Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Majalah Jepang menyampaikan permohonan maaf setelah menerbitkan artikel peringkat universitas mana yang mahasiswinya lebih mudah diajak berhubungan seks di pesta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Daftar yang diterbitkan pada edisi 25 Desember oleh majalah mingguan "Spa!", memicu kecaman publik dan memicu kampanye protes di internet yang menuntut permintaan maaf dan penangguhan izin penjualan, menurut laporan New Straits Times, 10 Januari 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Petisi kemudian dibuat di change.org, menyebut artikel majalah membuat "obyektifikasi dan melecehkan perempuan", dan pada Selasa kemarin sudah ditandatangani oleh 28 ribu orang.
Majalah menerbitkan artikel tentang "gyaranomi" atau pesta minum di mana pria membayar wanita untuk datang.
Sampul majalah Jepang "Spa!".[Kyodo News]
Pesta gyaranomi, menurut majalah tersebut, adalah pesta populer di kalangan mahasiswi dan bahkan mewawancara pengembang aplikasi yang membantu pria dan wanita untuk pesta.
"Kami ingin meminta maaf karena menggunakan bahasa sensasional untuk menarik pembaca tentang bagaimana mereka bisa menjadi intim dengan wanita dan karena telah menerbitkan peringkat, dengan nama universitas secara lengkap, yang menghasilkan ficer yang mungkin membuat pembaca kami tidak nyaman," tulis editorial majalah, yang dikutip dari CNN.
Jepang berada di peringkat 110 dari 149 negara dalam indeks kesenjangan gender global Forum Ekonomi Dunia (WEF) terakhir yang mengukur tingkat kesetaraan gender.
Negara ini juga berada di peringkat terbawah di antara negara-negara G7 untuk kesetaraan gender, meskipun Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe berjanji untuk memberdayakan perempuan dalam sektor ekonomi melalui kebijakan yang disebut "womenomics."
Skandal artikel peringkat seks mahasiswi muncul di tengah meningkatnya pembicaraan internasional tentang pelecehan seksual terhadap perempuan, meski Jepang merupakan masyarakat patriarkal, kampanye seperti #MeToo telah membantu menyoroti kesetaraan gender dan pelecehan seksual di negara matahari terbit.