Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Tentara Tiga Bangsa Bertugas

Beirut Barat dan Timur bersatu, pasukan multinasional hadir lagi, Philip Habib berdiplomasi lagi untuk penarikan mundur tentara Israel dan Suriah. (ln)

9 Oktober 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ADA tantangan baru buat Presiden Amin Gemayel. Setelah dilantik (23 September) ia mesti "mempertanggungjawabkan" kasus pembantaian di kaunp pengungsi Sabra dan Shatila. Menurut beberapa sumber di Beirut, peristiwa yang menewaskan ratusan penduduk sipil itu didalangi oleh perwira top Phalangis dan melibatkan korps milisi pilihan Libanon. Menurut sumber intelijen Barat, Menhankam Israel Ariel Sharon bahkan seminggu sebelum pembunuhan Bashir Gemayel mengadakan serangkaian pertemuan dengan presiden terpilih itu. Sharon mengadakan pembicaraan dengan Bashir di ruang belakang Restoran "Retro" di Beirut Timur. Hasil pembicaraan mereka belum terungkap. Tapi dengan berbagai petunjuk itu, partai Phalangis diduga tidak bisa "cuci tangan". Presiden Amin Gemayel, yang tampil setelah adiknya tewas, mengaku ia tidak tahu-menahu soal keterlibatan pemimpin teras Phalangis. Walau menjadi salah seorang pemimpin partai--bahkan kini menjadi ketuanya--Amin Gemayel semula tidak terlalu banyak mencampuri urusan militer partai. Siapa sebenarnya yang "bertanggung jawab" atas kasus pembantaian itu, sampai sekarang belum jelas benar. Di Israel sendiri sudah terjadi protes massa mengecam langkah PM Menachem Begin dan Sharon, bahkan juga muncul aksi di kalangan jenderal. Sekitar 100 perwira tinggi (brigjen ke atas) menentang Ariel Sharon dan mendesak agar ia berhenti. Aksi itu dipimpin oleh Kepala Staf AB Jenderal Rafael Eytan. Sharon sendiri berusaha mengelakkan tanggung jawabnya, bahkan mencoha melemparkan ke salahan kepada Angkatan Darat Israel. Kecaman para perwira tinggi itu muncul dalam suatu pertemuan rahasia pekan lalu di Tel Aviv. Ketika itu, mereka sengaja mengundang Sharon untuk menJelakan soal pembantaian Sabra dan Shatila, akibat meningkatnya kecaman (lihat Media). Sementara itu Presiden Gemayel berniat menyatukan berbagai pihak yang bertikai, membentuk pemerintahan yang kokoh, dan membangun angkatan bersenjata yang tangguh. Dia juga berniat mengikat hubungan lebih erat dengan Amerika Serikat. Sebagai anggota Liga Arab, Libanon akan memainkan peran jembatan Timur dan Barat. Hasil pertama yang dicapainya ialah mengukuhkan Beirut sebagai ibukota seluruh Libanon. "Saya sangat bahagia mengumumkan hal ini," kata Amin Gemayel. "Ini adalah peristiwa bersejarah bahwa tidak ada lagi Beirut Barat dan Timur. Sebagai simbol persatuan." Ia mengundang pasukan multinasional kembali ke Beirut. Pasukan Italia berkekuatan 1.050 orang dan 1.162 tentara payung Prancis tiba beberapa hari setelah pembantaian kedua kamp pengungsi Palestina itu. sedang marinir AS semula baru mau mendarat setelah Israel berjanji angkat kaki dari Beirut. Walau Israel masih belum berangkat dari bandar udara internasional Beirut, AS toh akhirnya mendaratkan 1.200 marinirnya pekan lalu. Tidak ada insiden ketika tentara pemelihara perdamaian memasuki Libanon. Hanya ada ledakan bom cluster ketika kontingen kedua marinir AS tiba hari Kamis. Seorang tewas dan tiga lainnya luka berat. "Itu hanya kecelakaan biasa," kata Henry F. Cotto, juru bicara Kementerian Pertahanan AS (Pentagon) di Washington. Gedung Putih juga tidak terlalu kaget. Dan Ronald Reagan tidak berniat menarik pasukan marinir itu. "Mereka akan tetap tinggal di sana," kata Presiden Reagan. "Sampai pasukan asing -- termasuk Israel dan Suriah--meninggalkan Libanon," kata Menlu Italia Emilio Colombo pula. Sedang Menlu Prancis Claude Cheysson kelihatan lebih berhati-hati. Pasukan pemelihara perdamaian bercokol di Libanon tidak harus sampai tentara asing angkat kaki dari sana, "tapi terserah kepada pemerintah Libanon," katanya. Pasukan multinasional itulah agaknya menjadi tumpuan pemerintahan Gemayel unwk mengenyahkan tentara Israel dan Suriah. Tentara Suriah hadir di Libanon sejak 1976, dengan mandat Liga Arab untuk melerai kelompok Kristen dan Muslim ang sedang baku hantam. Kini Suriah konon bersedia menarik tentaranya bila saja Liga Arab mencabut mandatnya . Tapi desas-desus tersiar bahwa pemerintah akan mengusir penduduk keturunan Palestina (setengah juta) di Libanon. Razia dan pemeriksaan atas orang Palestina sering dilakukan belakangan ini. Berkata seorang laki-laki berusia 50 tahun yang tinggal di sana lebih dari separuh umurnya: "Kami takut dibantai seperti di Shatila dan Sabra. Kami juga was-was akan kedudukan kami di sini nanti." Jika Liga Arab turut merasa "waswas" akan nasib orang Palestina itu, yang mayoritas Muslim, mandatnya untuk tentara Suriah justru diduga akan diperpanjang. Namun menurut berita dari Damaskus, utusan khusus AS Philip Habib sedang menawarkan rencana tiga tahap penarikan bersama pasukan Suriah maupun Israel dari Libanon. Gagasan mundur bersama itu pada prinsipnya disetujui Suriah dan Israel, tapi kedua pihak masih saling mencurigai cara pelaksanaannya. Rencana Philip Habib sekali ini, seperti halnya untuk evakuasi pasukan PLO dari Beirut Barat September lalu, tentu juga tergantung pada usaha diplomasinya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus