Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Ribuan Perempuan Myanmar Dipaksa Menikahi Pria Cina

Lebih dari 7.500 perempuan Myanmar dipaksa menikah dengan pria Cina dan 65 persan dari jumlah itu merupakan korban perdagangan manusia.

8 Desember 2018 | 07.30 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Perempuan Kachin tinggal di pengungsian sementara setelah pasukan militer Myanmar, Tatmadaw, menyerang mereka. [NATIONAL CHATOLIC REPORTER]

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Lebih dari 7.500 perempuan Myanmar dipaksa menikah dengan pria Cina dan 65 persen dari jumlah itu merupakan korban perdagangan manusia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Penelitian Johns Hopkins Bloomberg School of Public Healt dan Kachin Women's Association Thailand yang dipaparkan di Bangkok, 7 Desember 2018 menemukan fakta tersebut dalam 5 tahun terakhir.

Baca: Ribuan Perempuan Etnis Rohingya Lahirkan Bayi Korban Perkosaan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ribuan perempuan Myanmar diperdagangkan oleh broker atau lewat perekrutan kerja untuk kemudian dipaksa menikah dengan pria Cina.

"Dalam hal ini masalah seperti tidak ada dokumentasi, konflik yang sedang terjadi di wilayah etnis minoritas, para imigran biasanya tanpa dokumen masuk Cina, bekerja tanpa kontrak, menikah tanpa izin dan anak-anak tanpa pencatatan yang layak ketika mereka lahir," kata Courtland Robinson, associate profesor di Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health, seperti dikutip dari South China Morning Post, Jumat, 7 Desember 2018.

Dalam 5 tahun terakhir, sekitar 106 ribu imigran perempuan Myanmar kembali pulang. Tahun lalu sekitar 65 ribu perempuan Myanmar tinggal di Cina. Sekitar 2.500 orang di antaranya dipaksa menikah dan 2.300 orang dipaksa memiliki anak.

Anak-anak Kachin, Myanmar di kamp PBB. [SOUTH CHINA MORNING POST]

Baca: Derita Rohingya: Wajah Anak-Anak dan Perempuan di Tenda-Tenda Pengungsian

Terbanyak menjadi korban berasal dari negara bagian Kachin dan Shan yang wilayahnya berbatasan dengan Cina.

Masalah konflik etnis, penguasan lahan, relokasi dipaksakan dan kejahatan HAM telah membuat warga Myanmar yang tidak punya tanah dan pengangguran berimigrasi massal ke Cina.

Meski sebagian besar perhatian internasional fokus kepada penderitaan etnis minoritas Rohingya di Myanmar bagian barat, namun perang saudara di wilayah utara negara itu masih berlanjut sehingga memaksa ribuan orang meninggalkan rumah mereka.

Baca: Ribuan Pengungsi Perempuan Rohingya di Bangladesh Hamil

Lebih dari 120 ribu orang telah meninggalkan rumah mereka dipicu bentrokan antara militer Myanmar dengan kelompok bersenjata etnis di Kachin dan Shan pecah sejak tahun 2011.

Perempuan-perempuan Myanmar tidak dapat meninggalkan Cina karena mempertimbangkan nasib anak-anak mereka.

"Dia tidak memiliki sikap yang baik. Namun dia ayah dari anak saya, makanya saya bertahan. Kami bertarung dalam situasi sulit. Dia selingkuh, menggunakan opium dan memukuli saya," kata seorang perempuan Kachin, 48 tahun.

Mereka tidak berani melapor ke polisi karena mereka tidak ingin ditangkap. Mereka tidak bisa berbahasa Cina dan tidak punya dokumen tinggal.

 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus