Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Raja Belanda Willem-Alexander pada Sabtu 1 Juli 2023 meminta maaf atas peran negaranya dalam perbudakan, yang disambut sorak-sorai di sebuah acara untuk memperingati 150 tahun penghapusan perbudakan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pidato raja mengikuti permintaan maaf Perdana Menteri Belanda Mark Rutte akhir tahun lalu atas peran negara dalam perdagangan budak dan perbudakan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam pidato yang emosional, Willem-Alexander merujuk kembali pada permintaan maaf itu ketika dia mengatakan kepada kerumunan tamu undangan dan penonton, "Hari ini saya berdiri di hadapan Anda. Hari ini, sebagai Raja Anda dan sebagai anggota pemerintah, saya membuat permintaan maaf ini sendiri. Dan saya merasakan beban kata-kata di hati dan jiwa saya."
Raja berkata bahwa dia telah menugaskan sebuah studi tentang peran yang tepat dari keluarga kerajaan Orange-Nassau dalam perbudakan di Belanda.
"Tapi hari ini, pada hari peringatan ini, saya meminta maaf atas kegagalan yang jelas dalam menghadapi kejahatan terhadap kemanusiaan ini," tambahnya.
Suara Willem-Alexander tampak pecah karena emosi saat dia menyelesaikan pidatonya sebelum meletakkan karangan bunga di monumen perbudakan nasional negara itu di sebuah taman Amsterdam.
Perbudakan dihapuskan di Suriname dan koloni Belanda di Karibia pada 1 Juli 1863, tetapi sebagian besar buruh yang diperbudak dipaksa untuk terus bekerja di perkebunan selama 10 tahun lagi. Peringatan dan pidato hari ini menandai dimulainya satu tahun acara untuk menandai peringatan 150 tahun pada 1 Juli 1873.
Penelitian yang diterbitkan bulan lalu menunjukkan bahwa nenek moyang raja mendapat penghasilan setara dengan €545 juta di zaman modern dari perbudakan, termasuk keuntungan dari saham yang secara efektif diberikan kepada mereka sebagai hadiah.
Ketika Rutte meminta maaf pada Desember, dia tidak menawarkan kompensasi kepada keturunan budak.
Sebaliknya, pemerintah membentuk dana €200 juta untuk inisiatif yang mengatasi warisan perbudakan di Belanda dan bekas jajahannya serta untuk meningkatkan pendidikan tentang masalah ini.
Itu tidak cukup untuk beberapa orang di Belanda. Dua kelompok, Manifesto Hitam dan Arsip Hitam, mengorganisir pawai protes sebelum pidato raja pada Sabtu di bawah panji "Tidak ada penyembuhan tanpa reparasi."
"Banyak orang termasuk saya, kelompok saya, The Black Archives, dan Black Manifesto mengatakan bahwa permintaan maaf saja tidak cukup. Permintaan maaf harus dikaitkan dengan bentuk perbaikan dan keadilan atau reparasi," kata direktur Black Archives, Mitchell Esajas.
Para pengunjuk rasa mengenakan pakaian tradisional berwarna-warni dalam perayaan penghapusan perbudakan di Suriname. Orang yang diperbudak dilarang memakai sepatu dan pakaian berwarna, kata penyelenggara.
"Sama seperti kita mengingat nenek moyang kita pada hari ini, kita juga merasa bebas, kita bisa memakai apa yang kita inginkan, dan kita bisa menunjukkan kepada seluruh dunia bahwa kita bebas." kata Regina Benescia-van Windt yang berusia 72 tahun.
REUTERS | EURONEWS