Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Sisa-sisa takfir wal hijrah

Otak perencana pembunuhan besar-besaran pada hari pemakaman presiden anwar sadat, umar abdul rahman ditangkap. diduga ia punya hubungan dengan gerakan takfir wal hijrah. (ln)

7 November 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DIA disebut "pangeran". Ia seorang buta. Ia tinggal di bagian selatan kota Asyut, 370 km dari Kairo. Di kota yang jadi ajang perlawanan kelompok Takfir wal Hijrab yang dituduh membunuh Presiden Sadat inilah, sang "pangeran" yang nama sebenarnya adalah Umar Abdul Rahman ini jadi khatib. Dan di kota itu pula pekan lalu ia ditangkap. Menurut harian setengah resmi Al Ahram, Umar Abdul Rahman yang tak diketahui jelas umurnya itu memerintahkan para pengikutnya untuk mengebom upacara pemakaman Presiden Sadat (10 Oktober). Jika rencana ini berhasil, inilah daftar orang yang bisa jadi korban: Presiden Mesir, 3 bekas Presiden AS, 1 Presiden dan 1 bekas Presiden Prancis, 1 Perdana Menteri Israel, 1 Kanselir Jerman Barat, 1 Putra Mahkota Inggris. Untunglah bagi mereka, rencana itu gagal. Setidaknya menurut Al Ahram Berkat penjagaan beberapa ribu pasukan Mesir sepanjang iringan jenasah yang berjalan 3 kilometer di hari itu, 80 wakil negara, 800 orang penting dan 50 wartawan yang saat itu ikut, alhamdulillah selamat. Yang tak selamat ialah sebanyak 126 orang yang dikategorikan sebagai teroris yang dalam beberapa hari terakhir ini ditangkapi. Walhasil, sejak Sadat ditembak, ada 553 orang kabarnya sudah ditahan. Di antaranya "Pangeran" Umar Abdul Rahman itu, yang sudah mengakui bahwa dialah yang memerintahkan pembunuhan besar-besaran di hari berkabung itu. Masih berhubungankah Umar Abdul Rahman dengan gerakan Takrif wal Hijrah? Nampaknya demikian. Sebab di hari Sadat terbunuh, mereka juga sebenarnya sudah mau membasmi seluruh pucuk pimpinan Mesir dengan melempar dua granat tangan, di samping menembakkan bedil ke tubuh Sadat. Sadat tertembak mati, tapi dua granat itu tak meletus. Kini dengan diungkapkannya rencana Umar Abdul Rahman, kian nampak bahwa untaian anggota Tafkir masih cukup panjang dan cukup kuat. Ceritanya tentu bisa dimulai ke tahun 1971, mengenai seorang anggota Ikhwanul Muslimin yang kecewa. Namanya Syukri Mustafa. Syukri Mustafa dipenjarakan oleh almarhum Presiden Nasser di tahun 1966. Waktu itu ia ditahan bersama pemimpin puncak Ikhwanul Muslimin, Hassan Hudeibi. Mereka diperlakukan kasar. Tapi bila Hudeibi seorang pemaaf, hlustafa bukan. Hudeibi dikeluarkan dari tahanan oleh Anwar Sadat di tahun 1971. Pemimpin Ikhwan itu pun menyerukan: "Kita adalah penyeru, upi bukan orang yang menghakimi." Ia menyatakan tak seorang Muslim pun berhak mengatakan orang Muslim lain berhak dibunuh. Tapi Mustafa yang lebih muda, dan lebih marah, tak mengakui ajaran macam itu. Seperti kaum Ikhwanul Muslimin di Suriah yang membunuh orang-orang Alawi atas anggapan bahwa mereka ini bukan mukmin sejati, Mustafa cenderung melenyapkan orang yang dianggapnya musuh sebagai, misalnya, "pengkhianat sekuler". Ia pun mendirikan alirannya sendiri, memisahkan diri dari Ikhwanul Muslimin gaya Hudeibi, dan menyebut gerakannya Jamaat al Muslimin. Ini sarna sekali tak ada hubungannya dengan naat al Islami, gerakan fundamentalis yang memikat banyak anak muda meskipun sama-sama menentang pemerintahan "sekuler" Mesir. Beda yang pokok ialah prinsip Mustafa menggunakan kekerasan. Kepemimpinan Mustafa juga ketat. Seperti sikapnya yang mau mutlak murni karena ia menganggap Mesir "tak Islam", pemimpin yang punya gelar di bidang pertanian ini mendirikan tempat-tempat "hijrah" di tepian gurun pasir. Untuk itulah polisi Mesir di tahun 1977 menyebut gerakan Mustafa sebagai Takfir wal Hijrah. Di tahun 1977 itu memang gerakannya mulai umpil. Ketika terjadi kerusuhan besar menentang tindakan Sadat menaikkan harga roti, banyak anggota Takfir ditahan. Tak lama sesudah itu, menteri Wakaf mereka bunuh. Sebaliknya, pemerintah Mesir menghukum mati sejumlah pemimpin Takfir --termasuk Mustafa sendiri. Dendam nampaknya berlanjut. Sadat 6 Oktober pun mati okh para pengikut orang dari Asyut yang pernah dibebas kannya 10 tahun yang lalu itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus