Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Pengungsi Rohingya Tulis Surat Terbuka kepada Suu Kyi

Ro Mayyu sempat berharap hadiah Nobel yang diterima Suu Kyi bisa mengubah nasib warga etnis Rohingya.

16 Oktober 2017 | 08.01 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Koleksi buku Ro Mayyu Ali hancur saat rumahnya di Maungdaw terbakar habis. Ro Mayyu Ali/Al Jazeera

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Bangladesh - Seorang warga etnis Rohingya menulis surat terbuka untuk pemimpin de fakto Myanmar, Aung San Suu Kyi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kepada media Al Jazeera, Ro Mayyu Ali, bercerita bahwa dia adalah pengagum tokoh perempuan pembela demokrasi dan hak asasi manusia Suu Kyi. Surat terbuka itu diterbitkan secara utuh oleh media ini di sini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca: 9 Temuan PBB Pelanggaran HAM Militer Myanmar atas Rohingya

Ini sebelum Suu Kyi memilih untuk mendiamkan pelanggaran hak asasi manusia militer Myanmar kepada warga desa etnis Rohingya di negara bagian Rakhine, Myanmar.
Min Aung Hlaing dan Aung Suu Kyi. REUTERS
 

“Setelah menderita bertahun-tahun dari penganiayaan junta militer, hadiah Nobel yang Anda terima menginspirasi kami, bangsa yang telah menderita penindasan selama beberapa dekade,” tulis Ro.   

Ro, yang terlahir saat Suu Kyi mendapat hadiah Nobel, bercerita bahwa warga Rohingya bergembira saat Suu Kyi terbebas dari tahanan rumah oleh militer Myanmar pada 2017.

“Namun setelah tujuh tahun berlalu, kami, warga Rohingya, tetap menjadi korban kebrutalan dan praktek genosida oleh negara. Kali ini, tangan Anda yang melakukannya,” tulis Ro.

Indikasi ini terlihat sejak Suu Kyi justru ‘membersihkan’ perwakilan Rohingya dari partainya. “Itu adalah tanda pertama dari sifat pengecut Anda.”

Dan beberapa bulan kemudian, penindasan politik ini berlanjut dengan tindak kekerasan militer. “Pemerintah dibawah pimpinan Anda melancarkan ‘operasi pembersihan’ di negara bagian Rakhine di utara. Selama bulan-bulan itu, tidak terhitung warga sipil terbunuh dan kaum perempuan diperkosa,” tulis Ro.

Dan,”Meskipun dunia internasional mengecam kejahatan-kejahatan ini, Anda malah membantahnya.”

Ro juga mengkritik tindakan Suu Kyi yang memilih tidak menggunakan kata Rohingya dalam pidatonya mengenai serangan militer di negara bagian Rakhine.

“Anda bahwa menolak menyebut kami sebagai Rohingya, yang merupakan nama yang akurat untuk mewakili identitas etnis bangsa kami, yang telah hidup di Rakhine selama berabad-abad,” tulis Ro.

Seperti diberitakan media internasional, militer Myanmar menyerang desa-desa yang menjadi tempat tinggal warga etnis Rohingya dan membumihanguskannya.

 Militer berdalih mereka sedang mengejar kelompok separatis ARSA, yang sebelumnya menyerang pos-pos polisi dan membunuh sejumlah polisi yang sedang berjaga.

Militer Myanmar melakukan tindakan yang disebut sebagai pembersihan etnis oleh Perserikatan Bangsa Bangsa. Sekitar seribu warga Rohingya terbunuh oleh tindakan brutal militer Myanmar ini.

Saat ini ada lebih dari 500 ribu warga Rohingya menyelamatkan diri dengan mengungsi ke Bangladesh.

Al JAZEERA | BUDIRIZA

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus