Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Christchurch – Imam Masjid Al Noor, Christchurch, Selandia Baru, mengatakan bulan Ramadan sebagai saat yang tepat untuk berkirim pesan cinta kepada sesama termasuk keluarga dari pelaku penembakan massal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca:
Pelaku penembakan massal jamaah Masjid Al Noor dan Linwood Islamic Center di Christchurch, Selandia Baru, adalah Brenton Tarrant, yang merupakan warga Australia.
Tiga pekan sebelum serangan teror itu terjadi, imam Gamal Fouda mengatakan ada seorang pengunjung masjid berkulit putih yang berperilaku aneh. Lelaki itu enggan menyebutkan namanya.
“Kami mengirim pesan cinta dan kasih sayang kepada semua orang termasuk kepada keluarga dari orang yang tidak menyebut namanya itu,” kata Fouda kepada Newshub pada Senin, 13 Mei 2019.
Baca:
Imam Fouda mengatakan masih ada kekhawatiran akan munculnya kejahatan yang dipicu sentimen kebencian saat ini.
“Kemunculan supremasih kulit putih dan ekstrimisme saya kanan saat ini merupakan ancaman besar global bagi umat manusia dan ini harus berakhir sekarang,” kata dia.
Serangan teror di Selandia Baru menewaskan 51 orang dengan 43 orang tewas di Masjid Al Noor.
Baca:
Pernyataan Fouda ini muncul seiring proses pengumpulan informasi oleh Komisi Kerajaan Selandia Baru atau New Zealand’s Royal Commission terkait serangan teror di Christchurch telah dimulai.
Komisi ini juga menyelidiki berbagai aktivitas Tarrant di sosial media dan koneksi internasional yang dimilikinya.
Komisi juga menyelidiki soal apakah sumber daya pasukan kontra-terorisme telah dialokasi sesuai prioritas.
“Temuan Komisi ini akan membantu memastikan serangan serupa tidak terjadi lagi,” kata Jacinda Ardern, Perdana Menteri Selandia Baru, pada Senin, 13 Mei 2019.
Baca:
Komisi ini akan melaporkan temuannya kepada pemerintah pada 10 Desember 2019. Ardern bakal berada di Paris, Prancis, pada pekan ini untuk ikut memimpin pertemuan dengan Presiden Prancis, Emmanuel Macron.
Macron sedang berupaya mengajak para pemimpin dunia dan pemimpin perusahaan teknologi global seperti Facebook untuk mengeliminasi konten kebencian yang dipromosikan teroris dan ekstrimis secara online di jejaring sosial.
Macron menyebut inisiatif ini sebagai “Christchurch Call”. “Ini bukan soal melemahkan atau membatasi kebebasan berpendapat. Ini soal perusahaan-perusahaan ini dan cara mereka beroperasi,” kata Ardern dalam kolum di New York Times pada Sabtu pekan lalu.
Baca:
Sejumlah eksekutif dari Facebook, Google dan Twitter serta perusahaan teknologi lainnya diharapkan hadir dalam pertemuan ini, yang juga dihadiri PM Selandia Baru. Bekas Deputi PM Inggris, Nick Clegg, dan Vice Presiden Facebook bakal hadir dalam pertemuan ini. “Pertemuan ini penting untuk menjaga masyarakat dari ancaman bahaya,” kata Clegg seperti dilansir News.