Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Uni Eropa mengharapkan Indonesia mematuhi keputusan panel Organisasi Perdagangan Dunia atau WTO mengenai larangan ekspor bijih nikel. Setelah Indonesia kalah dalam gugatan, Uni Eropa ingin kedua belah pihak tetap membangun hubungan yang saling menguntungkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kami tidak mendefinisikan hubungan kami dengan Indonesia sebagai yang menang atau kalah... Jadi kami berharap Indonesia akan mematuhi aturan ini juga," kata Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia Vincent Piket setelah pengarahan media di satu hotel di Jakarta Pusat, Senin, 12 Desember 2022.
Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia Vincent Piket/Uni Eropa
Panel WTO pada bulan lalu, memutuskan mendukung Uni Eropa. Dalam putusannya, WTO menyatakan larangan ekspor nikel dan persyaratan pemrosesan domestik yang mengharuskan semua bijih nikel untuk dimurnikan di Indonesia, dinyatakan tidak sejalan dengan aturan perdagangan global.
Presiden RI Joko Widodo menegaskan Indonesia akan mengajukan banding atas putusan tersebut. WTO pada Senin, 12 Desember 2022, mengkonfirmasi Indonesia sudah melayangkan banding.
Uni Eropa mengajukan gugatannya di WTO pada November 2019, dengan alasan pembatasan ekspor bahan baku Indonesia secara tidak adil telah merugikan industri baja nirkarat di Benua Biru. Indonesia melarang ekspor bijih nikel mulai awal 2020.
Piket menyebut, Uni Eropa percaya dapat membangun hubungan yang adil, yang kuat dan saling menguntungkan secara ekonomi dengan Indonesia. Hilirisasi dalam penggunaan komoditas alam dan sumber daya alam di Indonesia juga diharapkan tetap menghormati hukum.
Larangan ekspor nikel mentah, yang dimulai Januari 2021, diklaim pemerintah Indonesia berdampak positif setelah melihat peningkatan investasi pertambangan dan ekspor produk turunan nikel. Indonesia telah lama berkeinginan memberikan nilai tambah yang tinggi pada produk pertambangan dalam negeri, khususnya nikel, melalui hilirisasi.
"Kami percaya bahwa itu akan menarik banyak minat dari perusahaan Eropa. Tetapi saat ini tentu saja, kami memiliki situasi di mana hal itu terhalang," kata Piket.
DANIEL A. FAJRI | REUTERS
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.