Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Krisis keuangan yang mengempas Amerika Serikat menjalar cepat ke Eropa. Lembaga keuangan, termasuk bank, kewalahan. Prancis termasuk yang kelabakan mengatasi utang yang membengkak akibat krisis itu.
Presiden Nicolas Sarkozy akhirnya mengajukan Undang-Undang Pensiun yang pekan lalu disetujui dewan dan Senat. Meski masih harus berhadapan dengan Komisi Independen kedua lembaga wakil rakyat itu dan banding Partai Sosialis di Mahkamah Konstitusi, peluang lolos masih besar.
Ini memicu gelombang demonstrasi yang luar biasa sejak September. Jutaan orang turun ke jalan, dan mogok di perusahaan swasta serta pemerintah, memprotes undang-undang ini lantaran berbau kepentingan borjuis atau pemilik modal. Salah satunya soal usia pensiun yang mundur dari 60 menjadi 62 tahun. Dengan mengubah usia ini saja, Sarkozy bisa menghemat uang negara sampai 70 miliar euro sampai 2030.
Namun ancaman sistem pembaruan pensiun ala Sarkozy ini tak cuma soal usia, karena akan merembet ke hal lainnya. Dalam sistem selama ini, orang yang bekerja langsung dipotong untuk beberapa hal: tunjangan kekeluargaan, asuransi kesehatan, dan pensiun.
Dengan perpanjangan pensiun, artinya duit yang diambil negara lebih banyak dua tahun, menjadi 44 tahun. Bandingkan dengan Jerman yang lebih sosialis, hanya 37,5 tahun. Sebab, awal bekerja, tak ada pungutan apa pun. Ditambah lima tahun kemudian, baru seorang pensiunan bisa mendapat hak penuh pensiunnya. Uang pensiun pun tidak ditentukan dari jumlah masa kerja, tapi berdasarkan gaji tertinggi terakhir.
Inilah kesenjangan antara kaum kelas atas dan kaum menengah serta miskin yang bekerja di perusahaan—negeri dan swasta. Belum lagi soal skandal petinggi pemerintah dengan pebisnis. Gerard, seorang peserta demonstrasi berusia 70 tahun, memberikan contoh soal Liliane Bettencourt, pemegang saham terbesar kelompok kosmetik L’Oreal yang punya kedekatan dengan Menteri Tenaga Kerja dan Bendahara Partai Perserikatan Gerakan Populer Eric Woerth.
Skandal semacam ini membuat rakyat berpikir reformasi ini memang cuma menguntungkan kaum borjuis. Kaum ini juga yang melekat dengan kerajaan, yang ditumbangkan rakyat saat Revolusi Prancis 1789.
Pensiunan Inspektur Pajak Paris ini ikut berdemonstrasi demi solidaritas kaum pekerja Prancis. Cuma delapan persen buruh yang menjadi anggota serikat, rapi solid ketika isu finansial dan pendapatan yang menyinggung kepentingan mereka. ”Saat ini, tak ada uang di masyarakat, daya beli turun drastis,” ujarnya kepada Tempo.
Perpanjangan usia juga tak akan mencukupi syarat 42 tahun bagi perempuan—dengan pensiun 60 tahun. Sebab, biasanya perempuan cepat pensiun sebelum usia maksimal, karena mesti mengurus anak. ”Bila demikian, mana mungkin dia bisa mendapat hak pensiunnya secara penuh?”
Yophiandi, Anda Djoehana Wiradikarta (Prancis)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo