Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di lobi sebuah hotel di wilayah perbatasan Turki dan Suriah, Yasser Barish memandangi foto rumahnya yang hancur di Saraqeb, Provinsi Idlib, Suriah. Satu-satunya ruangan yang tampak masih utuh adalah kamar tempat ia tidur ketika kelompok pemberontak mengebom rumahnya pada 15 September 2012. Ruangan lainnya rata tanah. Nenek, ibu, dan kakak-adiknya tewas dalam serangan itu.
Sejak konflik Suriah pecah pada Maret 2011, Saraqeb, kota kecil di Suriah barat daya, menjadi palagan, baik antara kelompok pemberontak dan pemerintah maupun antarkelompok oposisi. Seperti dilansir Al-Jazeera pada Ahad pekan lalu, pasukan pemerintah menguasai kota itu dari Agustus 2011 hingga Maret 2012. Tapi, sejak November 2012, pemerintah Presiden Bashar Assad kehilangan kendali atasnya. Kota berpenduduk sekitar 32 ribu jiwa itu kemudian dikuasai komite pemerintahan lokal, sebelum direbut kelompok Negara Islam Irak dan Levant (ISIL) pada awal 2013.
Barish masih ingat bagaimana ISIL, kelompok jihad yang dibentuk di Irak pada 2003, merebut kota itu. Pada awalnya hanya beberapa orang datang membawa obat-obatan dan makanan. Mereka bersikap santun dan murah hati. Mereka juga membawa uang untuk merekrut gerilyawan lokal yang lapar dan kehabisan amunisi.
Tak lama kemudian bala tentara ISIL berdatangan. Mereka merupakan gabungan gerilyawan dari Libya, Aljazair, Irak, Afganistan, dan Turki. Bahkan dalam rombongan itu terdapat masing-masing satu warga Belgia dan Amerika Serikat. "Jumlahnya cukup untuk menakut-nakuti pencuri agar bertobat," tutur Barish, penerbit majalah anak-anak Zeitoun wa Zeitouna, kepada Al-Jazeera.
Hanya dalam hitungan pekan, kelompok yang dipimpin Abu Bakr al-Baghdadi itu memperlihatkan wajah aslinya. Barish mengatakan, pada Mei 2013, kelompok pemberontak yang berafiliasi dengan Al-Qaidah itu memancung dua lelaki di lapangan terbuka dengan dakwaan melanggar hukum Islam. Sebulan kemudian mereka menguasai seluruh kota, melarang warganya menenggak minuman keras dan merokok, serta menegakkan syariat Islam. Barish pun menghadapi masa-masa sulit. Majalahnya dibredel. Ia ditahan dan dipukuli hanya karena memotret seorang nona 13 tahun yang menjadi peserta lokakarya yang ia gelar.
Menurut Syrian Observatory for Human Rights (SOHR), organisasi hak asasi manusia yang berbasis di Inggris, ISIL adalah kelompok bersenjata paling keras dan kuat di Suriah saat ini. Kelompok yang hadir di Suriah sejak April 2013 ini tak disukai warga Suriah karena kerap menahan para pengkritiknya dan memaksakan syariat Islam di wilayah yang mereka kuasai.
Kehadirannya mengubah peta kelompok oposisi di Suriah. Agenda kelompok ini membuat kelompok lain gerah. Bahkan kelompok Jabhat al-Nusra, yang juga berafiliasi dengan Al-Qaidah, tak menyukai ISIL. Persaingan antarkelompok itu memuncak dalam tiga pekan terakhir. Sejumlah kelompok moderat bersatu dengan kelompok Islamis memerangi ISIL. Seperti dilansir The Week, perang pecah di Provinsi Aleppo dan Idlib pada awal Januari lalu setelah Dr Hussein al-Suleiman, pemimpin kelompok oposisi Ahrar al-Sham, tewas di tangan ISIL.
Dua pekan lalu, kelompok pembangkang yang bersatu itu-termasuk Front Revolusioner Suriah, Ahrar al-Sham, Jabhat al-Islamiyya, dan Tentara Mujahidin-merebut kembali sejumlah kota yang dikuasai ISIL. Kelompok-kelompok itu merasa perjuangan menumbangkan Assad dibajak oleh ISIL. Perang saudara pun meluas ke Kota Raqqa di timur. Menurut Abdurrahman dari SOHR, perang empat hari itu menewaskan 270 orang.
Sejumlah pihak pesimistis perang antarkelompok oposisi bakal surut bila konferensi perdamaian antara kelompok oposisi dan pemerintah Suriah di Montreux, Swiss, Rabu-Jumat pekan lalu, tak membuahkan solusi. Perang antarkelompok hanya sia-sia dan menguntungkan pemerintah, karena kelompok oposisi akan berfokus memerangi ISIL ketimbang menumbangkan rezim Assad.
Al-Baghdadi sebenarnya gerah terhadap perang antarkelompok itu. Ia menyerukan agar semua kelompok berhenti bertikai dan menggalang kekuatan melawan Alawi dan Syiah-aliran agama keluarga Assad dan sebagian besar pejabat Suriah. Ia meminta pasukannya tidak menjadi korban kampanye melawan ISIL. "Kami tidak menginginkan perang ini. Satu-satunya yang akan diuntungkan dari perang ini adalah kelompok Alawi dan Syiah dari rezim Suriah," ujarnya seperti dikutip Fox News, Ahad pekan lalu.
Pemimpin Jabhat al-Nusra, Mohammad al-Jolani, juga menyerukan agar perang antarkelompok segera diakhiri. Dalam rekaman audio berdurasi sembilan menit, Al-Jolani menyalahkan kebijakan ISIL memperparah konflik. Ia mengusulkan pembentukan dewan syariah untuk semua kelompok. Ia berupaya meredam konflik lama di antara dua kelompok afiliasi Al-Qaidah itu. Keduanya berselisih sejak Oktober lalu ketika pemimpin Al-Qaidah, Al-Zawahiri, meminta ISIL keluar dari Suriah, tapi ISIL menolak.
"Semua pihak, baik pejuang asing maupun lokal, akan membayar atas hilangnya jihad besar, dan rezim Suriah akan menguat lagi setelah hampir lenyap," demikian pesan Al-Jolani yang dikirim ke forum-forum jihad, seperti dikutip CNN.
Islam Aloush, juru bicara Jabhat al-Islamiyya-aliansi pemberontak terbesar dengan 45-50 ribu anggota pasukan-mengatakan ISIL menjadi agresif dan memaksakan agendanya, seperti pelaksanaan syariat Islam, eksekusi mati di depan publik, dan memenjarakan lawannya. Jabhat al-Islamiyya terdiri atas enam kelompok oposisi, termasuk dua kelompok terkemuka di Suriah, Ahrar al-Sham yang beraliran Salafi dan Ansar al-Sham.
Banyak pihak menganggap ISIL kelompok bentukan Assad atau hasil kerja sama antara Assad dan negara-negara besar. Alasan mereka sederhana: mengapa Turki, negara anggota NATO, dengan mudah meloloskan milisi asing menyeberangi perbatasan. Mengapa pasukan pemerintah mengebom sekolah dan pasar di Raqqa, kota yang dikuasai ISIL selama setengah tahun, tapi tidak menyerang markas ISIL.
Kepada Al-Jazeera, anggota koalisi oposisi Dewan Nasional Suriah, Saleh Mubarak, mengatakan, meski ISIL dan Jabhat al-Nusra sama-sama afiliasi Al-Qaidah, warga Suriah menganggap ISIL berbeda dengan Jabhat al-Nusra, yang dicap sebagai kelompok teroris oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Amerika. Menurut dia, ada konsensus ISIL adalah kelompok teroris yang tak diinginkan warga Suriah. Ada kecurigaan tentang pembentukannya dan siapa yang mendanainya. "Ada yang ingin menyingkirkannya karena mereka sama diktatornya dengan rezim Assad."
Sapto Yunus
Dari Moderat sampai Islamis
Komposisi gerakan pemberontak Suriah terus berubah sejak aksi protes menentang Presiden Bashar Assad pecah tiga tahun lalu. Ada kelompok yang bubar, tak sedikit pula yang lahir. Inilah kelompok-kelompok kunci dalam konflik Suriah.
Jabhat al-Islamiyya
Jabhat al-Nusra
Negara Islam Irak dan Levant (ISIL)
Komando Militer Agung
Front Para Revolusioner Suriah
Tentara Mujahidin
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo