Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
ALJAZAIR Referendum Damai
CEMAS dengan kekerasan yang tak kunjung reda di negerinya, Presiden Aljazair Abdelaziz Bouteflika menawarkan formula damai lewat referendum pada Kamis lalu. Inti referendum, negara akan memberi amnesti besar-besaran kepada kelompok militan Islam yang angkat senjata sejak 1992 karena kemenangan mereka dalam pemilu dibatalkan secara sepihak oleh pihak militer. Sudah 150 ribu orang lebih menjadi korban.
Dengan menawarkan amnesti, Bouteflika berharap bisa memancing sisa-sisa kelompok militan Jemaah Salaf untuk Dakwah dan Pertempuran (GSPC) turun gunung. Sekitar seribu anggota kelompok yang berafiliasi kepada Al-Qaidah ini masih bergerilya.
Sampai Kamis pekan lalu, Kementerian Dalam Negeri Aljazair mengklaim sudah 65 persen masyarakat yang mengikuti referendum. Namun, di sejumlah kota justru terjadi pemboikotan terhadap referendum, terutama mereka yang kehilangan anggota keluarga. Di Rais, referendum hanya diikuti 13 persen penduduk. Di Blida, 30 perempuan yang kehilangan suami mengubur kartu referendum sebagai simbol penolakan. Para penentang referendum beranggapan Bouteflika memiliki maksud tersembunyi untuk membungkam pihak oposisi.
AMERIKA SERIKAT Miller Buka Mulut
PENGADILAN Tinggi Washington membebaskan reporter New York Times Judith Miller pada pekan lalu. Tiga bulan Miller mendekam di penjara karena melindungi sumbernya. Dia dibebaskan setelah setuju membuka nama sumbernya kepada jaksa penuntut Patrick Fitzgerald. Sumber yang tadinya dilindungi Miller bernama Lewis Libby, staf Wakil Presiden AS Dick Cheney. Miller berbicara dengan Libby melalui telepon pada 8 Juli 2003.
Dalam pembicaraan itu, Lewis membisikkan bahwa Valery Plame, istri Joseph Wilson (mantan Duta Besar AS di Gabon, Afrika), adalah seorang agen rahasia CIA. Selain Libby Lewis, penasihat Presiden Bush, Karl Rove, juga pernah dituduh membocorkan jati diri Plame. Jaksa Fitzgerald memimpin penyelidikan kasus ini selama hampir dua tahun. Kuat dugaan, pembocor nama Plame adalah pejabat di lingkungan pemerintahan Bush. Diduga, motif pembocoran adalah balas dendam terhadap Joseph Wilson yang keras mengkritik kebijakan Bush menginvasi Irak melalui artikelnya di The New York Times edisi 6 Juli 2003.
INDIA Mogok Nasional
MOGOK nasional selama sehari melanda seluruh India pada pekan lalu. Aksi ini amat mengganggu pelayanan transportasi udara, kereta, dan perbankan. Dimotori oleh serikat buruh (terutama para pekerja di bidang transportasi udara) mogok massal itu adalah protes terhadap niat pemerintah menjual sebagian saham BUMN di bidang transportasi udara, kereta, dan perbankan ke pihak swasta.
Penjualan itu dimaksudkan untuk mengumpulkan investasi baru untuk swastanisasi bandar udara dan dana pensiun. Ini aksi mogok pertama sejak Partai Kongres berkuasa pada 2004. Pemogokan itu berhasil menghentikan lalu lintas di 78 bandar udara. ”Aksi mogok ini sukses,” kata M.K. Ghosal, Sekretaris Jenderal Serikat Buruh Otorita Bandara India.
Partai-partai komunis India adalah pendukung utama pemerintahan koalisi. Namun, mereka menentang reformasi ekonomi total. Pemerintah koalisi yang dipimpin Partai Kongres, yang bergantung pada empat partai sayap kiri, harus mereformasi ekonomi untuk mempertahankan angka pertumbuhan yang sehat. Caranya, antara lain, dengan melepaskan sebagian saham beberapa BUMN ke ”pasar bebas”.
Otorita Bandara India menegaskan, penerbangan internasional tetap beroperasi normal. Pemerintah mengerahkan 3.000 personel Angkatan Udara untuk mengatasi kemacetan pelayanan udara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo