SADDAM Hussein makin susah ditebak. Tiba-tiba saja ia menyerang dan merebut Khafji, kota pelabuhan di Saudi, dekat perbatasan dengan Kuwait. Baru setelah bertempur dan mengepung kota itu selama 36 jam, tentara Saudi dan Qatar dibantu dari udara oleh Amerika berhasil merebut kembali kota penghasil 30 ribu barel minyak per hari itu. Dan sudah hancur. Lubang-lubang bekas peluru tampak di mana-mana, juga kendaraan lapis baja yang hancur dari kedua pihak, menurut laporan televisi CNN. "Ini permulaan badai yang akan meniup gurun-gurun Arab Saudi," kata surat kabar Partai Baath, Al Thawra. "Iraklah yang memutuskan kapan dan di mana pertempuran akan terjadi," tulis surat kabar itu pula. Namun, tentang jatuh kembalinya Khafji ke tangan musuh, pihak Baghdad tak berkomentar. "Pasukan sudah ditarik dari Khafji," kata Radio Baghdad Jumat lalu, tanpa memberi rincian apa-apa. Dari segi militer, kalau pernyataan Sekutu benar, Saddam terpukul cukup telak. Tak kurang dari 30 tentaranya tewas, sementara 420-an lainnya tertawan dari sekitar 800 tentara yang terlibat penyerbuan. Di pihak Sekutu, 15 prajurit Saudi dan 11 marinir Amerika mati. Sebenarnya, serangan frontal tanpa perlindungan udara seperti dilakukan Irak di Khafji susah dipertanggungjawabkan. Bagi Sekutu inilah makanan empuk. Maka, ketika Saddam membariskan tanknya di jalan, para pilot helikopter Cobra Amerika langsung saja menghantam tanpa perlawanan. "Seperti menembak ayam kalkun," kata Letnan Kolonel Dick "Snake" White seorang komandan Skuadron Tomcat. Tentu, pasukan Sekutu berharap itu bukan tank palsu dari tripleks dan fiberglass, seperti peluncur rudal Hussein palsu yang sempat mengecoh mereka pada hari-hari pertama perang. Menurut pengamatan Sekutu, kekuatan udara Irak sudah punah. Sementara itu, yang berada di Iran tak bisa mengudara karena Iran tetap netral. Tentara Sekutu mengklaim tak ada lagi pesawat tempur Irak yang terlihat sepanjang konflik perbatasan untuk mendukung pasukan darat. Itu sebabnya Jenderal Schwarzkopf meremehkan serbuan Irak. Serangan itu "seperti gigitan nyamuk. Sama sekali tak berarti," katanya. Banyak dugaan terhadap aksi pasukan Irak di Khafji, yang kabarnya direncanakan oleh Saddam Hussein sendiri. Umumnya para analis militer menduga, inilah serangan untuk memancing pertempuran darat. Banyak pihak mengatakan, di darat Irak bisa lebih unggul, bila saja pasukan Irak tak menderita berat akibat pengeboman sejak perang hari pertama. Jadi, selagi pasukan masih kuat, sekarang saja saatnya membuka perang darat terbuka. Bila perang belum juga meledak sampai awal pekan, itu karena para komandan Sekutu rupanya tak terpancing. Memang, pada hari berikutnya ada konvoi sekitar 1.000 tank Irak yang panjangnya mencapai 17 km bergerak menuju ke arah Arab Saudi. Namun, pengeboman intensif yang dilakukan Sekutu, menurut pihak pengebom, memorakporandakan konvoi itu. Kemungkinan lain, Saddam Hussein hanya sekadar melemaskan otot dan sekalian mencoba mempertahankan semangat serdadunya. Masa, sekian hari dibombardir tak membalas. Ini terbukti pasukannya bertempur dengan gagah. Kesaksian seorang pilot Amerika menyebutkan bahwa semangat tempur pasukan Saddam sangat tinggi. Mayor Michael Steele, yang menerbangkan helikopter AH-1 Cobra, menceritakan pengalamannya ketika ia menyerang enam kendaraan lapis baja pengangkut pasukan Irak. Meskipun sebenarnya tak memadai karena mereka tak mendapat dukungan kekuatan udara, tiga kendaraan itu tetap melawan untuk melindungi tiga lainnya yang meloloskan diri. Sampai akhirnya Steele meluncurkan rudal TOW yang memang dibuat untuk menghancurkan kendaraan lapis baja. Steele cuma berani memastikan satu buah yang hancur, sisanya ia tak yakin. Kemungkinan lain, Saddam mau bikin kejutan. Dan tampaknya ia sukses. Betapapun Amerika memandang enteng pertempuran Khafji, menurut analis militer di radio BBC, London, sebenarnya pihak Sekutu sangat terkejut bahwa pasukan Irak berani dan berhasil menguasai Khafji. Padahal, memasuki pekan ketiga, sekitar 41 ribu misi pengeboman sudah dilakukan Sekutu. Teoretis, jika pasukan baru dibombardir habis-habisan seperti itu, moral mereka pasti hancur. "Mungkin saja moralnya jatuh, tapi belum runtuh betul," kata Steele yang dikutip Reuters. Dugaan lain, jangan-jangan ini cuma serangan untuk mengetahui kekuatan lawan, sebelum serangan sebenarnya dilakukan. Banyak pihak, termasuk para analis militer Inggris dan Soviet, yakin bahwa Irak masih memiliki kekuatan darat yang andal. Boleh jadi itulah serangan percobaan, untuk mengetahui apakah sudah diperlukan pemakaian senjata simpanan -- yakni senjata kimia --atau belum. Bila belakangan ada pernyataan Saddam bahwa ia akan menggunakan senjata inkonvensional, mungkin pertempuran di Khafji menyatakan itu sudah diperlukan. Apa pun kata para analis militer, serangan ini tampaknya memang mendadak. Perintah menyerang, kata Reuters, baru diberikan pada pasukan yang berada di garis depan semalam sebelumnya. Malam itu mereka mendapat menu ekstra seekor ayam, jauh lebih bagus dari hari-hari sebelumnya yang cuma roti, air, dan susu kaleng. Bila saja kemampuan seperti di Khafji itu saja bisa dimiliki Irak dalam perang yang tampaknya akan panjang ini, pertempuran darat memang akan dahsyat. Apalagi bila senjata kimia mulai ditebarkan. YH
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini