Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Timor Leste, Francisco Guterres atau disapa Lu Olo membubarkan parlemen dan akan mengadakan pemilihan legislatif baru. Hal itu dilakukan dalam upaya untuk mengakhiri kebuntuan politik yang berkepanjangan di negara kecil tersebut sejak pemilihan presiden tahun lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seperti yang dilansir ABC News pada 26 Januari 2018, Lu Olo mengataka pemerintah minoritas yang dibentuk tahun lalu tidak dapat menjalankan program dan anggaran kebijakannya karena ditolak parlemen.
Baca: Perkenalkan, Lu Olo Pemenang Pemilu Presiden Timor Leste
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Saya percaya bahwa hanya rakyat yang bisa membantu menyelesaikan tantangan baru yang kita hadapi. Dengan rendah hati, saya meminta rakyat untuk memilih lagi dalam pemilihan baru untuk memperbaiki demokrasi kita," kata Lu Olo kepada wartawan di istana kepresidenan pada Jumat, 26 Januari 2018.
Pemerintahan minoritas di bawah Perdana Menteri Mari Alkatiri dibentuk setelah pemilihan presiden Juli 2017, namun belum bisa mendorong reformasi yang sangat dibutuhkan dan membuat keputusan mengenai bagaimana melakukan diversifikasi ekonomi dan meningkatkan produksi energi yang lesu.
Baca: Warga Timor Leste Protes Ekspansi Australia ke Laut Timor
Anggaran pemerintah 2018 ditolak oleh parlemen pada Desember 2017. Ini yang kedua kali program kebijakan pemerintah ditolak setelah Oktober lalu.
Jadwal pelaksanaan pemilu legislatif, menurut Lu Olo akan merujuk pada konstitusi.
Lu Olo mengadakan serangkaian pertemuan dengan partai politik minggu ini dan juga dewan negara, sebuah panel penasihat termasuk mantan presiden untuk membahas pemilu legislatif tersebut.
Keputusan Lu Olo mendapat dukungan dua partai terbesar di parlemen, Fretilin, yang memimpin pemerintah minoritas, dan Kongres Nasional untuk partai Rekonstruksi Timor Leste atau CNRT.
Baca: PUPR: Pembangunan Infrastruktur Perbatasan Timor Leste Dikebut
"Kami telah mengatakan kepada presiden bahwa dia harus membuat keputusan tegas untuk mengatasi krisis politik saat ini," kata Taur Matan Ruak, pemimpin partai kecil dan juru bicara aliansi oposisi di parlemen.
Timor Timur, bekas koloni Portugis, yang kemudian diduduki oleh Indonesia selama seperempat abad, merdeka setelah referendum yang didukung PBB pada 1999. Saat ini, negara berpenduduk 1,3 juta jiwa ini masih menghadapi kemiskinan. Para pemimpin berfokus pada proyek infrastruktur untuk mengembangkan ekonomi.
Pemilihan parlemen dan presiden Timor Leste yang diselenggarakan tahun lalu adalah yang pertama tanpa pengawasan PBB sejak pasukan penjaga perdamaian berangkat pada tahun 2012.