Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Siapa Suruh Clinton ke <font color=#FF9900>Pyongyang</font>

Bill Clinton sukses membawa kembali dua jurnalis televisi yang ditahan Korea Utara. Pemerintah Amerika Serikat menolak disebut telah merancang misi itu. Siapa diuntungkan: Amerika atau Korea Utara?

10 Agustus 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENGENAKAN baju lengan pendek dan celana jins, dua jurnalis Current TV, Laura Ling dan Euna Lee, bergegas menaiki anak tangga pesawat. Di pintu pesawat, mantan Presiden Amerika Serikat Bill Clinton telah menunggu. Dengan wajah berseri, keduanya menyalami Clinton dan langsung masuk pesawat.

Sebelum lepas landas, Clinton memberikan hormat kepada para petinggi Korea Utara, dengan menaruh tangan kanan di dada sebelah kiri seraya melempar senyum khasnya. Tanda hormat itu dibalas dengan lambaian tangan.

Momen penuh kehangatan di Bandar Udara Internasional Sunan, Pyongyang, Rabu pekan lalu itu terekam jelas oleh lensa kamera Associated Press Television News biro Pyongyang. Padahal, 140 hari sebelumnya, hubungan antara Amerika Serikat dan Korea Utara menegang. Gara-garanya, pemerintah Korea Utara menahan dan menjatuhkan hukuman 12 tahun kerja paksa terhadap Ling, 32 tahun, dan Lee, 36 tahun, yang diduga masuk wilayah Korea Utara secara ilegal melalui perbatasan dengan Cina.

Kedua jurnalis Current TV milik mantan Wakil Presiden AS, Al Gore, tersebut ditangkap saat tengah mengumpulkan bahan liputan mengenai perdagangan wanita Korea Utara ke Cina. Lantaran Amerika Serikat dan Korea Utara tak memiliki hubungan diplomatik, usaha pembebasan mereka tersendat-sendat. Perang kata-kata bahkan sempat terlontar antara Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton dan petinggi Korea Utara.

Secara mengejutkan pesawat jet carteran berwarna putih yang membawa Bill Clinton dan rombongan mendarat di Pyongyang, Selasa pekan lalu. Mantan presiden AS itu bahkan diterima langsung oleh pemimpin tertinggi Korea Utara, Kim Jong-il, 67 tahun, yang akhirnya memberikan ampunan kepada dua jurnalis Amerika itu.

Hasil dari pertemuan itu, meski tak dalam waktu dekat, dipercaya akan membuka pembicaraan baru dengan Pyongyang tentang program senjata nuklir. ”Ini kesempatan membuka kembali pembicaraan tentang senjata nuklir,” ucap Victor Cha, mantan Kepala Badan Keamanan Nasional AS untuk wilayah Asia. ”Pembicaraan dengan Korea Utara memang selalu sulit dan harus ada momen yang pas.”

Korea Utara beberapa waktu lalu menarik diri dari pembicaraan enam negara tentang pelucutan senjata nuklir yang melibatkan Korea Selatan, Jepang, Rusia, Cina, dan Amerika Serikat. Sebaliknya negara komunis itu malah melakukan uji coba dengan meluncurkan roket jarak jauh, yang diduga mampu membawa hulu ledak nuklir, dan misil balistik.

Presiden Amerika Serikat Barack Obama, meski kerap mengajak dunia internasional menjatuhkan sanksi keras terhadap Korea Utara, tak terlalu ngotot melakukan pembicaraan dengan Pyongyang. Ini diduga kuat terkait dengan kondisi kesehatan Kim Jong-il, yang terus memburuk setelah terserang stroke, dan menanti sang penerus, yang diyakini akan dipegang oleh putranya, Kim Jong-un, 27 tahun.

Namun sukses Bill Clinton membawa dua jurnalis televisi kembali ke keluarga masing-masing tak mendapat apresiasi tinggi dari Daniel Sneider, wakil direktur penelitian di Stanford University’s Shorenstein Asia-Pacific Research Center. Menurut Sneider, pembebasan tersebut adalah buah hasil negosiasi diam-diam antara Departemen Luar Negeri dan utusan Korea Utara di Perserikatan Bangsa-Bangsa.

”Bukan Clinton yang melakukan negosiasi secara intensif. Dia hanya memetik hasil negosiasi sebelumnya,” kata Sneider. ”Tak ada yang ingin kasus ini mengganggu masalah yang lebih substansial dengan Korea Utara. Sejak awal, pemerintah ingin kasus ini diselesaikan secara diam-diam tanpa mendapat publikasi luas.”

Menurut media di Korea Utara, dalam pertemuan dengan Kim Jong-il selama tiga jam dan 15 menit itu Clinton mengungkapkan permohonan maaf atas nama kedua jurnalis dan pemerintah Amerika Serikat. Berita itu langsung dibantah Washington. Menurut juru bicara Gedung Putih, Robert Gibbs, dalam misi ini Clinton tak membawa pesan apa pun, tertulis atau lisan, dari Presiden Obama. ”Itu berita tak benar. Tak ada permohonan maaf,” Hillary Clinton menguatkan pernyataan Gibbs.

Gibbs menambahkan, Clinton dan Obama terakhir kali bertemu pada Maret lalu, ketika mantan presiden itu berkunjung ke Gedung Putih. Menurut Gibbs, perjalanan Clinton ke Pyongyang kali ini sebagai ”misi pribadi dengan tujuan membebaskan dua warga Amerika Serikat”. Ia mengaku tak mengetahui pasti apa isi pembicaraan, namun pandangan Clinton tentang penghentian senjata nuklir Korea Utara sudah ”diketahui” Gedung Putih.

Soal keengganan pemerintah AS mengakui terlibat dalam misi Clinton ini tak sepenuhnya dipercayai Victor Cha. Menurut dia, jika ditanya, pemerintah akan selalu mengatakan bahwa misi ini murni untuk tujuan kemanusiaan dan diminta oleh keluarga Ling dan Lee serta pemilik stasiun televisi Current, Al Gore. Tak ada pejabat pemerintah dalam rombongan Clinton.

”Tapi, ingat, Clinton adalah mantan presiden, istrinya adalah menteri luar negeri. Jika dikatakan tak ada kaitannya dengan pemerintah AS, sulit dipercaya. Pemerintah Korea Utara juga tahu akan hal ini. Itu sebabnya mereka mau menerima Clinton,” tutur Cha.

Dipercayanya mantan presiden sebagai utusan dalam sebuah misi kemanusiaan sebenarnya sudah menjadi tradisi di Amerika. Clinton pernah memakai mantan presiden Jimmy Carter mengunjungi Korea Utara pada 1994 untuk melakukan negosiasi masalah krisis nuklir. Clinton, dan pendahulunya George H.W. Bush, juga pernah diminta mantan presiden George W. Bush memimpin tim kemanusiaan menolong negara-negara Asia dan Afrika yang dihantam tsunami pada 2004. Begitu pula saat terjadi badai Katrina pada 2005.

Misi kemanusiaan Bill Clinton selama ini memang tak mendapat sorotan luas. Ia dan yayasannya bekerja tanpa gembar-gembor membantu negara miskin maupun tertindas. Pada Mei lalu, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, Ban Ki-moon, menunjuk Clinton sebagai utusan khusus di Haiti. Tugasnya: membuat dunia internasional kembali memperhatikan negeri di Karibia itu dalam mengatasi masalah ekonomi dan lingkungan.

Hillary sendiri mengaku tak terlalu berharap banyak akan ada perubahan berarti dalam hubungan AS dengan Korea Utara setelah pembebasan dua warganya. Menurut dia, apa yang dilakukan oleh suaminya itu tak ada kaitannya dengan usaha diplomasi yang dilakukan oleh pemerintah AS. Hillary tetap berharap Korea Utara mau kembali membuka pembicaraan soal senjata nuklir.

”Mungkin mereka sekarang bersedia melakukan pembicaraan dengan kami dalam konteks pembicaraan enam negara. Sebab dunia internasional menginginkan Korea Utara melakukan pelucutan senjata nuklir secepat mungkin,” ucap Hillary, yang sedang berada di Nairobi, Kenya.

Gubernur New Mexico, Bill Richardson, menilai misi yang dilakukan Bill Clinton ini bisa dianggap sebagai kemenangan Amerika Serikat dan Korea Utara. Dengan melepaskan dua jurnalis tersebut, kata Richardson, Korea Utara mendapat daya tawar yang lebih baik. Apalagi mereka berhasil mendatangkan mantan presiden ke tanah mereka saat hubungan kedua negara sedang tegang. Sedangkan bagi Amerika, ini sinyal melunaknya pemerintah Korea Utara untuk membuka kembali pembicaraan.

Perjalanan sukses Clinton ke Pyongyang membuat Presiden Obama, yang selalu memperingatkan pemerintah Korea Utara agar mengubur ambisi mereka menjadi negara kuat senjata nuklir, ingin menemuinya. ”Kami sedang mengatur jadwal pertemuan,” ucap juru bicara Gedung Putih, Gibbs. ”Presiden Obama ingin bertemu dengan Presiden Clinton.”

Firman Atmakusuma (CNN, Reuters, AFP, Washington Post)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus