Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Pengucilan Jadi Taktik Baru Iran Menghukum Perempuan Tak Berhijab

Kamera-kamera dipasang di berbagai tempat di Iran untuk mengidentifikasi perempuan dan bisnis-bisnis yang melanggar aturan ketat busana konservatif.

3 Mei 2023 | 18.05 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Seorang wanita Iran berjalan di sebuah jalan di Teheran, Iran, 9 April 2023. Majid Asgaripour/WANA

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Khawatir akan menyulut kembali gejolak politik terburuk Iran selama bertahun-tahun, para penguasa negara itu menggunakan taktik baru yang tidak terlalu mencolok untuk menghukum perempuan yang menolak mengenakan hijab.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Cara-cara itu, yang diberlakukan setelah protes anti-pemerintah nasional tahun lalu, menggabungkan penggunaan kamera keamanan dengan penolakan layanan negara kepada pelanggar, menggantikan polisi moral yang tindakannya menyulut berbulan-bulan kerusuhan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Langkah-langkah itu belum membuat banyak kemajuan melawan penentangan hijab, dan dapat memperburuk tekanan ekonomi jika mengakibatkan penutupan bisnis, kata para aktivis Iran.

"Berjalan tanpa hijab sekarang adalah cara saya menjaga revolusi kita tetap hidup," kata Roya, 31, seorang guru privat di kota Rasht di utara, yang ditangkap selama protes pada November dan ditahan selama tiga bulan.

"Kami tidak takut pada ancaman rezim. Kami ingin kebebasan… jalan ini akan terus berlanjut hingga kami memperoleh negeri kami lagi dari kaum ulama,” kata Maryam, seorang siswi SMU di kota Kermanshah barat, Iran, kepada Reuters. “Apa skenario terburuk jika saya berjalan tanpa hijab? Penahanan? Saya tak peduli.”

Dulu, polisi moral berpatroli untuk menegur perempuan yang menolak mengenakan hijab. Kini sebagian besar van itu hilang dari jalan-jalan kota, kata penduduk kepada Reuters, setelah protes terhadap para penguasa ulama Iran dengan krisis legitimasi terburuk mereka sejak revolusi Islam 1979. Mereka tidak lagi menjadi ujung tombak kampanye melawan mereka yang melanggar aturan berpakaian.

Taktik-taktik Baru

Sebagai pengganti van-van, kamera-kamera terpasang di jalan-jalan untuk mengidentifikasi para perempuan tak berhijab, cara yang tidak mencolok untuk mendeteksi para pelanggar.

Taktik baru lainnya adalah perintah pemerintah kepada sektor swasta dan publik untuk tidak memberikan layanan kepada "pelanggar" alias pengucilan. Peringatan denda berat dan bahkan penjara telah dikeluarkan.

Namun semakin banyak wanita yang menentang otoritas dengan membuka hijab mereka. Kematian Mahsa Amini, seorang perempuan Kurdi Iran berusia 22 tahun yang ditangkap karena diduga melanggar aturan hijab menjadi inspirasi pembangkangan.

Kini banyak perempuan Iran yang tampil tanpa hijab di mal-mal, bandara-bandara, restoran-restoran dan jalan-jalan sebagai bentuk pembangkangan sipil.  

Beberapa anggota parlemen dan politisi telah memperingatkan bahwa protes dapat dilanjutkan jika pihak berwenang terus fokus untuk menghukum perempuan tanpa hijab. Ketua parlemen Mohammed Baqer Qalibaf menuai kritik dari para ekonom dan politisi ketika dia mengatakan pada 14 April bahwa melanjutkan masalah hijab tidak bertentangan dengan pembangunan ekonomi.

Saeid Golkar, asisten dosen ilmu politik di University of Tennessee di Chattanooga, mengatakan penegakan hukum hijab bertujuan untuk memuaskan "basis sosial kecil rezim otoriter yang terdiri dari orang-orang konservatif dan religius".

Harga Kebebasan

Sejak dibebaskan dengan jaminan, Roya dilarang meninggalkan negara itu dan dipanggil beberapa kali untuk diinterogasi.

“Saya mungkin akan dipenjara lagi, tapi itu layak. Saya ingin negara saya bebas dan saya siap membayar harganya,” katanya Roya.

Seperti selusin perempuan lain yang diwawancarai untuk cerita ini, Roya meminta untuk tidak disebutkan namanya karena alasan keamanan dan takut akan konsekuensi berbicara kepada media asing.

"Saya keluar setiap hari tanpa hijab untuk menunjukkan perlawanan pada para penguasa masih hidup,” kata Minou, seorang perempuan berusia 33 tahun di kota suci kaum Syiah, Mashhad, yang mengatakan ia dipukuli dan adiknya ditahan oleh agen-agen keamanan selama protes-protes.

Taktik anti-hijab baru dapat memperburuk kesengsaraan ekonomi Iran, menurut orang dalam Iran yang dekat dengan para pembuat keputusan.

Ribuan bisnis tutup selama berhari-hari, termasuk sebuah pusat perbelanjaan di Teheran dengan 450 toko, menurut media pemerintah, karena para pegawainya gagal mematuhi hukum wajib hijab dan melayani perempuan-perempuan tak berhijab.

Dengan ekonomi yang dihantam sanksi-sanksi AS dan salah pengelolaan, Iran telah menghadapi protes berkelanjutan dari para pekerja dan para pensiunan selama berbulan-bulan karena tingkat inflasi lebih dari 50%, pengangguran tinggi dan gaji-gaji yang tak dibayar.

"Toko kelontong saya ditutup selama beberapa hari oleh pihak berwenang karena melayani wanita yang tidak memakai penutup kepala," kata Asghar, 45, di pusat kota Isfahan. “Saya harus bekerja untuk menghidupi keluarga. Saya nyaris tidak memenuhi kebutuhan. Saya tidak peduli apakah pelanggan saya berhijab atau tidak.”

Bagi Shadi, 20 tahun, yang menghadiri kelas-kelas di sebuah universitas di Iran utara menjadi “pergulatan harian untuk kebebasan”.

“Saya diancam oleh otoritas universitas dengan dipecat dari sekolah... tetapi saya tidak akan mundur hingga kami bebas,” katanya.

REUTERS

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus