Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Rujuk-martabak-capcai

India-cina sepakat memulihkan hubungan setelah konflik perbatasan 1962. kedua negara akan membuka kantor konsulat di shanghai dan bombay. pm li peng akan berkunjung ke india akhir tahun ini.

25 Mei 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Rujuk Martabak-Capcai India-Cina rujuk setelah bentrok hampir 30 tahun. Perang perbatasan bisa diredam. CINA dan India bagaikan martabak dan capcai, dua makanan yang sangat berbeda. Keduanya sudah saling tak menegur sejak 1962, ketika perang perbatasan antara keduanya pecah. Namun, di masa pascaperang dingin ini, permusuhan itu sudah mulai mencair. Ini dibuktikan dengan pernyataan Selasa pekan lalu di Beijing setelah wakil-wakil Cina dan India berunding dua hari. Statemen itu menyatakan bahwa kedua pihak telah setuju untuk memperbaiki hubungan, memulihkan hubungan ekonomi dan perdagangan, membuka sebuah kantor konsulat masing-masing di Shanghai dan Bombay. Bahkan Perdana Menteri Li Peng akan berkunjung ke India menjelang akhir tahun ini. Masalah besar yang mesti diselesaikan antara New Delhi dan Beijing adalah soal perbatasan. Ini merupakan buntut perang perbatasan pada 1962. India mengklaim bahwa Cina menduduki 38.000 km2 wilayah Aksai Chin di barat daya yang sebenarnya milik India. Sebaliknya, Cina mengatakan bahwa 90.000 km2 dari Negara Bagian Arunachai Paradesh di timur laut India pada kenyataannya adalah wilayah Cina. Soal aku-mengaku wilayah itulah yang membawa ke perang perbatasan yang begitu pahit pada 1962. Namun, sebenarnya konflik India-Cina itu dimulai oleh masalah politik juga. Menjelang pertengahan 1950-an, dalam usaha menetralisasi politik pembendungan Amerika, Cina mulai berpaling kepada negara-negara netral, antara lain India, Indonesia, dan beberapa negara Afrika. Selama beberapa tahun, setelah Konperensi Bandung 1955, terjadi kerja sama cukup erat antara Cina dan negara-negara netral untuk menentang kolonialisme. Selanjutnya terjadi perbedaan paham cukup mendasar antara Cina -- yang antara lain didukung Indonesia di bawah Soekarno -- dan India dalam mengartikan netralisme. India berpendapat bahwa netralisme berarti tak mengekor kekuatan dunia mana pun. Sebaliknya, Cina, yang politik luar negerinya makin radikal, menafsirkan netralisme sebagai alat untuk menentang sepak-terjang kaum imperialis. Maksudnya, tak lain Amerika dan negara-negara Barat lainnya. Menjelang akhir 1950-an terjadi polarisasi antara penganut netralisme radikal dan moderat. Cina bersama Indonesia dan negara-negara "netral" radikal lainnya bahkan mencoba menghimpun kekuatan baru dengan sebutan "kekuatan-kekuatan yang baru timbul", yang oleh Soekarno diberi nama New Emerging Forces (Nefo). Namun, berakhirnya pemerintahan Soekarno pada 1965 membuyarkan pengelompokan baru itu. Perang perbatasan 1962 makin menjauhkan New Delhi dengan Beijing. Apalagi sejak itu, bahkan sampai sekarang, India sangat erat dengan Soviet, yang mulai 1963 menjadi musuh besar Cina. Angkatan bersenjata India yang makin membengkak, dengan bantuan militer Soviet, dianggap Cina sebagai upaya India-Soviet untuk sewaktu-waktu menikamnya dari belakang. Selama 30 tahun Cina makin menjauh dari India, apalagi kemudian perbedaan pendapat itu diwarnai pula dengan konflik perbatasan. Persetujuan Beijing baru-baru ini adalah kelanjutan upaya kedua pihak. Perdana Menteri Rajiv Gandhi mulai mengadakan pendekatan sejak 1988. Proses itu makin dilicinkan dengan tampilnya para pemimpin Cina yang berorientasi ke dalam sebagai pengganti rezim Mao yang radikal. Rencana pembukaan konsulat di kedua negara mungkin menjadi langkah awal penyelesaian soal perbatasan itu. Bahkan, jalur perdagangan lewat darat pun mungkin akan dihidupkan kembali. ADN

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus