Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Xanana Gusmao, pahlawan kemerdekaan sekaligus presiden pertama Timor Leste melawan putusan pengadilan yang memenangkan perusahaan lokal terhadap perusahaan Cina dalam sengketa lahan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Xanana, seperti dilaporkan Tempo Timor, 14 September 2019 mendadak marah dengan tangan kosong dan dibantu polisi serta sejumlah orang merubuhkan pagar kayu yang dipasang Marin0 Enterprise, perusahaan pemenang sengketa lahan di desa Kaitehu di kota Liquica, 10 September 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Beberapa hari sebelumnya, pengadilan memutuskan Marino dan beberap perusahaan lain, pemenang gugatan kepemilikan lahan yang diklaim oleh China Harbour Lda Company. Pengadilan memerintahkan perusahaan Cina in berhenti memanfaatkan lahan untuk pengolahan batu kerikil.
Pada 9 September, pengacara Marino dengan dikawal polisi mendirikan pagar di sekeliling lahan yang kemudian dirubuhkan Xanana.
Mengapa Xanana marah besar terhadap Marino yang menjadi pemenang perkara di pengadilan?
Sebelum Marino beranjak ke pengadilan, Xanana melakukan pertemuan dengan Marino dan meminta perusahaan itu tidak membawa sengketa dengan China Harbor Companye ke pengadilan.
Xanana beralasan kerikil di lahan itu digunakan untuk pembangunan pelabuhan Tibar, proyek kemitraan swasta dan perusahaan publik berbiaya ratusan juta dollar. Proyek pelabuhan Tibar berada di bagian barat Dili, ibukota Timor Leste.
"Saya mengatakan kepada mereka: anda tidak dapat membawa masalah ini ke pengadilan. Pelabuhan Tibar bukan untuk saya, tapi untuk seluruh Timir Leste," kata Xanana kepada masyarakat.
Xanana pun menjelaskan bahwa dirinya tidak akan mengambil langkah hukum dalam kasus ini.
"Saya tidak akan pergi ke pengadilan, Saya di sini untuk membatalkan putusan mereka," ujar mantan perdana menteri Timor Lese ini.
"Mereka dapat menangkap saya di sini. Menangkap atau memenjarakan saya di penjara Becora. Saya siap, demi kepentingan nasional," ujar Xanana tegas.
Xanana menjelaskan, pelabuhan ini bukan untuk dirinya atau hotel tempat dia tinggal saat polisi dan aparat setempat tiba di lokasi.
Xanana kemudian mengatakan kepada para pekerja dari perusahaan Cina yang mengitari dirinya: "Saya memerintahkan anda untuk bekerja kembali."
Marino, ujar Xanana dengan meneteskan air mata menyakini Marino Enterprise menyuap pengadilan dan kementerian kehakiman untuk memenangkan perkara.
"Saya percaya Marino Enterprise telah menyuap mereka. Saya percaya itu terjadi," kata Xanana.
Pengacara Marino Enterprise mengatakan jika ada orang yang mau memanfaatkan lahan ini, maka mereka harus mengadakan kontrak denga pemilik lahan.
"Namun klien saya tidak punya kuasa, itu sebabnya kami membawa kasus ini ke pengadilan. Putusan pengadilan menyatakan klien saya berhak atas lahan itu," ujar pengacara Marino Enterprise.
Menteri Kehakiman Manuel Carceres da Costa baru-baru ini berkunjung ke lokasi sengketa laha. Dia mengatakan, lahan itu memang milik Marino Enterprise yang dibeli dari komunitas pemilik lahan. Jual beli lahan ini telah disahkan secara hukum oleh notaris.
"Saya telah menandatangani kesepakatan penyewaan lahan dengan perusahaan Cina, namun itu tidak termasuk lahan milik Marino Enterprise. Ini lahan pribadi," ujar da Costa.
Menurut Xanana, Marino Enterprise membeli lahan itu dari komunitas warga senilai US$ 15 ribu atau setara dengan Rp 209,4 juta. Yayasan yang didirikan Xanana berusaha membeli kembali lahan itu, namun Marino menolak untuk menjualnya.