Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

PM Belanda Minta Maaf Atas Perbudakan di Negara Jajahan

Perdana Menteri Mark Rutte meminta maaf atas nama Negara Belanda karena perannya dalam perbudakan termasuk di Indonesia,

20 Desember 2022 | 07.40 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Sekelompok pejuang Indonesia yang akan diinterogasi oleh Kelompok Intelijen dan Keamanan di Sidikalang, Sumatera Utara pada awal tahun 1949. Perdana Menteri Belanda Mark Rutte menyatakan permintaan maaf mendalam kepada Indonesia setelah tinjauan sejarah menemukan bahwa Belanda telah menggunakan "kekerasan yang berlebihan" dalam upaya mendapatkan kembali kendali atas bekas jajahan mereka setelah Perang Dunia II. Arsip Nasional/Handout via REUTERS

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Perdana Menteri Mark Rutte meminta maaf atas nama Negara Belanda karena perannya dalam perbudakan termasuk di Indonesia, dan atas konsekuensi yang diakuinya berlanjut hingga hari ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Hari ini saya minta maaf," kata Rutte dalam pidato yang disiarkan secara nasional di Arsip Nasional Belanda, Senin, 19 Desember 2022.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Selama berabad-abad negara Belanda dan perwakilannya telah mengaktifkan dan merangsang perbudakan dan mendapat untung darinya," tambahnya.

"Benar bahwa tidak seorang pun yang hidup hari ini menanggung kesalahan pribadi atas perbudakan...(namun) negara Belanda memikul tanggung jawab atas penderitaan luar biasa yang telah dilakukan terhadap mereka yang diperbudak dan keturunan mereka."

Permintaan maaf itu muncul di tengah pertimbangan ulang yang lebih luas tentang masa lalu kolonial negara itu, termasuk upaya untuk mengembalikan karya seni yang dijarah, dan perjuangannya melawan rasisme saat ini.

Prospek permintaan maaf pada suatu sore di bulan Desember di Den Haag mendapat tentangan dari kelompok-kelompok yang mengatakan permintaan maaf itu seharusnya datang dari Raja Willem-Alexander, di bekas koloni Suriname, pada 1 Juli 2023 -- peringatan 160 tahun penghapusan Belanda.

"Dibutuhkan dua orang untuk hal ini, permintaan maaf harus dilakukan," kata Roy Kaikusi Groenberg dari Yayasan Kehormatan dan Pemulihan, sebuah organisasi Afro-Suriname Belanda.

Dia mengatakan, merasa salah jika para aktivis yang merupakan keturunan budak telah berjuang selama bertahun-tahun untuk mengubah diskusi nasional, tetapi tidak diajak berkonsultasi secara memadai.

"Cara pemerintah menangani ini, ini terlihat seperti sendawa neo-kolonial," katanya seperti dikutip Reuters.

CNN melaporkan, Belanda mendapat banyak keuntungan dari perdagangan budak pada abad ke-17 dan ke-18, di antaranya melalui Dutch West India Co. yang mengangkut budak dari Afrika ke Amerika. Belanda tidak melarang perbudakan di wilayahnya sampai tahun 1863, meskipun itu ilegal.

Pedagang Belanda diperkirakan telah mengirim lebih dari setengah juta orang Afrika yang diperbudak ke Amerika, lapor Reuters. Banyak yang pergi ke Brasil dan Karibia, sementara sejumlah besar orang Asia diperbudak di Hindia Belanda, yang merupakan Indonesia modern.

Namun anak-anak Belanda tidak banyak diajari tentang peran yang dimainkan negara itu dalam perbudakan dan penjajahan.

REUTERS, CNN

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus