumumkan darurat militer tiga kali jika perlu.
Yoon, yang dicopot dari jabatannya oleh Majelis Nasional bulan ini, sedang diselidiki atas upaya jangka pendeknya untuk menghapuskan pemerintahan sipil, yang menjerumuskan negara ke dalam kekacauan politik dan berujung pada pemakzulannya.
Pengacara Yoon, Yoon Kab-keun, menolak laporan jaksa, dan mengatakan bahwa laporan tersebut adalah "laporan sepihak yang tidak sesuai dengan keadaan obyektif atau akal sehat".
Ketika anggota parlemen bergegas ke parlemen pada Selasa 3 Desember malam untuk menolak deklarasi darurat militer Yoon, pasukan bersenjata lengkap menyerbu gedung, memanjat pagar, memecahkan jendela dan mendarat dengan helikopter.
Menurut laporan dakwaan penuntut, Yoon mengatakan kepada kepala komando pertahanan ibu kota, Lee Jin-woo, bahwa pasukan militer dapat menembak jika perlu untuk memasuki Majelis Nasional.
"Apakah kamu masih belum masuk? Apa yang kamu lakukan? Dobrak pintunya dan seret mereka keluar, meskipun itu berarti menembak," kata Yoon kepada Lee, menurut laporan tersebut.
Yoon juga diduga mengatakan kepada kepala Komando Kontra Intelijen Pertahanan, Jenderal Kwak Jong-keun, untuk "segera masuk" ke Majelis Nasional karena kuorum pencabutan darurat militer belum terpenuhi.
“Jadi cepatlah masuk ke dalam Majelis Nasional dan keluarkan orang-orang yang ada di dalam ruangan tersebut, dan dobrak pintunya dengan kapak jika perlu dan seret semua orang keluar,” laporan tersebut mengutip perkataan Yoon pada saat itu.
Setelah anggota parlemen bergegas masuk ke dalam parlemen dan memberikan suara 190-0 untuk membatalkan deklarasi Yoon pada dini hari 4 Desember, laporan tersebut mengatakan bahwa Yoon mengatakan kepada Lee, "Bahkan jika deklarasi tersebut dicabut, saya dapat mengumumkan darurat militer untuk kedua atau ketiga kalinya, jadi teruskan saja."
Laporan tersebut juga menyertakan tangkapan layar pesan pejabat senior pertahanan sejak hari darurat militer diumumkan.
Dikatakan ada bukti bahwa Yoon telah mendiskusikan penetapan darurat militer dengan pejabat senior militer pada awal Maret.
Deklarasi tersebut menyusul perselisihan anggaran antara partai Yoon dan oposisi.
Beberapa hari kemudian, Yoon mengatakan dalam pidatonya bahwa dia meminta maaf atas "kecemasan dan ketidaknyamanan" dan berjanji bahwa tidak akan ada deklarasi darurat militer yang kedua.