Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pemimpin Junta Myanmar Min Aung Hlaing mengumumkan rencana kunjungan kerja ke Cina pada pekan ini untuk menghadiri KTT Greater Mekong Subregion and the Ayeyawady-Chao Phraya-Mekong Economic Co-operation Strategy (ACMECS). Itu adalah kunjungan kerja pertama Min setelah kudeta militer pada 2021 yang menimbulkan kekacauan, di mana dia merebut kekuasaan dari pemerintah sipil Myanmar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kudeta militer di Myanmar mendapat penolakan dari dalam negeri sehingga memicu gerakan penolakan bersenjata dari warga sipil Myanmar, termasuk etnis minoritas yang ingin mendirikan wilayah sendiri yang lebih luas di luar kendali pemerintah junta Myanmar, yang berbasis militer.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam KTT ACMECS yang diselenggarakan pada 6 dan 7 November 2024, Min akan bertemu delegasi dari Kamboja, Laos dan Vietnam. KTT itu akan diselenggarakan di Kunming, Cina.
“Dia akan menggelar rapat dan diskusi dengan otoritas Cina dan dan membangun kerja sama untuk meningkatkan hubungan bilateral, ekonomi dan mengembangkan sejumlah sektor,” demikian keterangan Junta Myanmar.
Kemunduran kekuasaan militer Myanmar di tengah naiknya penolakan terhadap kudeta militer sejak akhir Oktober 2023, telah membuat Cina waswas. Cina dan Myanmar saling berbagi wilayah perbatasan, di mana konflik ini telah menutup sebagian kawasan perbatasan dan menghentikan sementara aktivitas impor karena wilayah itu dikendalikan oleh kelompok pemberontak.
Cina punya ketertarikan secara ekonomi pada Myanmar, termasuk dalam hal pengembangan jalur pipa minyak dan gas yang melintasi negara yang dulu bernama Burma. Bukan hanya itu, Cina juga sudah punya rencana membangun sebuah pelabuhan di teluk Bengal. Dalam hal impor, Beijing mengimpor logam dari Myanmar, yang digunakan untuk otomotif dan energi angin.
“Apakah Min pergi ke Cina untuk mendapatkan lebih banyak dukungan dari Beijing atau sebaliknya lebih banyak tekanan, itu sama-sama hal buruk bagi masyarakat Myanmar,” kata David Mathieson, analis independen yang meneliti kondisi Myanmar.
Menurutnya, Cina sudah memperjelas kalau Negeri Tirai Bambu itu mendukung Pemerintahan Junta dan rencana negara itu menggelar pemilu. Sebelumnya pada Agustus 2024, media milik pemerintah Myanmar mewartakan Beijing sudah menjanjikan bantuan teknis dan bantuan untuk melakukan sensus penduduk serta usulan agar pemilu bisa dilakukan.
Sumber: Reuters
Pilihan editor: Media Junta Sebut Cina Janjikan Bantuan untuk Pemilu Myanmar
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini