Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Malang nona tumbuh

Pn yogyakarta memvinis 5 terdakwa, yang melakukan pembunuhan nona tumbuh. menurut terdakwa, nona tumbuh dikeroyok, yang sebelumnya dikira duyung wanita yang suka melarikan anak pada malam hari. (hk)

26 Juni 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MESTINYA Tumbuh, 35 tahun, yang masih nona itu bersenang-senang bersama keluarga dan sanak familinya Tapi taunya ia berhadapan dengan maut. Lima orang yang menyebabkan kematian nona Tumbuh, dijatuhi hukuman oleh Pengadilan Negeri Yogyakarta di awal minggu kedua bulan Jun ini. Ceritanya, demikian. Di hari Raya Idul Fitri, di tahun 1972, Tumbuh bertolak dari desanya. di Sitran, Kelurahan Sumberarum, Kecamatan Moyudan, Kabupaten Sleman. Dengan mengenakan rasukan (baju kebaya), sinjang (kain) serta payung di tangan, ia berhalal bi halal dengan sanak familinya di Sejati Dukuh, lalu ke Kelurahan Duren dan selanjutnya bermaksud menemui kemenakannya di Sentolo, di Kabupaten Kulon Progo. Tapi entah bagaimana, bukannya Sentolo yang ia injaki namun ia ada di Wetan Progo, di Desa Bakal Dukuh, Kecamatan Sedayu, Kabupaten Bantul. Nona Tumbuh sesat. Hari itu sudah jam 19.00, tanggal 9 Nopember. Bukan familinya yang ia jumpai tapi bala yang mengancam. Kedatangannya di malam hari di dea itu disambut dengan keroyokan. Ia dikira "duyung" atau seorang wanita yang suka melarikan anak. Lurah serta Ketua Dukuh dan Kepala Keamanan setempat yang menerima laporan adanya wanita aneh itu, tanpa fikir dan tanpa usut kebenarannya memberikan tanggapan yang justru mendapat tafsiran yang lain dari orang kampung yang melapor. "Nek yo duyung dikecegi wae", kata Lurah, yang kalau di Indonesiakan: kalau itu duyung diikat saja. Maklum orang desa yang sukar membedakan mana itu instruksi dan mana ucapan biasa, pokoknya tugas dijalankan. Oleh lima orang penduduk yang masing-masing A alias S, K, P, Twh dan Tgm, mulai mengikat nona Tumbuh. Mula-mula ke batang kuweni, lalu diteruskan ke kursi kayu menggunakan tali plastik dan rotan. Sementara itu P menghantam lagi tengkuk perempuan itu dengan sepotong besi. Tapi matinya Tumbuh, menurut visum dokter, karena kelemasan akibat terlalu lama dikebat. Sedangkan Mukardi, kakak korban, nampaknya meragukan visum tersebut karena menurutnya di bagian belakang Tumbuh ada pukulan yang membekas. Membunuh Kambing Rupanya atas dasar visum itulah, Pengadilan Negeri Yogya membebaskan para terdakwa dari tuntutan primer: yaitu pasal-pasal KUHP tentang pembunuhan. Tapi terbukti pada tuduhan subsider yaitu melakukan penganiayaan yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia. Terdakwa-terdakwa S, 40 tahun, dan K, 30, kebagian penjara masing-masing satu tahun, lalu P, 25, kebagian yang paling gede 1 tahun 3 bulan, Twh, 30, dapat 8 bulan, dan Tgm, 28 dihukum 6 bulan penjara. Semuanya potong tahanan. Hanya P yang ditahan sejak 19 April 1976, sedang lainnya sejak 1 April (tahun itu juga). Keputusan ini tidak jauh berbeda dari tuntutan jaksa sebelumnya. "Korban bukanlah orang gila, tapi lemah ingatan", begitu kata Jaksa A. Slamet SH yang tentunya berdasarkan visum. Begitu palu Hakim Ketua Majelis, Suyono SH menyentuh bibir meja, tinggal langkah lunglai para keluarga korban yang meninggalkan ruang sidang yang sebelumnya dengan tekun mendengarkan hakim membacakan keputusannya sambil bersipu di lantai jubin. "Sangat ringan", ujar Mukardi, "sama dengan hukuman membunuh kambing". Selama sidang, para terdakwa pun tidak puas kalau Lurah, Dukuh dan Keamanan daerahnya itu dianggap suci dalam peristiwa ini, sebab menurut mereka pejabat inilah yang jadi pegangan mereka dalam bertindak. Jaksa A. Slamet, dari Kejaksaan Negeri Bantul menjanjikan untuk juga menuntut Lurah serta Dukuh dan Keamanan termaksud, segera setelah ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus