Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

PR bagi Sang Doktor

Koalisi partai kanan yang menang pemilu di Polandia mencalonkan seorang doktor fisika sebagai calon perdana menteri. Perbaikan ekonomi dan mengikis pengangguran akan menjadi pekerjaan utama pemimpin baru.

3 Oktober 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kiri, kanan, kiri lagi, lalu kanan: kurang lebih inilah gerakan pendulum politik di Polandia bergoyang selama hampir dua dekade terakhir. Sejak jatuhnya komunisme di Polandia pada 1989, kubu kanan dan kiri praktis secara bergantian memerintah. Empat tahun terakhir negeri itu dikendalikan pemerintahan sosialis pimpinan Aleksander Kwasnieski. Kini, gantian partai-partai berhaluan kanan yang naik daun dengan Partai Hukum dan Keadilan (PiS) sebagai tulang punggung.

Pemilu ini melahirkan pula beberapa ”bintang baru” yang akan memimpin pada periode berikutnya. Kazimierz Marcinkiewicz, 46 tahun, misalnya, dijagokan Partai Hukum dan Keadilan untuk menjadi perdana menteri. Marcinkiewicz adalah doktor fisika sekaligus ekonom andalan. Dia pernah memimpin Komite Privatisasi Parlemen. Kedudukan Marcinkiewicz baru akan dipastikan setelah pemilihan presiden yang dilaksanakan pada 9 Oktober.

Untuk posisi presiden ada dua calon kuat. Donald Tusk, 48 tahun, Ketua Partai Platform Sipil (PO) dan Lech Kaczynski, 56 tahun, Wali Kota Warsawa. Lech Kaczynski adalah kembaran dari Jaroslaw Kaczynski, Ketua PiS yang membidik kursi perdana menteri. Analis politik Polandia meramalkan, jika Lech merebut kursi presiden, Jaroslaw akan menepi dan memberikan kursinya kepada Marcinkiewicz. ”Jangan sampai dua jabatan tertinggi di Polandia dipegang oleh sepasang kembar,” ujarnya.

Bilamana Tusk yang menang, komposisi bisa saja berubah.

Tim mana pun yang akan terbentuk kelak akan menghadapi tugas berat memperbaiki perbaikan ekonomi dan kesejahteraan warga. Menjadi bintang reformasi ekonomi di akhir era pertengahan 1990-an, Polandia kini pucat dengan tingkat pengangguran menumbuk angka 17,18 persen—tertinggi di Eropa. Pendapatan per kapita Polandia melorot jauh dari angka 2003, US$ 11.090 (setara Rp 110 juta lebih) menjadi US$ 6.090 (Rp 60 juta lebih), dalam catatan Bank Dunia pada 2005. Tingkat inflasinya sempat bertahan di angka 2,1 persen pada 2005, namun secara perlahan-lahan pulih. Mingguan The Economist bahkan berani meramalkan, angka ini bisa melangsing ke 1,8 persen pada 2006.

Lantas apa langkah partai-partai pemenang pemilu untuk menyiasati problem ekonomi? Sebelum ke level itu, mula-mula tentu mereka akan membereskan dulu soal ”administrasi” pembagian kue kekuasaan. Di Sejm, parlemen Polandia, tersedia 460 kursi. Juara pemilu kali ini adalah Partai Hukum dan Keadilan yang menyabet 155 kursi. Tapi itu masih jauh dari angka mutlak di atas 40 persen. Artinya? PiS mesti rela berbagi meja dengan PO yang probisnis. Partai ini memetik 133 kursi. Keduanya sepakat untuk berkoalisi di Sejm.

Parlemen akan menjadi medan yang cukup rata bagi PiS dan PO. Lawan berotot praktis sudah tiada. Aliansi Demokratik Kiri (SLD) yang perkasa empat tahun lalu, kini keok dengan hanya 55 kursi. Proses berkoalisi PiS dan PO memang akan cukup berkerikil—setidaknya itu yang diramalkan para pengamat. Umpamanya dalam urusan pajak, PiS menentang ide PO memberlakukan pajak rata-rata 15 persen. PiS juga menolak usul percepatan privatisasi dan bank sentral yang independen. Bagi PO, keduanya justru amat esensial dilakukan demi pertumbuhan ekonomi.

Tantangan lain yang tidak ringan adalah menciptakan lowongan kerja sebanyak mungkin bagi para penganggur, dan membereskan anggaran 2006 yang telanjur disetujui pemerintahan kiri. ”Itu bujet stagnan yang tak merangsang investasi,” komentar Marcienkiwicz di radio pemerintah.

Alhasil, pemimpin yang terpilih agaknya perlu menyingsingkan lengan baju tinggi-tinggi. Apalagi, kepercayaan warga melorot jauh dalam pesta coblosan kali ini. Statistik mencatat, hanya 40 persen pemilih yang sudi mencoblos pada dua pekan lalu. Ini rekor terburuk sejak 1990.

Kurie Suditomo (The Economist/Warsaw Business Journal/AP)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus